Kondisi Objektif Gerakan Dakwah Saat Ini (6)

9. Krisis Kepercayaan

Di antara krisis besar yang sedang melanda Gerakan Dakwah hari ini ialah krisi kepercayaan. Krisis keprcayaan tersebut terjadi dalam semua level kehidupan.

Para aktivis dan sebagian tokoh yang masih komitemen dengan nilai dan semangat dakwah mengalami kehilangan kepercayaan terhadap para pemimpin dakwah yang kurang professional dan bahkan menyimpang. Kondisi seperti ini telah melahirkan fiksi, perpecahan, atau paling tidak perang dingin internal.

Kalau dibiarkan tanpa ada solusi yang benar, dikhawatirkan akan menimbulkan bencana besar bagi dakwah, paling tidak seperti yang dirasakan saat ini, hilangnya semangat berdakwah yang sudah pasti menyebabkan pertumbuhan dakwah menjadi lamban, dan bahkan mengalami setback (kemunduran), khususnya secara kualitatif. Sejarah Gerakan Dakwah kontemporer juga mencatet perpecahan internal nyaris tidak dapat dihindarkan sehingga munculkan berbagai pecahan atau ibarat sekoci-sekoci yang lepas dari induknya.

Ssesama Gerakan Dakwah saling curiga dan belum mau bekerjasama, minimal dalam hal-hal yang disepakati. Ide kesatuan dan persatuan Gerakan Dakwah masih jauh panggang dari api. Anehnya, seringkali kita lihat ada saja Gerakan Dakwah tertentu dapat bekerjasama dengan partai atau kelompok sekular dan nasionalis yang jelas-jelas ideologi dan program hidupnya sangat berbeda. Pertanyaannya ialah : Sesama Geralan Dakwah yang memiliki landasan dan tujuan yang sama, kenapa tidak bisa bekerjasama? Paling tidak dalam berbagai program dakwah? Aneh memang, tapi nyata adanya.

Di mata kaum Muslimin secara umum, Gerakan Dakwah masih terlihat ekslusi dan bahkan banyak tokoh masyarakat yang menuduhnya sebagai ancaman atau bahaya. Kenapa masih banyak kaum Muslimin dan tokoh mereka yang masih berpandangan demikian terhadap Gerakan Dakwah? Padahal sejatinya, kaum Muslimin secara umum adalah market atau pendukung dakwah yang utama. Hudubungan yang seharusnya dalam frame dakwah dan ukhuwwah (persaudaraan) berubah menjadi permusuhan, atau paling tidak tidak belum memiliki kepentingan bersama.

Anehnya, ketika Gerakan Dakwah memerlukan mereka, seperti dalam PILPRES dan PILKADA misalnya, semua tudingan miring yang diarahkan kepada Gerakan Dakwah seperti eksklusif, anti bid’ah dan sebagainya dicoba dihapus dengan melakukan serangkaian aktifitas keagamaan yang selama ini dianggap bida’ah sepeti acara maulidan, tahlilan, iedul fitri dan iedul adh-ha bersama pemerintah dan sebagainya.

Ini adalah salah satu kebersahajaan atau kesederhanaan berfikir para pemimpin Gerakan Dakwah yang sangat berbahaya. Pelanggaran nilai-nilai ajaran Islam , sekecil apapun, tidak boleh dilakukan kendati dengan tujuan untuk mencapai kepentingan tegaknya Islam. Karena dalam Islam dibangun sebuah kaedah : tidak boleh menghalakan segala cara atau untuk meraih kebaikan haris dengan cara yang baik pula. Apalagi jika pelanggaran itu dilakukan untuk kepentiangan duniawi para pemimpin dan tokoh Gerakan Dakwah seperti kekuasaan dan sebagainya, sudah pasti merupakan perbuatan yang sangat tercela, alias bertentangan dengan pola dakwah Rasul Saw. Dan para Sahabat.

Prilaku seperti tersebut di atas juga menambah kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap Gerakan Dakwah. Mereka dibutuhkan hanya ketika diperlukan. Ibarat pepatah, habis sepah, sampah dibuang. Alih-alih memberikan pelayanan kepada masyarakat dan memperjuangkan nasib mereka yang semakin hari semakin memprihatinkan, dalam semua lapangan kehidupan, sementara kesulitan hidup mayoritas kader yang berjibaku memperjuangkan dakwah dan kepentingan para pemimpin dan Gerakan Dakwah belum dapat mereka selesaikan dengan baik dan maksimal, bahkan cendrung dilupakan.

Yang tampak anyata hanyalah para kader dan aktivis setiap waktu dcekoki dengan doktrin keharusan ta’at, tsiqoh, husnuzh-zhan dan ‘tadh-hiyah (pengorbanan) untuk dakwah. Sementara para pemimpin dan elitenya hidup dengan ekonomi melimpah dari hasil pekerjaan sebagai broker-broker politik dan dakwah. Tanpa melibatkan nama “dakwah” dan nama “para kader” dan simpatisan mustahil mereka memperoleh apa yang mereka nikmati sekarang. Sebab itu tak heran, ada yang berkata pada penulis : Untuk apa kalian mati-matian memperjuangakn dunia orang lain?

