Karakter Ketiga: Saling Melengkapi dalam Bangunannya

Ini merupakan karakter istimewa dalam da’wah Ikhwan, sebagaimana dikemukakan oleh Syaikh Hasan al-Banna rahimahullah:

"Kita bukan partai politik, meskipun politik yang berpijak di atas prinsip Islam merupak inti fikrah kami. Kita bukan organisasi jasa sosial, meskipun amal sosial kebajikan termasuk dalam tujuan-tujuan agung kita. Kita bukan tim olahraga, meskipun latihan jasmani dan ruh merupakan sarana da’wah kita yang paling penting.”

Kita sama sekali bukan kelompok-kelompok seperti itu. Karena semua itu dibentuk dengan tujuan lokal yang terbatas dan dalam jangka waktu yang terbatas pula. Bahkan bisa jadi kelompok-kelompok itu dibuat hanya semata didorong kesenangan membentuk organisasi, disertai rasa bangga menyandang gelar jabatan organisasi di dalamnya.

Da’wah Ikhwan adalah fikrah sekaligus aqidah, undang-undang sekaligus sistem yang tak dibatasi oleh tempat dan tidak terikat dengan ras. Tidak dipisah oleh sekat-sekat geografis. Misinya tak pemah selesai hingga Allah mewariskan bumi dan isinya kepada kaum muslimin. Karena Islam merupakan undang-undang dari Rabb sekalian alam dan manhaj Rasul-Nya yang terpercaya.

Karena itulah, da’wah Ikhwan memiliki tabi’at saling menyempurnakan. Sasaran-sasarannya menyeluruh (integral). Ia tak dibatasi oleh satu sisi ajaran Islam dan mengabaikan sisi lain. Tidak juga lebih cenderung mengutamakan satu sisi di atas yang lain. Sasaran yang ingin dituju da’wah Ikhwan juga bukan sasaran lokal yang terbatas. Sasarannya adalah membina pribadi hingga tegaknya kedaulatan Islami, dan dari sana kemudian kita bertolak dimuka bumi untuk meninggikan agama Allah.

Integralitas da’wah Ikhwan juga tercermin pada pola hubungan dan interaksinya dengan manusia. Da’wah Ikhwan berbicara kepada akal mereka melalui argumentasi dan pemikiran. Da’wah Ikhwan mengetuk hati mereka dengan membersihkan karat yang meliputinya, mengingatkan mereka dengan Rabb dan sifat-sifat-Nya, serta memperdalam rasa sensitif terhadap akhirat. Da’wah Ikhwan juga menyentuh fitrah manusia yang mengandung keimanan secara fitri lalu menghubungkan fitrah tersebut dengan Islam.

Karakter Keempat: Jauh dari Arena Perselisihan Fiqih

Adapun jauh dari arena perselisihan fiqih (ikhtilat fiqhy), disebabkan ikhwan meyakini bahwa perselisihan dalam masalah far’iyat (cabang) merupakan masalah yang pasti terjadi dan tak mungkin dihindari. Akal dan paham manusia dapat berbeda dalam memahami dan menangkap gambaran prinsip Islam, baik yang terdiri dari ayat al-Qur’an, hadits dan perbuatan Rasul saw. Karena itu, ikhtilafpun pemah terjadi di kalangan sahabat radhiallahu ‘anhum dan akan terus terjadi hingga hari kiamat.

Betapa bijaksana Imam Malik radhiallahu ‘anhu ketika berkata pada Abu Ja’far al- Manshur, muridnya, yang hendak mengarahkan seluruh manusia pada satu madzhab melalui kitab al-Muwattha’ karya Imam Malik, "Sesungguhnya para sahabat Rasulullah saw., menyebar di berbagai kota. Dan setiap kaum memiliki pengetahuan sendiri-sendiri. Jika engkau ingin membawa mereka pada satu pendapat, niscaya akan timbul fitnah."

Yang dikatakan aib atau kesalahan, tidak terletak pada faktor ikhtilaf, tetapi pada sikap ta’ashub (fanatik) terhadap pendapat dan menolak mentah-mentah pemikiran serta pendapat orang lain.

