Dampak Isti'jaal : Berhasil Dalam Permulaan Semata

Meski suatu harakah telah memiliki banyak anggota, bekal serta peralatan yang cukup, namun jika tidak menilai akibat seperti makin berkuasanya musuh-musuh dan timbulnya fitnah dan tindak pembalasan oleh rakyat, maka semua itu dapat menyebabkan isti’jaal.

Mungkin inikah rahasia perintah Islam untuk tetap bersabar dalam menghadapi para penguasa, selama mereka belum menunjukkan kekufuran secara jelas dan keluar dari jalur Islam secara nyata. Sabda Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam.

"Barangsiap yang mendapatkan dari pemimpinnya sesuatu yang ia tidak sukai, maka hendaknya ia bersabar, karena barangsiapa yang memisahkan diri dari jama’ah satu jengkal, kemudian mati, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah". (HR Bukhari dan Muslim)

Ubadah Ibnush Shamit ra meriwayatkan bahwasanya ia pernah dipanggil Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, kemudian berbai’at kepadanya. Beliau bersabda :

"Sesungguhnya kami berbai’at untuk mendengar dan taat, baik pada waktu suka ataupun tidak suka (duka), baik pada waktu sulit maupun lapang, dan tidak akan bersikap mementingkan diri sendiri, dan supaya kami tidak melanggar perintah, kecuali jika kami melihat kekufuran yang merupakan isyarat dari Allah yang terbukti kebenarannya".

Kita tidak boleh menentang para pemimpin kita (penguasa) dalam menjalankan kepemimpinannya, dan janganlah menolak mereka, kecuali jika mereka jelas-jelas melihat mereka melakukan kekufuran serta telah keluar dri tuntutan Islam. Jika kita telah menyaksikan hal seperti itu, maka kita wajib menegur dengan lisan dan dengan hati. Kita tidak boleh (haram) keluar dari berisan, apalagi berusaha memerangi, sebelum segala sesuatunya jelas dan mendapatkan persetujuan dari mayoritas kaum muslimin lainnya. Ibnu at-Tin, dari Ad-Daudi, mengatakan, "Yang wajib diakukan oleh para ulama dalam menghadapi penyelewengan para pemimpin, yaitu bagaimana caranya dapat menurunkannya tanpa harus diwarnai fitnah dan perbuatan dzalim. JIka tidak demikian, maka mereka itu (para ulama) wajib untuk tetap berlaku sabar". (Fathul Bahri)

Tidak Adanya Program dan Methode yang Menyerap Potensi.

Hal ini dapat mengantarkan seorang aktivis ke arah isti’jaal.Sesungguhnya manusia itu berada diantara dua kemungkinan, yakni jika tidak disibukkan oleh sesuatu yang haq, maka ia akan disibukkan dengan sesuatu yang bathil. Karena itu, Islam menekankan kepada setiap muslim untuk memanfaatkan aktivitas harian, mingguan, bulanan, dan tahunannya dengan sebaik-baiknya dalam perspektif amaliyah Islam.

Kemudian Islam juga menyeru kepada para pemimpin umat agar mereka mengonsentrasikan diri dan berdaya upaya dalam mencari dan menemukan serta menyediakan aneka sarana yang sekiranya dapat memberikan kemaslahatan yang sebanyak-banyaknya b agi kepentingan kaum muslimin. Jka mereka tidak melakukan hal yang seperti itu, niscaya mereka akan diharamkan dari surga-Nya. Sebagasimana sabda Rasulullah Shallahu alaihi was sallam :

"Tak seorang pemimpin pun yang membawahi kaum msulimin, kemudian tidak berupaya untuk mereka dan tidak jujur kepada mereka, kecuali ia tidak akan masuk surga bersama mereka". (HR Bukhari)

Mengerjakan Amal Tanpa Keahlian

Seseorang yang melakukan suatu pekerjaan tanpa keahlian dan pengalaman, akan dapat mendorong dirinya berlaku isti’jaal. Sesungguhnya manusia dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa tentang kehidupan di dunia ini. Sebagaimana firman-Nya:

"Dan Allah yang mengeluarkan kalian dari perut ibu-ibu kalian dalam keadaan kalian tiak mengetahui apa-apa". (QS : an-Nahl : 78)

Dengan anugerah Allah, manusia diberi pendengaran, penglihatan, dan hati. Dengan itu mereka mulai belajar, baik melalui buku maupun lewatr pengalaman dan praktik. Pelajaran yang didapat melalui pengalaman merupakan guru yang baik. Dengandemikian, dalam mempelajari perjalanan dakwah, para aktivisnya sudah semestinya belajar dari orang-orang yang memiliki kemampuan dan pengalaman, maka pasti perjalanan dakwah yang akan dilakukannya banyak menghadapi kendala dan kesalahan serta dirinya akan gampang bersikap isti’jaal.

Barangkali inilah sebabnya Islam mewasiatkan umatnya untuk menghormati para ulama, orang-orang tua, dan orang yang memiliki kelebihan. Rasulullah shallahu alaihi was sallam bersabda :

"Yang berhak mengimani suatu kaum adalah orang yang paling pandai membaca Kitabullah, dan jika terdapat persamaan dalam kepandaian membaca maka (ditunjuk) yang paling mengetahui Sunnah. Kalau dalam pemahaman Sunnah sama, maka yang paling dahulu hijrah. Dan sama-sama berhijrah, maka yang paling dahulu masuk Islam. dan tidak seorang memberi jaminan keamanan kepda orang lain dalam kekuasaannya, dan janganlah dduuk di rumahnya kecuali denga izinnya sebagai kehormatan baginya". (HR Muslim)

Selain itu, manfaat lain dair hal tersebut yakni sesoran gaktivis dapat memetik hasil dari buah pengalaman dan keahlian mereka selama menjalani hidup yang panjang. Ini karena pada umumnya, secara psychologis, para orang tua (senior) akan memberi kepada yang memintanya selama yangmeminta itu dapat bersikap baik atau menempatkan dirinya secara proporsional. Wallahu’alam.