Manfaat dan Mudharat Melaksanakan Fatwa Halalnya Darah Aktivis Sekuler

Assalamu alaikum wr. wb.

Ustadz, beberapa waktu lalu ada ulama dari Bandung yang pernah mengeluarkan fatwa halal darahnya seorang aktivis sekularisme. Bagaimana manfaat dan mudharatnya jika ada yang melaksanakan fatwa tersebut?

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kalau pun memang benar-benar halal darahnya, tidak ada seorang pun yang dibenarkan untuk melakukan eksekusinya kecuali atas nama negara secara resmi dan sah. Eksekutornya harus resmi ditunjuk oleh negara, tidak boleh orang sembarangan. Bahkan para ulama yang mengeluarkan fatwa itu pun tidak punya otoritas.

Bila eksekusi mati itu dilakukan oleh orang per orang, atau oleh lembaga, ormas, yayasan atau jamaah tertentu yang bukan representasi negara secara resmi, maka hal itu termasuk ke dalam perkara kriminal, atau dalam istilah fiqih dikenal dengan sebutan jarimah. Pelakunya justru wajib dihukum karena tidak punya punya licence (lisensi) formal sebagai eksekutor.

Secara jalur hukum syariah, orang-orang yang diasumsikan telah melakukan tindakan yang bisa dianggap sebagai kemurtadan, seharusnya diadili secara resmi lewat mahkamah syar’iyah yang formal dan diakui oleh negara. Di mana para hakim/ qadhi akan mengajukan pertanyaan tentang sejauh mana penyelewengan aqidah yang telah dilakukan si tertuduh.

Seandainya mahkamah syar’iyah itu pada akhirnya memutuskan bahwa tertuduh memang terbukti nyata telah melakukan tindakan yang menggugurkan iman dan kemurtadan, maka kepadanya diberikan kesempatan untuk bertaubat. Istilahnya yang populer di kalangan para fuqaha adalah istitabah.

Bila masa waktu tenggang yang telah diberikan tidak mengubah penyelewengan aqidah si tertuduh, apalagi malah tambah murtad, barulah mahkamah syar’iyah menjatuhkan vonis mati untuknya. Untuk itu ditentukan juga kapan eksekusinya, dengan cara apa, siapa eksekutornya dan semua hal yang terkait. Dan semua ini bukan dilalukan oleh orang per orang atau lembaga swasta, melainkan oleh sebuah lembaga resmi negara.

Sebab menguhukum mati orang murtad yang memang bagian dari hukum hudud itu, menjadi hak dan kewajiban negara, bukan orang per orang.

Sesungguhnya bila tidak ada sekulerisme yang terlanjur menjadi kanker di negara kita, sah-sah saja bila negara kita menerapkan hukum hudud. Bukankah negara kita sudah ada pengadilan agama selain pengadilan umum? Pengadilan agama yang ada sekarang ini sangat mencerminkan dampak sekulerisme akut, lantaran hanya mengurusi hukum syariah pada masalah nikah, talak, rujuk dan warisan saja. Sementara sebagian besar masalah kehidupan manusia, tidak menjadi hak pengadilan agama untuk menyelesaikannya.

Hasilnya?

Hasilnya adalah sebuah negara mayoritas muslim terbesar di dunia yang tidak menerapkan syariat Islam kecuali hanya pada urusan kawin dan waris saja. Kalau bukan karena serangan paham sekulerisme yang terlalu parah, seharusnya semua ini tidak perlu terjadi.

Dahulu sebelum Republik Indonesia ini terbentuk, bahkan sebelum para penjajah kafir yang menjadi biang keladi sekulerisme itu datang, negeri ini telah menjalankan syariat Islam secara lengkap. Paling tidak, sejarah telah menunjukkan bahwa seorang tokoh murtad yaitu Syeikh Siti Jenar yang berpaham wihdatul wujud (manunggaling kawulo gusti) telah dieksekusi mati oleh para Wali Songo. Saat itu, para wali songo adalah representasi dari negara, karena pada dasarnya mereka bukan sosok ghaib atau wali sakti dunia persilatan sebagaimana cerita rakyat yang berkembang. Wali Songo adalah wali dalam arti pemerintahan dari sembilan wilayah hukum yang ada di pulau Jawa.

Sebagai pelaksana pemerintah yang sah, tentu saja mereka bertanggung-jawab atas pelanggaran syariah yang terjadi di wilayahnya. Dan karena itu, vonis mati dan eksekusinya atas orang-orang murtad sah secara hukum syariah.

Dan sekarang ini, dengan tidak diterapkannya syariah Islam secara murni dan konsekuen oleh penyelenggara negara ini, jelaslah tidak ada dasar kebolehan menghukum mati orang murtad, apalagi yang belum diadili secara sah.

Kajian ini bukan bertujuan untuk melindungi orang murtad, atau membela orang yang dianggap telah menyeleweng dari aqidah Islam, namun kajian ini bertanggung-jawah di hadapan Allah dari menumpahkan darah lantaran masih ada kesyubhatan di dalamnya. Padahal Rasulullah SAW bersabda:

ادرؤا الحدود بالشبهات

Cegahlah vonis hudud dengan masih adanya syubuhat.

Belum diadilinya seorang tertuduh murtad oleh mahkamah syar’iyah yang formal adalah sebuah syubhat atau ketidak-pastian hukum. Selama belum ada vonis sah yang resmi atas nama negara, maka Rasulullah SAW meminta kita untuk menahan eksekusi hukum hudud.

Namun di sisi lain, sekulerisme yang telah berkecamuk dengan ganas di negeri ini dan telah disebarkan oleh orang-orang semacam itu, tetap perlu diperangi sampai ke akar-akarnya. Semua media yang membawa misi dan paham sekulerisme harus diperangi. Semua program kuliah yang menjadi corong sekulersime harus ditutup. Semua lembaga atau yayasan yang menyebarkan paham sekulerisme harus dibubarkan. Karena tidak sesuai dengan syariah Islam.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc