Tujuan-tujuan Umum Harakah Islamiyyah

Oleh: DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris *

***

Dalam risalah bertajuk Bainal Amsi Wal-Yaum (Antara Kemarin dan Hari Ini) Hasan Al-Banna rahimahullah berkata,
“Tujuan-tujuan umum. Apa yang kita inginkan, wahai Ikhwan?”

“Apakah kita ingin mengumpulkan harta benda, sedangkan ia seperti bayangan yang pasti lenyap?”

“Apakah kita menginginkan jabatan yang pasti hilang?”

“Apakah kita ingin menjadi diktator di muka bumi, sedangkan bumi ini milik Allah yang akan diwariskan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya?”

“Kita membaca firman Allah Tabaraka wa Ta’ala,

 
“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Qashash [28]: 83)

“Allah memberi kesaksian bahwa kita tidak menginginkan apapun dari itu semua. Bukan untuk itu kita beramal dan bukan itu yang kita serukan. Sebaliknya, ingatlah selalu bahwa kalian memiliki dua tujuan utama:

1. Memerdekakan kawasan Islam dari setiap kekuasaan asing. Ini adalah hak asasi bagi setiap manusia, tidak bisa diingkari oleh seorang yang zalim lagi sewenang-wenang, atau seorang diktator yang menindas.

2. Berdirinya sebuah negara Islam yang merdeka di wilayah yang merdeka tersebut. Sebuah negara yang menjalankan hukum-hukum Islam, menerapkan sistem sosialnya, menyatakan prinsip-prinsipnya yang lurus, menyampaikan dakwahnya yang bijak kepada manusia. Selama negara ini belum berdiri, maka seluruh umat Islam berdosa dan bertanggungjawab di hadapan Allah yang Mahatinggi lagi Mahabesar atas kurangnya upaya mereka untuk mendirikannya dan keengganan mereka untuk mewujudkannya.

“Salah satu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dalam situasi yang ambigu ini adalah berdirinya sebuah negara yang menyerukan prinsip-prinsip yang zalim dan ajaran-ajaran yang salah, namun tidak ada orang yang berusaha mendirikan sebuah negara yang memberi kebenaran, keadilan dan kedamaian.”

"Kami ingin mewujudkan dua tujuan ini di lembah Nil, di wilayah Arab dan di setiap belahan bumi yang dikaruniai Allah akidah Islam.Sebuah akidah yang menyatukan seluruh umat Islam.”

Dalam risalah lain, Al-Banna rahimahullah menjelaskan kepada kita tujuan-tujuan jama’ah. Ia mengatakan,

“Setelah mendirikan pemerintahan Islam di Mesir, kami akan menghimpun setiap bagian dari wilayah Islam yang dipecah-belah oleh politik Barat dan dihilangkan persatuannya oleh ambisi Eropa.”

“Untuk itu, kami tidak mengakui adanya sekat-sekat politik ini. Kami tidak mengakui kesepakatan internasional yang mengubah wilayah Islam menjadi negara-negara yang kecil, lemah dan tercabik-cabik, sehingga mudah ditelan para penjajah. Kami tidak diam terhadap perampasan kebebasan bangsa-bangsa ini dan penjajahan bangsa lain atas mereka. Karena Mesir, Suria, Irak, Hijaz, Yaman, Tripoli, Tunisia, Aljazair, Marrakesh dan setiap jengkal tanah yang padanya terdapat seorang muslim yang mengucapkan La Ilaha Illallah, semua itu adalah tanah air kami yang terbentang luas. Kami akan berupaya membebaskannya, menyelamatkannya dan menyatukan bagian-bagiannya. Karena akidah Islam mewajibkan setiap Muslim yang kuat untuk menjadi pembela bagi setiap orang yang jiwanya telah teresepai ajaran-ajaran Al-Qur’an. Setelah itu, kami ingin panji Allah kembali berkibar tinggi di atas wilayah-wilayah yang di suatu saat pernah merasakan indahnya Islam dan bergema suara muadzin mengucapkan takbir dan tahlil, namun sesudah itu cahayanya redup lalu kembali kufur.”

“Setelah itu, kami ingin menyampaikan dakwah kami kepada seluruh dunia, menyampaikan pesan kepada semua manusia, mengupayakan agar dakwah kami menjangkau seluruh penjuru dunia, menudukkan setiap tiran kepada dakwah, agar tidak ada lagi fitnah dan agar seluruh kepatuhan hanya kepada Allah. Pada hari itu, orang-orang mukmin merasa senang dengan pertolongan Allah. Dia menolong siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dialah yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.”