Sudut pandang dan sikap yang benar terhadap masalah khilafiyah, dapat mengumpulkan hati manusia yang berbeda-beda pada kerangka fikrah yang sama. Zaid radhiallahu’anhu mengatakan, bahwa sudut pandang tentang ikhtilaf ini harus ada dalam sebuah jama’ah yang ingin menyebarkan fikrah dalam satu wilayah yang telah diguncangkan oleh pengaruh perselisihan masalah yang sebenamya tak perlu diperselisihkan."

Karakter Kelima: Jauh dari Intervensi Penguasa

Jauh dari intervensi penguasa karena biasanya para penguasa berpaling dari da’wah yang tumbuh secara independen, terlepas dari tujuan dan ambisi pribadi. Mereka cenderung memilih da’wah yang dapat menghasilkan keuntungan dan manfaat bagi mereka.

Dan karena kami, orang-orang yang tegak dengan da’wah Ikhwan, telah bersandar dalam masalah ini sejak awal masa da’wah berdiri, sehingga orisinalitas dan kebersihan warna da’wah tak dapat dipengaruhi oleh warna lain seperti yang diikehendaki para pembesar. Mereka tidak dapat memanfaatkan atau menunggangi da’wah kecuali ke arah tujuan yang memang dikehendaki oleh da’wah dan bersesuaian dengan cita-citanya. Dan mereka, para pembesar, dalam da’wah Ikhwan harus mampu tampil sebagai muslim sebenarnya, bukan muslim eksekutif, merekapun mempunyai kewajiban menyampaikan da’wah Islam kepada manusia.

Karena itu, kelompok pembesar dan pejabat sering menjauh dari Ikhwan, kecuali sedikit dari mereka yang memiliki sikap mulia, memahami fikrah, simpatik pada tujuan da’wah Ikhwan dan terlibat dalam amal-amal da’wah Ikhwan. Semoga mereka memperoleh taufiq dan dukungan dari Allah swt.

Karakter Keenam: Jauh dari Hegemoni Organisasi dan Partai

Yang dimaksud jauh dari hegemoni organisasi dan partai, selama antara partai dan organisasi terjadi perseteruan dan pertentangan yang tidak selaras dengan makna ukhuwwah dalam Islam. Da’wah Islam adalah da’wah umum yang menghimpun, bukan memecah belah. Da’wah Islam tidak bangkit dan bekerja dengan permusuhan dan pertentangan, namun dilakukan semata-mata ikhlash karena Allah swt.

Makna da’wah seperti ini, dirasa berat bagi sementara jiwa tamak yang ingin menjadikan partai dan kelompoknya sebagai batu loncatan untuk meraih jabatan dan meraup harta. Karena itu, kami memilih menjauhi hegemoni semua partai dan organisasi tersebut, dan bersabar dalam kondisi itu dari kemaslahatan yang mungkin dapat diambil, sampai faktor penghalang itu dapat terbuka. Sampai manusia mengetahui hakikat yang ditutup-tutupi tentang mereka kemudian mereka kembali pada langkah yang benar, setelah memperoleh berbagai pengalaman, keyakinan hati dan keimanan.

Ketika akar dan batang da’wah telah kokoh, sehingga mampu mengarahkan dan tidak diarahkan, mampu mempengaruhi dan tidak dipengaruhi, Ikhwan mengajak para pembesar, pejabat, berbagai organisasi dan partai unttuk bergabung.

Ikhwan mengajak mereka agar mereka turut menempuh jalan dan bekerja bersama, meninggalkan semua penampilan semu yang tak ada artinya dan bersatu di bawah bendera al-Qur’anul ‘Azhim, bernaung di bawah syi’ar Nabi yang mulia dan sistem Islam yang lurus.

Bila mereka memenuhi seruan kami, maka kebaikan dan kebahagiaan kembali pada mereka di dunia dan akhirat. Dengan bantuan mereka, insya Allah, perjalanan da’wah akan dapat lebih cepat dan menyedikitkan jerih payah dalam mencapai tujuannya.

Tapi bila mereka menolak, tak ada salahnya bagi kami untuk menanti beberapa saat. Kami hanya berharap pada Allah swt. hingga mereka tidak mempunyai alternatif lain kecuali bekerja untuk da’wah."Allah Maha Kuasa atas segala urusan-Nya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."

(Buku Ikhwanul Muslimin; Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan Oleh Syaikh Jasim Muhalhil)