Hukum Potong Tangan Bagi Koruptor

Persyaratan ini tidak terpenuhi untuk kasus korupsi, karena koruptor menggelapkan uang milik negara yang berada dalam genggamannya melalui jabatan yang dipercayakan kepadanya. Dan dia tidak mencuri uang negara dari kantor kas negara. Oleh karena itu, para ulama tidak pernah menjatuhkan sanksi potong tangan kepada koruptor.

Untuk kasus korupsi, yang paling tepat adalah bahwa koruptor sama dengan mengkhianati amanah uang atau barang yang dititipkan, karena koruptor dititipi amanah uang atau barang oleh negara. Dan orang yang mengkhianati amanah dengan menggelapkan uang atau barang yang dipercayakan kepadanya tidaklah dipotong tangannya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ’aIaihi wa sallam,

Orang yang mengkhianati amanah yang dititipkan kepadanya tidaklah dipotong tangannya“. (HR. Tirmidzi).

Ibnu Qayyim dalam I’lamul Muwaqqi’in menyebutkan, di antara hikmah Islam membedakan antara hukuman bagi orang yang mengambil harta orang lain dengan cara mencuri, dan mengambilnya dengan cara berkhianat adalah bahwa menghindari pencuri suatu hal yang sangat tidak mungkin, karena dia dapat mengambil harta orang lain yang dijaga dengan perangkat keamanan apapun.

Maka tidak ada cara lain untuk menghentikan aksinya yang sangat merugikan tersebut melainkan dengan menjatuhkan sanksi yang membuatnya jera, dan tidak dapat mengulangi lagi perbuatannya karena tangannya yang merupakan alat utama untuk mencuri telah dipotong. Sedangkan orang yang mengkhianati amanah uang atau barang dapat dihindari dengan tidak menitipkan barang kepadanya. Dan adalah merupakan suatu kecerobohan memberikan kepercayaan uang atau barang berharga kepada orang yang anda tidak ketahui kejujurannya.

Maka kejahatan seorang koruptor, sesungguhnya bukan saja kejahatan dia sendiri, akan tetapi juga kejahatan orang yang mengangkat, serta mempercayakan jabatan penting kepadanya.

 

Ini bukan berarti, seorang koruptor terbebas dari hukuman apapun juga, akan tetapi dia dapat dijatuhi hukuman sebagai berikut:

– Ia wajib mengembalikan uang negara yang diambilnya, sekalipun telah habis digunakannya. Maka hartanya yang tersisa disita oleh negara dan sisa yang belum dibayar akan menjadi hutang selamanya.

Berdasarkan sabda Nabi shaIIaIIahu ‘alaihi wa saIIam,

Setiap tangan yang mengambil barang orang Iain yang bukan haknya wajib menanggungnya hingga ia menyerahkan barang yang diambilnya“. (HR. Tirmidzi)

Hukuman ta’zir

Hukuman ta’zir adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku sebuah kejahatan yang tidak ditentukan oleh Allah, karena tidak terpenuhinya salah satu persyaratan untuk menjatuhkan hukuman hudud (Almausuah alfiqhiyyah al kuwaitiyyah).

Sedangkan hudud, hukuman yang telah dijelaskan Allah dan rasulNya jenis hukuman serta persyaratannnya, seperti rajam (dilempari dengan batu sampai mati) atau 100 kali cambuk untuk orang yang berzina, 80 kali cambuk untuk orang yang menuduh orang lain berzina, 40 kali cambuk untuk orang minum khamar. Potong tangan bagi pencuri, qisash (nyawa dibayar nyawa) bagi orang yang membunuh jiwa, hukuman pancung bagi orang yang murtad, dan orang yang memberontak terhadap pemimpin yang bertakwa.

Oleh karena kejahatan korupsi serupa dengan mencuri, akan tetapi tidak terpenuhi persyaratan untuk dipotong tangannya maka hukumannya berpindah menjadi ta’zir.