Orang Tua Jualan Rokok

Assalamu’alaikum ustadz,

Berhubungan dengan masalah tanya jawab mengenai haramnya rokok, saya termasuk yang mengikuti fatwa haramya rokok, sementara orang tua saya barangkali yang taqlid dan mencontoh para kyai mereka yang tidak mengharamkan rokok.

Saat ini Ortu saya berjualan rokok di rumah, meski pada saat mau berjualn saya sudah mengingatkan secara halus dan menyampaikan mudhorot -mudhorotnya(tidak mengatakan secara tegas haramnya rokok) maupunsaya sampaikan secara tegas adanya fatwa haram.

Sampai saat isteri saya hampir melahirkan, saya jadikan kelahiran anak kami sebagai alasan untuk tidak lagi berjualan rokok bila cucu beliau lahir kelak. Tapi tetap saja mereka berjualan.

Pertanyaan saya, bagaimana hukumnya saya memakan makan mereka di rumah mereka, sementara bisa jadi uang yang digunakan untuk membeli makan itu tercampur dari hasil berjualan rokok, sementara saya mengharamkan rokok.?

Jazzakallah khoir.

Wasalamu’alaikum..

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kalau anda termasuk orang yang berpendapat bahwa rokok itu haram, maka seharusnya anda juga konsekuen dengan variannya. Bukan hanya rokok yang haram, tetapi jual beli rokok juga haram bagi anda. Dan keuntungan dari menjual rokok itu haram juga, tapi hanya khusus berlaku buat anda. Tidak berlaku buat orang tua anda, karena tidak termasuk yang mengharamkannya.

Sebenarnya di sinilah letak titik masalahnya. Janganlah kita terlalu mudah menjatuhkan vonis haram atas suatu hal. Sebab mengharamkan sesuatu, selain harus punya dalil yang qath’i, juga punya banyak konsekuensi.

Ketika anda sampai pada kesimpulan bahwa rokok itu haram, tentu anda harus siap dengan semua konsekuensinya. Maka anda diharamkan untuk memakan harta dari hasil penjualan rokok orang tua anda. Itu adalah resiko yang harus anda terima. Jangan bersikap mencla-mencle, apalagi mudah ikut-ikutan.

Fatwa haramnya rokok tidak disepakati oleh semua ulama, karena itu tidak ada kewajiban bagi anda untuk latah ikut-ikutan mengharamkannya. Biarkanlah para ulama mengharamkannya, anda sebenarnya tidak perlu sampai mengharamkannya.

Bahwa anda memilih untuk tidak merokok, sungguh sebuah sikap yang sangat baik. Tetapi anda harus sadar bahwa meninggalkan rokok itu tidak sama dengan mengharamkan rokok. Meninggalkan rokok tentu berpahala, asal diniatkan meninggalkan tabzir dan hal-hal yang merusak tubuh. Tetapi kalau sampai mengharamkan, tentu sangat berbeda. Mengharamkan adalah mengeluarkan fatwa keharaman rokok.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sampai hari ini belum pernah mengeluarkan fatwa haramnya rokok. Bukan berarti mereka tidak tahu bahaya rokok, juga bukan karena mereka suka rokok, namun karena berfatwa mengharamkan rokok itu punya banyak konsekuensi. Sangat dimungkinkan para anggota MUI itu tidak merokok, karena mereka sadar akan bahaya rokok. Namun untuk sampai mengharamkan, tentu mereka punya banyak pertimbangan.

Maka sebagai muslim yang baik, kita pun jangan terlalu gegabah untuk berfatwa mengharamkan rokok. Sebaiknya anda tidak merokok, tapi jangan terlalu ringan untuk mengeluarkan fatwa keharamannya. Dan hal itu karena adanya beberapa alasan:

  1. Berfatwa atas haramnya suatu hal adalah hak preogratif para ulama. Bila kita tidak punya kapasitas ulama, sebaiknya kita tidak mengeluarkan fatwa.
  2. Para ulama tidak satu kata tentang haramnya rokok. Sebagian kecil ulama secara terang-terangan mengharamkan rokok, namun umumnya tidak secara mutlak mengharamkan.
  3. Mengharamkan rokok berarti mengharamkan semua hal yang ada sangkut pautnya dengan rokok. Dan akibatnya menjadi sangat berat. Dan karena itu anda jadi bingung sendiri dengan ‘fatwa’ anda yang sudah terlanjur mengharamkan, sebab orang tua anda sendiri malah jualan rokok, dan anda ikut makan hasilnya. Maka senjata makan tuan jadinya.

Kita sepakat bahwa rokok itu memberikan madharat yang sangat besar, namun untuk mengambil fatwa keharamannya, kita perlu mempertimbangkan banyak hal.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ahmad Sarwat, Lc