Imam Asy-Syahid rahimahullah meneguhkan tekadnya untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut apapun resikonya. Karena realiasi tujuan-tujuan tersebut merupakan kewajiban Islam paling penting di pundak umat Islam, terutama jama’ah Al-Ikhwan Al-Muslimun yang didirikan Al-Banna rahimahullah. Ia menyatakan bahwa orang-orang yang kecewa tidak akan memengaruhi perjalanan jama’ah ini untuk mencapai tujuan-tujuannya. Al-Banna mengatakan,

“Silakan orang-orang yang lemah dan pengecut itu mengatakan bahwa ini adalah mimpi di siang bolong dan ilusi yang membayangi pikiran manusia. Itulah kelemahan yang tidak pernah kami kenal dan tidak pernah dikenal Islam. Itulah penyakit wahn yang dihujamkan ke hati umat ini, sehingga memberi peluang kepada musuh untuk menguasai mereka. Itulah kekosongan hati dari iman dan itulah alasan jatuhnya umat Islam. Kami nyatakan secara tegas dan gamblang bahwa setiap muslim yang tidak memercayai manhaj tersebut dan tidak berusaha untuk mewujudkannya adalah orang yang memiliki tempat sedikit pun dalam Islam. Silakan ia mencari pemikiran lain untuk dijadikannya komitmen dan diperjuangkannya.”

Jalan Menuju Perubahan

Ustadz Al-Banna rahimahullah telah menggariskan jalan perubahan bagi Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam beberapa risalah yang ditulisnya untuk jama’ah. Garis perjuangan ini menjadi penghimpun jama’ah. Hati para pengikutnya di masa lalu dan masa kini terajut pada pemikiran harakah ini.

Musyrid ‘Am sekaligus pendiri jama’ah ini telah menggariskan jalan perubahan bagi individu muslim, dilanjutkan dengan keluarga muslim, lalu bangsa dan pemerintah muslim. Penjelasan rincinya adalah sebagai berikut,

1. Kami memulai dari individu muslim. Kami membinanya dengan pembinaan yang paripurna; spiritual, intelektual dan fisik. Hal itu agar ia menjadi orang kuat ruhnya sehingga mampu menghadapi syahwat dan syubhat, serta tidak lemah saat menerima bujukan; kuat akalnya, memiliki pikiran yang Islami dan bersih, nalar yang tepat dan wawasan yang luas, serta mampu menghadapi serangan pemikiran dari luar Islam, bahkan mampu beralih kepada fase menantang kekafiran dan atheisme di tempat asalnya; serta kuat secara fisik sehingga ia mampu memikul beban jihad Islam untuk merebut kembali tanah airnya dan memukul mundur musuhnya. Karena fisik yang lemah dan penyakitan tidak akan mampu bertempur dan berduel sebagai pahlawan perang.”

Seyogianya semua sarana informasi dikerahkan untuk membangun individu dari segi pemikiran, spiritual dan fisik ini. Program-program pemikiran, kebudayaan, spiritual dan olah raga dapat membatu mewujudkan tujuan tersebut. Sedangkan sarana-sarana informasi yang menghambat atau berlawanan dengan tujuan tersebut harus dihindari. Setiap fasilitas yang dapat melemahkan ruh, merayu hati untuk menyimpang dan membuat individu ragu akan agama dan akidahnya itu harus dijauhi.

Kecabulan, perzinahan, perbuatan fasik dan nista, serta hal-hal yang menstimulasinya itu harus diperangi untuk melindungi individu prajurit yang di pundaknya kita gantungkan harapan untuk membebaskan tanah air, masjid dan Al-Aqsha kita.

Seyogianya para da‘i diberi akses untuk menyadarkan dan membimbing masyarakat, serta memberi mereka pembinaan Islami yang benar. Seyogianya mereka diberi setiap fasilitas yang mereka butuhkan untuk membina generasi penerus. Kita harus merevisi manhaj tarbiyyah kita berdasarkan pemikiran ini.
Kita harus merevisi hubungan sosial, politik dan kebudayaan kita dengan pihak lain, dengan melakukan kajian-kajian yang mendalam dan cermat.

