Kondisi Objektif Gerakan Dakwah Saat Ini

Pendahuluan

Besarnya jasa Gerakan-Gerakan Dakwah di berbagai belahan dunia Islam- sebagai gerakan penyadaran umat – dalam mengembalikan umat kepada Islam pascakeruntuhan Khilafah Utsmaniyah 1924 – adalah suatu hal yang tidak bisa dipungkiri. Di samping itu, terbukanya peluang yang sangat besar dalam mengembangkan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat Muslim, termasuk di Indonesia hari ini, baik informal maupun formal juga suatu kenyataan yang bisa dirasakan oleh semua aktivis Gerakan Dakwah Islam. Klaim sebagian Gerakan Dakwah bahwa gerakannyalah yang paling berjasa dalam menciptkaan situasi dan kondisi seperti sekarang ini juga kita lihat indikasinya, baik diucapkan ataupun melalui sikap yang dimunculkan.

Namun, terlepas dari itu semua, berbagai Gerakan Dakwah sedang berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan alias sedang dilanda krisi multi dimensi. Itulah yang mengakibatkan Gerakan Dakwah dalam kondisi meprihatinkan. Jika krisis-krisis tersebut tidak segera dicarikan solusinya, tidak mustahil Gerakan Dakwah, khsusnya di negeri ini, dan juga di berbagai negeri Islam lainnya akan berjalan di tempat atau bahkan setback (mundur ke belakang) dan tidak akan mampu memainkan perannya lebih baik dan maksimal di masa mendatang. Di antara krisis tersebut adalah :

1. Krisis Keyakinan Pada Petolongan Allah

Salah satu sisi perbedaan yang paling menyolok antara generasi Islam pertama yang dipimpin langsung Rasulullah Saw. dengan kita yang hidup di akhir zaman ini ialah keyakinan akan pertolongan Allah. Sahabat Rasul Saw. sangat yakin pada janji pertolongan Allah. Saking yakinnya, mereka nyaris tidak pernah membicarakan pertolongan itu. Untuk apa dibahas dan didiskusikan lagi? Saat menghadapi konisi yang amat sulit, sebagai manusia, sebagian sahabat juga atergoda menayakan pada Rasul saw. kapan kemenangan dunia ini dapat tercapai. Namun setiap kalu menyakannhya pada Rasul saw.

Jawaban Beliau ataupun jawaban wahyu dari Allah tetap menggambarkan suatu kepastian asalakan para sahabat mau mengikuti proses yang telah ditentukan Allah dalam keadaan sabar dan istiqomah.
Sautu ketiaka, Rasul saw. sedang berada di dekat Ka’bah. Tiba-tiba datang sahabat bernama Khbbab ibn Irts. Saat itu suasana kehdiupan umat Islam generasi pertam itu sangat sulit dan menderita sebagai akibat tekanan dan boikot kaum Musyrikin Mekkah. Lalu sahabat tersebut datang menghampiri Rasus Saw. sambil menjelasakan keluh kesahnya seperti yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا بَيَانٌ وَإِسْمَاعِيلُ قَالَا سَمِعْنَا قَيْسًا يَقُولُ سَمِعْتُ خَبَّابًا يَقُولُ
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً وَهُوَ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ وَقَدْ لَقِينَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ شِدَّةً فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلا تَدْعُو اللَّهَ فَقَعَدَ وَهُوَ مُحْمَرٌّ وَجْهُهُ فَقَالَ لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيدِ مَا دُونَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَيُوضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مَفْرِقِ رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَلَيُتِمَّنَّ اللَّهُ هَذَا الأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ مَا يَخَافُ إِلا اللَّهَ زَادَ بَيَانٌ وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ (رواه الإمام البخاري)

Al-Humaidi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan pada kami, Bayan dan Ismail mencertakan pada kami sambil berkata : Kami mendengar Qais berkata, Saya mendengar Khabbab becerita : Saya pernah datang kepada Nabi Saw saat dia bernaung di Ka’bah sambil berselimut dengan burdahnya. Kami telah menerima berbagai kesulitan dari kaum Musyrikin. Maka saya berkata : Wahai Rasulullah… Kenapa tidak Engkau doakan kami pada Allah? Lalu Beliau duduk sambil wajahnya merah dan berkata : “Sungguh orang sebelum kamu disisir dengan sisir besi sengingga daging atau uratnya terlepas dari tulang. Namun demikian tidak menyebabkan ia berpaling dari agamanya. Dan diletakkan gergaji di atas kepalanya, lalu digergaji sehingga terbelah dua (bdannya), maka hal itu tidak menyebabkanya berpaling dari agamanya. Pasti Allah akan menyempurnakan urusan ini (dakwah Islam) sehingga pengendara kuda berjalan dari Shan’a ke Hadhramaut tidak takut kecuali hanya kepada Allah. Lalu Bayan menambahkan “ dan (kecuali) terhadap serigala atas kambingnya”. (HR. Bukhari)

Berbagai cobaan dan intimidasi yang dihadapi para Sahabat, tidak menjadikan mereka berfikir untuk menempuh jalan pintas, apalagi berpaling dari Islam. Karena berbagai ujian dan tantangan itu sudah menjadi ketetapan Allah. Sebab itu, mereka hanya berkonsentrasi belajar Islam serta menerapkannya semaksimal mungkin. Mreka amat sangat yankin dengan janji Allah seperti yang dijelaskan-Nya :

إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آَمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأَشْهَادُ

Sesungguhnya Kami pasti menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (QS. Ghafir / 40 :51))

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ رُسُلا إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَانْتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ

Dan sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa.Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS. Arrum / 30:47)

وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُونَ فِي الأَرْضِ تَخَافُونَ أَنْ يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَآَوَاكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (26)

Dan ingatlah (hai para Muhajirin), ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Medinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolonganNya dan diberi-Nya kamu rezki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. (QS. Al-Anfal/8 : 26)

Generari Sahabat sebagai generasi terbaik selalu mendahulukan Allah dan Rasul-Nya ketimbang akal mereka sendiri, apalagi mendahulukan kepentingan pribadi mereka dari kepentingan umat atau kepentingan duniawi dari kepentingan negeri akhirat. Karena mereka paham betul bahwa pertolongan Allah itu datang pada saat yang dikehendaki-Nya, yakni saat mereka berkomitment sekuat tenaga dengan ketentuan apa saja yang mereka terima dari Allah dan Rasul-Nya.

Komitment yang kuat terhadap arahan dan aturan Allah dan Rasul-Nya merupakan syarat utama yang ditetapkan-Nya dalam memberikan kemenangan pada hamba-Nya. Para Sahabat Rasul Saw. paham betul masalah ini, sehingga mereka yakin betul akan pertolongan Allah, kendati perlengkapan dan fasilitas duniawi mereka jauh di bawah apa yang dimiliki musuh-musuh mereka. Perang Badar adalah salah satu fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri. Saat itu, baik dari segi jumalah personil maupun perlengakapan perang yang mereka meiliki jauh di bawah apa yang dimiki kaum musyrikin. Merekapun meraih pertollongan Allah.

Di samping itu, ada hal yang sangat menarik untuk dipelajari dari tipologi para Sahabat Rasul Saw yaitu, mereka tidak pernah mendefinisikan kemenangan itu identik dengan kemenangan duniawi dengan segala bentuknya, seperti harta, pangkat, kedudukan, penaklukan, kekuasaan dan sebagainya. Mereka sadar betul hal-hal tersebut hanya akan menyebabkan amal ibadah, dakwah dan jihad mereka menjadi sia-sia dimata Allah. Orientasi mereka terfokus pada mencari karunia dan keridhaan Allah semata.

Apapun bentuk perolehan yang bersifat dunia, sebesar apapun ia, seperti ghaniamah (harta hasil rampasan perang) yang melimpah, penaklukkan demi penaklukan , Makkah, Palestina, kerajaan Persia dan seterusnya, mereka anggap tidak lebih dari karunia atau bonus Allah semata yang nilainya tidak seberapa dibanding dengan kenikmatan yang Allah sediakan untuk mereka di Syurga. Semua itu bukanlah tujuan dakwah dan jihad yang mereka laksanakan, kendati harus mengorbankan apa saja yang mereka miliki berupa harta dan nyawa. Tujuan utama mereka tetap kehidupan akhirat yang abadi. Di sanalah mereka akan menikmati semua bentuk kenikmatan dan kesenangan abadi yang tidak akan pernah dapat dibandingkan dengan apa yang mereka nikmati di dunia. Karena negeri akhirat dan syurga hanya diberikan kepada orang tidak berorientasi kehidupan dunia sebagaimana janji Allah berikut :

تِلْكَ الدَّارُ الآَخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأَرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi.Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-Qashash/28:83)

Di sisi lain, mereka paham betul bahwa janji pertolongan Allah di dunia hanya datang dengan syarat komitement yang kuat akan arahan, aturan Allah dan Rasul Saw. Besarnya jumlah personil, kuatnya pasukan yang dimiliki, banyaknya harta dan fasilitas dunia yang didapat tidak akan menjamin turunya pertolongan Allah selama mereka tidak bertaqwa pada Allah (komitment pada taujih robbani dan taujih nabawi). Rumusan ini telah menjadi suatu sunnatullah (sitem Allah) yang berlaku seperti yang terjadi dalam perang Hunain.

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ (25) ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنْزَلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (26)

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai orang-orang mu’minin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu,maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dan bercerai-berai.(25) Kemudian Allah memberi ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada oang-orang yang beriman, dan Allah telah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikian pembalasas kepada orang-orang yang kafir. (QS. At-Taubah: 25 & 26)

Lain halnya dengan kita sekarang. Kita selalu berdalih bahwa pertolongan Allah terkait sekali dengan besarnya jumlah pasukan dan perlengkapan senjata yang kita miliki. Atau dengan kata lain, kemenangan itu terkait sekali dengan fasilitas duniawi yang kita miliki, termasuk pangkat dan jabatan yang biasa disebut dengan kekuasaan. Konsepsi tersebut disebabkan beberapa hal mendasar :

1. Kurang memahami sunnatullah dalam percaturan antara al-haq dengan al-bathil, demikian juga tentang sunnatullah dalam kemenagan dan kekalahan.
2. Mendahulukan akal dari taujih Robbani dan taujih Nabawi.
3. Terjangkit penyakit al-wahn (cinta dunia dan takut mati), atau apa yang disebut dengan materialisme.
4. Kecongkakakan dalam diri (‘ujub binnafs) dan dalam jama’ah/kelompok.