Membuat Tiruan Mahluk Hidup dalam Bentuk Animasi Komputer dan Robot

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Sepanjang yang saya ketahui ajaran Islam melarang pembuatan gambar atau pun lukisan mahluk hidup, terlebih lagi objek-objek tersebut tampak sangat hidup. Karena kalau tidak salah termasuk dalam usaha meniru perbuatan Allah Swt. Terkait dengan hal tersebut saya ingin menanyakan kepada Bapak Ustadz, bagaimana hukumnya jika dihadapkan dalam masalah membuat objek dalam bentuk animasi. Dengan kemajuan teknologi saat ini membuat objek di komputer jauh lebih canggih dibandingkan hanya sekedar membuat lukisan. Dalam bentuk animasi objek-objek mahluk tampak nyata dan bisa bergerak.

Kemudian bagaimana pula dengan perekembangan teknologi di Jepang yang berusaha membuat robot dengan tingkah laku menyerupai mahluk hidup. Bukankah ini juga termasuk usaha untuk "meniru kemampuan Allah Swt", walau pun kita sadari ilmu Allah sangat luas tak terhingga dibandingkan dengan yang diketahui manusia. Demikian pertanyaan saya, terima kasih atas jawaban yang Ustadz berikan, semoga Allah Swt senantiasa memberikan kita jalan yang lurus.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Assalamu ‘alaikum warahmatulahi wabarakatuh

Kalau kita membaca sekian banyak pendapat ulama tentang masalah gambar, kita bisa membuat peta pendapat mereka menjadi beberapa corak yang bervariasi.

Ada sebagian pendapat ulama yang cenderung mengimplementasikan dalil-dalil haramnya gambar dan patung secara apa adanya. Pokoknya segala tiruan dari makhluk hidup langsung dihukum haram. Tidak peduli apa kepentingnnya. Mereka ini kemudian mengharamkan juga fotografi, sehinggga KTP mereka pun tidak ada pas fotonya. Entah kalau gambar tokoh yang ada dalam pecahan mata uang, apakah mereka terima atau tidak.

Ada lagi pendapat yang membedakan antara gambar dua dimensi dengan gambar tiga dimensi. Atau istilah yang sering digunakan adalah yang punya bayangan dan tidak punya bayangan. Segala patung yang berupa benda tiga dimensi mereka haramkan, sedangkan gambar pada kertas atau kanvas, tidak diharamkan.

Ada lagi yang berpendapat bahwa gambar dua dimensi pun haram, kecuali bila sebagian tubuhnya dihilangkan. Sehingga dalam beberapa gambar peragaan orang shalat, kami pernah melihat photo orang yang sedang berwudhu’, tetapi wajahnya dicrop (dihilngkan). Alasannya, dengan menghilangkan wajah pada photo, maka tidak lagi bisa dikatakan sebagai usaha untuk meniru ciptaan Allah SWT.

Maksud Larangan Meniru Ciptaan Allah

Sebenarnya apa maksud larangan meniru ciptaan Allah? Apakah secara mutlak manusia ini tidak boleh meniru ciptaan Allah?

Tentu saja kita perlu sedikit lebih cerdas dalam memahaminya. Sebab di dalam Al-Quran justru banyak sekali anjuran dan himbauan kepada manusia untuk merenungkan ciptaan Allah. Tujuannya selain untuk merasakan kekuasaan-Nya, juga untuk mengambil ibrah (pelajaran) dari isyarat yang ada.

Dan begitu banyak kemajuan teknologi yang kita temukan di abad ini yang berawal dari meniru ciptaan Allah SWT. Pesawat terbang tidak ditemukan kecuali manusia meniru prinsip burung-burung yang bisa terbang. Kapal selam tidak tercipta kecuali setelah manusia mempelajari dan meniru prinsip-prinsip yang terdapat pada makhluk bawah air. Bendungan besar dibuat berdasarkan tiruan dari arsitek ciptaan makhluq Allah, berang-berang air.

Bahkan di dunia kedokteran kita telah menemukan alat-alat buatan yang bisa diimplant ke dalam tubuh, sebagai pengganti fungsi orang yang sudah rusak.

Namun semua itu tentu saja bukan dengan maksud menandingi ciptaan Allah. Sebaliknya, Allah SWT sendiri yang memerintahkan manusia untuk menciptakannya dengan cara melihat, memperhatikan dan tentunya meniru apa yang telah Allah SWT ciptakan sebelumnya.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan?
(QS. Al-Ghasyiah: 17)

Jadi larangan meniru ciptaan Allah itu bukan dipahami bahwa manusia tidak boleh melakukan penelitian atau inovasi dan penemuan ilmiyah lainnya. Dan robot-robot yang diciptakan itu, atau bahkan manusia bionic, android, cyborg dan sejenisnya, tentu diciptakan bukan dengan maksud untuk menentang dan menandingi ciptaan Allah. Robot-robot itu diciptakan justru untuk membantu pekerjaan manusia.

Misalnya, ada jenis pekerjaan yang sangat berbahaya seperti memadamkan api kebakaran di suatu gedung bertingkat. Kalau kita punya robot cerdas yang tahan api dan punya kekuatan besar, tentu akan sangat bermanfaat ketimbang mempertaruhkan nyawa manusia. Demikian juga robot tim SAR, bisa digunakan untuk melakukan penyelamatan dengan tingkat kesulitan tinggi yang sangat beresiko bagi nyawa manusia.

Bahwa ada sebagian ilmuwan yang kafir dan merasa dirinya mampu menciptakan sesuatu yang lebih sempurna dari Allah, lalu merasa tidak perlu lagi menyembah Allah, adalah kasus yang sering terjadi. Tapi yang salah bukan pada karyanya, melainkan pada jiwanya. Mentang-mentang punya kekuasaan yang sangat luas dan memiliki teknologi tinggi di zamannya, Ramses II (Firaun) sudah merasa bisa jadi tuhan, lalu memproklamirkan ketuhanannya dirinya. "Aku adalah tuhan kalian yang paling tinggi", demikian ungkapnya angkuh.

Seharusnya sikap yang benar adalah seperti Nabi Sulaiman. Beliau punya kekuasaan, teknologi tertinggi yang mungkin hari ini pun belum tertandingi, namun sikapnya tetap tawadhu’. Beliau dengan rendah hati mengomentarinya dengan ungkapan,"Ini semua adalah karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur ataukah aku kufur."

Jadi kalau pertanyaan anda tentang hukum robot itu, yang bermasalah adalah jiwanya, bukan karya penemuan ilmiyahnya. Robot itu secara umum tidak diciptakan untuk meniru ciptaan Allah lalu untuk menentang-Nya.

Sebaliknya, patung dan berhala yang biasanya disembah itu, ternyata memang diciptakan di masa lalu untuk meniru ciptaan Allah SWT dan juga untuk disembah-sembah. Maka jadilah patung itu diharamkan di dalam Islam, meski bukan untuk tujuan disembah. Adapun gambar makhluq bernyawa, para ulama masih sedikit berselisih paham, apaakh haram secara mutlak, ataukah dengan syarat. Sedangkan photografi, umumnya mereka mengatakan tidak sama dengan lukisan. Sebab photografi adalah bayangan yang ditangkap dan disimpan, bukan usaha untuk membuat tiruan berupa lukisan.

Wallahu ‘alam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatulahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.