Di manta penguasa atau pemerintahan negeri-negeri Islam yang belum meyakini Islam sebagai the way of life, baik karena pengaruh ideology sekularisme peninggalan kolonialis Barat Kristen atau karena dipaksa oleh kekuatan pilitik global seperti Amerika, Gerakan Dakwah Islam masih dianggap sebagai bahaya laten. Fakta membuktikan tak jarang penguasa-penguasa negeri Islam melakuakn titnah, rekayasa dan bahkan tindakan yang agresif dan aksesif terhadap tokoh dan para aktivis Geraklan Dakwah. Sejarah mencatat betapa dahsyatanya kejahatan yang dilakukan Orde Baru terhadap Gerakan Dakwah di negeri ini. Demikian juga di berbagai belahan bumi Islam lainnya, seperti Mesir, Turki dan sebagainya.

Di Indonesia, ada kasus Gerakan Jihad Imran yang menurut banyak riwayat direkayasa Ali Murtopo. Ada pembantaiaan Tanjung Priok (1984), lampung yang dilakukan L.B Moerdani cs. Ada pemurtadan massal terhadap umat Islam umumnyam dan Gerakan Dakwah khusunya yang dilakukan Soeharto dengan memaksakan ideologi asas tunggalnya. Dan masih banyak lagi yang tersimpan sepanjang sejarah Orde Baru yang berumur 32 tahun itu. Demikian juga di masa Orde Lama, Gerakan Dakwah masih dianggapa senbagai bahya laten. Hatta yang menggunakan jalur lembaga sosial dan politik formal sekalipun, di mata Orde Lama masih dianggap ancaman Negara Kesatuan Indonesia, khsusnya terhadap Masyumi.

Di zaman Reformasi yang sudah berusia 10 tahun ini, Gerakan Dakwah masih saja dianggap sebagai bahaya laten. Padahal sejarah mencatat, sejeak dari kemerdekanan 1945, menjatuhkan Orde lama dan Orde Bariu, Gerakan Dakwah dengan segala macam kelemahan dan kelebihannya, memiliki peran yang amat besar.

Sebagaimana di zaman Orde Lama dan Orde Baru, di Era Reformasi ini berbagai rekayasapun diluncurkan terhadap Gerakan Dakwah. Rekayasai tersebut semakin kuat. Ada yang diangkat melalui isu lokal seperti GAM (Gerakan Anti Maulid), ancaman bagi kaum minoritas dan sebagainya, serta ada pula bersifat menglobal seperti tuduhan terorisme yang digulirkan Presiden Amerika Gerge W. Bush dan kawannya serta Gerakan Transnasional yang dihembuskan oleh musuh-musuh Islam dari luar Islam.

Isu-isu tersebut telah berhasil menggiring opini sebagian besar umat dan juga sebagain tokoh orams Islam besar di negeri ini dalam rangka mencurigai berbagai Gerakan Dakwah yang muncul. Penulis sempat melihat video ceramah salah seorang pimpinan ormas dan dakwah Islam terbesar di Negeri ini yang sedang meprovokasi umat dan ulama agar mewaspadai dan menghambat lajunya pertumbuhan Gerakan Dakwah Kontemporer yang mereka tuduh sebagai GerakanTrans Nasional yang akan menggilas Gerakan Dakwah Tradisional. Penlis juga sempat mengetahuai adanya SK Ketua Umum salah satau ormal Islam ternama untuk menggusur semua pengurus Masjid atau gerakan kepemudaan Islam yang disinyalir berasal dari Gerakan Dakwah yang mereka namakan dengan Gerakan Trans Nasional.

Untuk meyakinkan semua umat maniusia kepada kebenaran Islam memang sesuatu yang mustahil. Tapi meyakinkan umat Islam terhadap kebenaran semua ajaran agama mereka, baik yang terkait dengan indivisu, social maupun Negara dan pemerintaham, merupakan PR (Kekerjaan Gumah) Gerakan Dakwah Masa Depan, kendati tidak ada jaminan 100 % kaum Muslim mau dengan ikhlas menerima Islam sebagai manhajul hayah (konsep hidup) dan memenej semua aspek kehidupan.

Pertanyaannya adalah : Kenapa umat Islam sendiri kehilangan kepercayaan pada agama mereka sendiri? Penyebabnya tentulah banyak. Di antaranya, kurangnya kepahaman mereka terhadap Islam sebagai akibat deislamisasi yang dilakukan penjajahan Kolonial Eropa selama menjajah negeri-negeri Islam, tak terkecuali kawasan Nusantara ini. Deislamisasi tersebut sudah menggurita dengan kuat berpuluh-puluh tahun lamanya dalam bentuk sistem, perundang-undangan, pendidikan, budaya dan media massa. Bayangkan, betapa beratnya beban dan pekerjaan Gerakan Dakwah untuk meyakinkan kembali umat ini kepada kebenaran ajaran Islam.

Satu hal yang perlu dicatat ialah, jika aktivisnya mengelami krisis kepercayaan pada qiyadah (pememimpin) mereka dan begitu pula dengan sesama Gerakan Dakwah jiuga mengalami krisis kepercayaan, bagaimana mungkin Gerakan Dakwah mampu menanamkan keprcayaan pada para pemimpin atau penguasa negeri-negeri Islam serta masyarakat Muslim yang masih belum yakin pada syumuliyatul Islam (komprehesnivitas Islam)? Apalagi jika mereka melihat para tokoh Gerakan Dakwah masih suka dan tertipu oleh kemilau duniawi yang menjadi tujuan hidup matinya para penguasa.

(bersambung)