Seyogianya setiap individu merasakan kebebasannya, kemuliaannya dan perlindungan baginya dari hukuman penjara ketika ia menyampaikan sebuah pendapat atau solusi. Karena tujuannya, benar atau salah, adalah mengupayakan maslahat bagi umat dan menghindarkannya dari kerusakan.

2. Keluarga muslim. Seyogianya kita menaruh perhatian terhadap keluarga muslim sejak awal ia dibentuk, sehingga ia berdiri di atas fondasi yang Islami; fondasi agama yang kuat. Pilihlah pasangan yang baik agamanya, maka Anda akan menuai keuntungan. Sebuah keluarga yang mencintai Allah dan taat kepada-Nya, menaruh perhatian kepada anak-anak dan mendidik mereka sejak dini dengan pendidikan Islami yang benar. Karena keluarga merupakan benteng alami untuk memberi anak pendidikan dan arahan, serta dibentuk kepribadiannya.

3. Bangsa muslim. Bangsa muslim terbentuk dari sekumpulan individu dan keluarga muslim terdidik dengan pendidikan Islam, mengimani Islam sebagai akidah, syari’at, aturan kehidupan. Kita wajib mengupayakan rasa saling cinta dan sayang di antara individu-individu bangsa ini, agar mereka saling mengenal, saling memahami dan saling menanggung. Di dalam sebuah hadits disebutkan, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyanyangi itu seperti satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh mengaduh, maka anggota tubuh yang lain pun meresponnya dengan begadang dan demam.”

Kita wajib memerangi fanatisme tercela dan permusuhan yang menjangkiti kelompok-kelompok masyarakat. Semua orang harus disatukan dengan ikatan akidah dan agama. Itulah ikatan paling kuat yang menyatukan manusia dan mendorong mereka untuk membebaskan diri mereka dan memerdekakan tanah air mereka. Karena cinta tanah air dalam agama ini merupakan kewajiban syar’i bagi setiap muslim yang telah baligh dan berakal sehat, baik laki-laki atau perempuan. Islam mengharamkan seorang muslim untuk menzhalimi dan berbuat jahat kepada orang lain. Islam juga memotivasi setiap muslim untuk berbuat baik kepada non-muslim asalkan mereka tidak memeranginya dan mengusirnya dari kampung halamannya.

Seyogianya kita membersihkan setiap muslim dari pikiran-pikiran asing yang memasuki dunia kita bersama dengan pasukan yang menyerang negeri kita, baik secara militer atau pemikiran.
Seyogianya kita memerangi tradisi-tradisi asing yang bertentangan dengan agama kita, sebagaimana kita wajib membersihkan masyarakat kita dari moral sosial orang-orang kafir. Moral inilah yang telah mengoyak-ngoyak kita serta membuat kita lupa akan akhlak dan tradisi-tradisi Islami kita.

4. Pemerintahan muslim. Sudah sejawarnya dan telah menjadi aksioma, ketika telah terbentuk satu bangsa muslim yang komit terhadap Islam dari segi syari’at, akidah dan sistem kehidupan, lurus akhlaknya, kebiasaan dan pemikiran-pemikirannya itu menghasilkan pemerintahan muslim yang komit terhadap Islam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ia bekerja untuk menyebarkan Islam di dalam dan di luar, menerapkan hukum pidana dan hukum-hukum yang lain. Inilah pemerintahan yang menghabiskan seluruh waktunya, siang dan malam, untuk membuat recana, melaksanakan dan berusaha dengan segenap tenaga untuk membentuk pasukan modern, yang mencakup setiap aspek di zamannya dari segi perencanaan, persenjataan, pendidikan dan pelatihan, komando dan manajemen.

Inilah pemerintah yang mengatur potensi umat dan sarana-sarana pengarahan dan pendidikan di dalamnya. Ia mengarahkan potensi-potensi umat, sumber daya manusia, sumber daya alam, kekuatan ekonomi, politik dan pemikiran untuk mengabdi kepada masalah-masalah negara dan membelanya. Masalah terpenting adalah masalah pemerintahan yang menerapkan Kitab Allah Tabaraka wa Ta’ala dan Sunnah Rasulullah Saw. secara paripurna, serta memahami bahwa jihad merupakan fardhu ‘ain bagi umat Islam. Apabila sejengkal tanah umat Islam diserobot pihak asing, maka setiap pemuda wajib keluar tanpa perlu ijin dari ayahnya, istri keluar tanpa ijin suaminya. Pemerintah adalah pemegang hak dalam menyatakan mobilisasi umum. Apabila mobilisasi umum telah dinyatakan, maka semua orang wajib terjun untuk memerangi musuh mereka. Dan mereka telah bersiap untuk menunaikan tugas ini dan juga tugas dan kewajiban lainnya.

