Hukum Menafsirkan Al-Quran Tanpa Ilmu?

Seseorang bertanya kepada Ibn Abbas tentang ayat, Satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun. Maka Ibn Abbas berkata kepadanya: Ada apa dengan ayat tersebut, Satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun? Orang tersebut berkata: Aku bertanya kepadamu agar kamu menjelaskan ayat tersebut kepadaku. Maka Ibn Abbas berkata: Ini adalah dua hari yang Allah sebutkan di Kitab-Nya, dan Allah lebih mengetahui tentang kedua hari tersebut. Dan aku benci untuk berkata tentang Kitabullah dengan sesuatu yang aku tidak tahu.”

Adapun perkataan para salaf bahwa mereka tidak berbicara sama sekali tentang tafsir, maka yang dimaksud adalah perkataan yang tidak didasari oleh ilmu. Malik rahimahullah berkata,

Dari Yahya ibn Said, dari Said ibn al-Musayyib, bahwa jika beliau ditanya tentang tafsir sebuah ayat al-Quran, maka beliau menjawab: Sesungguhnya kami tidak berbicara apapun sama sekali mengenai al-Quran

Ibn Syaudzab rahimahullah berkata, “Yazid ibn Abi Yazid berkata kepadaku: Kami bertanya kepada Said ibn al-Musayyib tentang halal dan haram, di mana beliau adalah orang yang paling berilmu. Akan tetapi ketika kami bertanya kepadanya tentang tafsir ayat al-Quran, maka beliau diam seolah tidak mendengar sama sekali.”

Sikap Said ibn al-Musayyib rahimahullah ini adalah seolah-olah beliau tidak mau berbicara tentang al-Quran sama sekali secara mutlak. Akan tetapi, sebuah riwayat dari al-Laits rahimahullah menjelaskan sikap beliau dengan lebih utuh,

“Dari Yahya ibn Said, dari Said ibn al-Musayyib, bahwa beliau tidak berbicara apapun sama sekali kecuali tentang sesuatu yang telah diilmui dari al-Quran.”

Hal ini sejalan dengan perintah syariat bagi kita untuk tidak menyembunyikan ilmu, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala,