Dampak dari Bahaya Besar

KRISIS AKHLAQ GERAKAN ISLAM
Sebuah Upaya Rekonstruksi Gerakan Islam Masa Depan

Oleh: DR. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy

***

A. 4. Dampak dari bahaya besar

Di antara akibat-akibat besar, dampak dari penyakit yang berbahaya ini adalah seperti yang kami sampaikan pada tulisan yang telah lalu, rusaknya sendi-sendi bangunan umat Islam, rendahnya posisi mereka, perpecahan yang menebar, aktivitas keIslaman hanya sebatas simbol-simbol beku yang tidak memberikan makna.

Dan diantara akibatnya adalah aktifitas keIslaman hanya menjadi catatan planning di atas kertas atau gerakan-gerakan dengan tujuan pendek di permukaan saja dan tidak mampu menyentuh tujuan utama, karena gairah Islam yang sejati mulai terkikis dari hati, tergerus terus menerus kemudian hilang sama sekali. Kekuasaan kembali dipegang oleh tangan-tangan yang hanya memperturutkan hawa nafsu dan kepentingan duniawi yang pendek.

Orang-orang seperti ini menampakkah keIslamannya dalam barisan umat Islam. Mereka ramai menyatakan kampanye kembali kepada Islam, seolah mereka para mujahid Islam, sebuah kampanye pragmatis yang telah tertanam lama dalam hati mereka. Lalu mereka memakai metodologi menuju tampuk kekuasaan yang dipakai oleh lawan mereka. Sebuah gerakan untuk kekuasaan, yang dibangun di atas teori-teori, model aliran pemikiran dan aturan keorganisasian semata. Tanpa mengindahkan perbedaan besar antara tabiat keIslaman dan aliran pemikiran yang ada.

Islam berdiri tegak secara mandiri di atas basis ubudiyyah, ketundukan jiwa kepada Allah. Ubudiyah ini adalah titik tolak bagi setiap gerakan amal Islami sekaligus sarana untuk mencapainya. Setiap muslim harus memperbaiki hati dan jiwanya sebelum melakukan yang lain. Adapun aliran-aliran pemikiran tidak pernah mewajibkan diri dan jiwa mereka bersih, apalagi menjauhi apa yang dikatakan oleh Al Quran dengan “dosa batin.” Misi mereka hanya semata-mata hanya sebagai sebuah gerakan, tanpa ada batasan di awal maupun di akhirnya, nafsu manusia dibiarkan liar tanpa ada ikatan untuk meninggalkan atau menjauhi larangan.

Hanya saja, pengingkaran akan pebedaan ini dan sekaligus juga tidak adanya komitmen untuk memperbaiki hati dan jiwa, menjadikan umat Islam mengekor pada aliran-aliran ini. Umat Islam kegiatannya hanya sebatas pada diskusi, debat, pertemuan, pemikiran kreatif dan membuat konsep. Tidak ada yang lain.

Bisa jadi mereka menganggap remeh ritual ibadah, dzikir, hadir dalam jamaah dan sarana-sarana lain dalam mendekatkan diri kepada Allah, yang bertujuan untuk menghidupkan hati, menyalakan kebenaran Islam di dada mereka sekaligus sebagai obat penawar sakit hati mereka karena dosa batin. Bahkan mereka menganggap itu sebagai ritual orang kelas bawah dan aktivitas orang-orang tradisional, dan mereka tidak layak melakukan itu, karena mereka adalah para aktivis progresif yang sibuk dengan harakah dan dakwah.

Sebuah prasangka aneh yang sangat menyedihkan, hanya karena bias pemahaman akan perbedaan besar antara Islam dan aliran pemikiran yang lain. Bias pemahaman ini adalah buah berpalingnya mereka dari mujahadah tehadap hawa nafsu dan keburukannya.

Bukan berarti kami mengatakan, bahwa aktifitas amal Islami tidak membutuhkan perencanaan dan aktifitas nyata, tapi kami mengatakan bahwa kesuksesan aktifitas amal Islami itu bergantung kepada perbaikan hati dan jiwa serta pemandulan syahwat akan dunia.

Dan diantara akibat dari bahaya besar ini adalah kesalahan pandangan mereka terhadap orang-orang yang menyibukkan diri dengan menjaga hati dan berusaha mencari sarana-sarana yang disyariatkan untuk mencapai perbaikannya.

Sebagian besar mereka beranggapann bahwa orang-orang yang sibuk dengan amalan itu telah sibuk dalam hal yang tidak produktif, atau mereka memberikan gelar orang-orang ini ahli bidah yang telah melenceng dari ajaran Islam.

Padahal hakikatnya, mereka yang tertuduh itu adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran lalu berusaha komitmen, dan berusaha untuk tidak terjauhkan dari kebenaran itu. Yang mereka lakukan adalah sesuai dengan apa yang dibawakan oleh Rasulullah saw. Intisari Islam dan mutiaranya yang mahal. sungguh, bukan Islam yang benar, jika Islam itu tidak mampu membersihkan jiwa, menguasai hati dan mencabut nafsu dunia darinya.

Seharusnya, kita mengingkari orang yang membatasi dirinya dengan amal ritual semata, tanpa ada dorongan untuk melakukan amar maruf nahyu munkar dan perbaikan setelahnya. Ini adalah tipe muslim yang mandul, yang mengabaikan kewajiban besar dengan dalih sedang sibuk dalam proses memperbaiki diri.

Seorang muslim harus berIslam dengan sempurna, menjalankan seluruh hak Allah, diawali dengan mujahadah memperbaiki diri, keluarga dan kerabat, lalu bersama-sama dalam amal jamai membentuk masyarakat yang Islami.

Dan diantara akibat dari bahaya besar dosa batin itu adalah bercokolnya fanatisme bathil kepada suatu kelompok, baik dalam bentuk keluarga, suku, syaikh atau jamaah tertentu. Sehingga fanatisme ini mengakibatkan loyalitas buta terhadap kelompok yang mereka ikuti. Jiwa mereka tumbuh berkembang, cenderung dan nyaman dengan perasaan ini. Firman Allah swt “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” (QS. Al Hujurat : 10) telah hilang dari akal, mereka lebih memilih persaudaraan sempit yang mereka yakini, yang di kemudian hari membawa ekses-ekses negatif tanpa mereka sadari.

Diantara ekses negatif yang terlihat adalah penghormatan yang beralih dari pemikiran dan prinsip kepada kultus pribadi. Realitas pribadi orang tersebut menjadi tolok ukur kebenaran yang mereka yakini. Padahal saharusnya berpegang kepada kebenaran menjadi tolok ukur penilaian lurus tidaknya seseorang dan layak tidaknya seseorang mendapat apresiasi.

Selanjutnya, mereka melihat bahwa kelompok lain tidak perlu diperhitungkan, karena dalam pandangan mereka, tidak ada jaminan kesmurnian dan kebaikan pandangan diluar kelompok mereka. Ketika kelompok lain beerbeda pandangan dengan mereka, maka otomatis pendapat kelompokk lain itu batal dengan sendirinya. Apabila kelompok lain memiliki pandangan yang sama, maka dalam anggapan mereka kelompok tersebut mengikuti kebenaran yang mereka yakini.

Betapa banyak orang yang tersesat dari model orang seperti ini. Betapa banyak aturan Allah yang mereka tinggalkan dan mereka rubah, hanya gara-gara fanatisme kelompok ini.

Semoga Allah merahmati Dai agung, Badiuzzaman Said an Nursi, yang mencium gelagat ketidaklurusan pandangan murid-muridnya, mereka mengkultuskan dirinya, menganggap agung setiap kebenaran yang dikatakan imam mereka, mereka meyakini bahwa imam mereka adalah contoh ideal karena melihat itu dalam realitas kehidupan pribadi sang imam. Said nursi pun kemudian menulis buku khusus yang meluruskan pandangan anak muridnya :

“Jangan kalian ikat kebenaran yang aku ajak kalian untuk mengikutinya, dengan pribadiku yang berpotensi untuk melakukan dosa dan tidak berumur panjang. Tetapi bersegaralah kepada kebenaran dan ikatlah itu dengan sumbernya yang suci, Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Ketahuilah aku ini tidak lebih dari seorang pemnunjuk jalan kepada Allah azza wajalla. Ketahuilah aku bukan orang mashum yang terpelihara dari salah dan dosa, bisa jadi aku melakukan dosa atau melenceng dari jalan kebenaran, sehingga wajah kebenaran tercoreng karena kalian ikatkan dengan dosa dan kesalahan diriku, lalu aku menjadi contoh bagi orang banyak dalam kesalahan dan dosa, atau aku memalingkan mereka dari kebenaran hakiki kepada kebenaran yang terkotori oleh dosa dan kesalahanku.”