Seyogianya pemerintah muslim itu mengupayakan kehidupan yang merdeka dan mulia bagi rakyatnya, baik muslim atau non-muslim. Seyogianya rakyatnya dijamin kebebasannya untuk berkeyakinan dan beragama. Adalah hak setiap individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan dari penjara secara sewenang-wenang.

Pemerintah harus memberi kesempatan bagi rakyatnya untuk mengungkapkan pendapat mereka, meskipun berupa kritik terhadap pemerintah. Karena Allah telah mewajibkan setiap muslim yang melihat kemungkaran untuk melarangnya. Jadi, ia wajib melaksanakan tugas ini; amar ma’ruf dan nahi munkar. Semua ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Rakyat harus diberi kemudahan dan tidak dihalangi langkahnya. Pemerintah-lah yang melatih dan menyediakan senjata dan fasilitas lain bagi para mujahid, baik miskin atau kaya, meskipun pembiayaannya diambil dari masyarakat.

Seyogianya pemerintah muslim mendidik pasukannya dan setiap muslim yang berkesempatan untuk menjadi pasukan, agar mereka bertakwa terhadap Allah, teguh dalam peperangan, banyak berdzikir kepada Allah dan sabar. Juga agar mereka meneladani Rasul sang panglima perang yang pemberani, mengambil inspirsi dari tokoh-tokoh panglima perang dalam perluasan wilayah Islam dan Khulafa Rasyidun. Juga agar mereka tidak putus asa, apapun situasi dan kondisinya.

Inilah jalan yang diakui dan autentik menuju perubahan sistem jahiliyah. Inilah kaidah dalam perubahan. Dakwah dan para da‘i diberi kebebasan, semua sarana informasi—baik cetak atau elektronik—dimanfaatkan untuk menyebarkan dakwah Islam dan mengenalkan masyarakat tentang dakwah Islam.
Ketika iklim kebebasan dalam menetapkan tujuan dan sarana, serta mengupayakannya itu telah ada, maka Islam dan para da‘inya pasti menang, karena Islam adalah agama fitrah, agama akal, agama nurani, agama keadilan yang memberi kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ya, Islam akan menang dalam jangka waktu yang singkat. Allah berfirman,

 
“Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap.” (QS Al-Anbiya’ [21]: 18)

*) DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris

DR. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris adalah anggota Parlemen Jordania. Berasal dari desa Falujah, Palestina yang diduduki Israel 1949. Lahir tahun 1940. Menjadi Anggota Parlemen Jordania pada tahun 1989, kemudian terpilih kembali pada tahun 2003. Sempat dicabut keanggotaannya sebagai anggota parlemen Jordania karena melayat saat terbunuhnya Az-Zarkawi, pimpinan Al-Qaedah di Irak, kemudian dipenjara selama 2 tahun dan dibebaskan berdasarkan surat perintah Raja Abdullah II bersama temannya sesama anggota perlemen Ali Abu Sakr.

DR Abu Faris aktivis Gerakan Dakwah di Jordania. Meraih gelar doktor dalam bidang Assiyasah Assyar’iyyah (Politik Islam). Kepala bidang Studi Fiqih dan Perundang-Undangan di Fakultas Syari’ah Universitas Jordania. Beliau juga Professor pada Fakultas Syari’ah pada universitas tersebut. Di samping itu, beliau juga Direktur Majlis Tsaqofah Wattarbiyah pada Lembaga Markaz Islami Al-Khairiyah. Mantan Anggota Maktab Tanfizi Ikhwanul Muslimin, Anggota Majlis Syura Ikhwanul Mislimin dan Partai Ikhwan di Jordania.

Beliau terkenal dengan ketegasannya, ceramah-ceramah yang dahsyat di Masjid Shuwailih, kota Oman. Beliau memiliki lebih dari 30 karya buku terkait Hukum Islam, Siroh Nabawiyah, Politik Islam, Gerakan Islam. Syekh DR. Abu Faris memiliki ilmu syari’ah yang mendalam sehingga menyebabkan Beliau pantas mengeluarkan fatwa-fatwa syar’iyah. Beliau juga sangat terkenal kemampuan penguasaan pemahaman Al-Qur’an dan tafsirnya.