Fanatisme berbahaya ini akan melahirkan egoisme berlebihan daalam diri anak manusia, penyakit hati yang paling kritis, yang harus diobati dan dimujahadahi untuk dihindari.

Hanya saja, kadang egoisme ini menjadi “Naz’ah fardiyah” (tendensi individual) yang dimiliki oleh sebagain anak manusia, orang-orang yang kondisi lingkungannya mendukung untuk kultus individu di dalam kelompoknya, tidak bisa bersama-sama dan bekerjasama dengan kelompok yang lain.

Atau bisa jadi, penyakit itu tercermin dalam “Naz’ah jamaiyyah” (tendensi communal) penyakit jamaah” yang dimiliki oleh orang-orang yang sibuk dengan urusan kelompok, lembaga atau jamaah tertentu, lupa dengan diri pribadinya.

Fanatisme ini bisa tercermin dalam sebuah fenomena dakwah kepada kebenaran, seperti orang yang marah terhadap kemunkaran yang terjadi di depan matanya, karena merasa posisinya dalam keagamaannya dihina. Kita melhat sebagian mereka terlihat murka ketika kehormatan agama dan dirinya dilecehkan, padahal kalau kita tahu kebusukan hatinya, maka sebenarnya ia tidak marah kecuali karena kehormatan diri dan pribadinya dilecehkan. Bukti dari kebusukan fanatisme itu adalah, seandainya orang tersebut tidak memiliki posisi keagamaan tertentu, kemunkaran apapun yang terjadi di depan hidungnya, maka maka ia pun lewat begitu saja, tanpa pengingkaran sedikitpun.

Atau seperti orang yang berafiliasi kepada seseoarang atau jamaah, selalu fanatic kepada keduanya, sehingga meunjukkan egoismenya, yang fanatismenya berkembang sampai level keyakinan, bahwa muslim yang benar adalah yang mau berbaris di belakang syaikh dan jamaah mereka. Adapun yang tidak mau mengikuti mereka adalah muslim kelas dua, siapa yang tidak masuk dalam kelompok mereka maka bukan tanggung jawab mereka. Egoisme kejamaahannya terlihat nyata dalam ajaran dan simbol-simbol yang mereka anggap sebagai bagian dari ajaran Islam.

Kemudian obat penawar penyakit fanatisme yang tercermin dalam egoisme ini bukan dengan memisahkan diri dari syaikh tempat ia menimba ilmu, atau dari mursyidnya yang memberikan pelayanan, atau jamaah tempat ia bekerja dalam amal jamai, sekali lagi tidak.

Obat penawar sesungguhnya adalah, setiap muslim harus tahu, bahwa syaikh, mursyid dan jamaah hanyalah sarana bukan tujuan, sarana menjadi penting apabila selalu bersesuaian dengan tujuan.

Apabila ia telah memahami ini, ia akan memahami bahwa loyalitas hanya kepada tujuan, Islam itu sendiri. Adapun ikatan dengan sarana syaikh atau jamaah sekedar jalan yang menghubungkan pada tercapainya loyalitas terbaik dan menjadikannya muslim yang teguh dan komitmen dengan keIslamannya.

Ketika seorang muslim tumbuh dalam loyalitasnya kepada hakikat ini, disertai dengan ketergantungan dan cinta, maka sikap egoisme sentries itu secara otomatis akan meleleh dengan sendirinya. Tidak ada lagi egoisme individu atau jamaah, bahkan berubah total dengan jiwa pengorbanan dalam menegakkan kebenaran Islam, ikatan antara dirinya dengan orang lain, siapapun mereka, selalu berdasar atas ketundukan dan pengawasan loyalitas ini.

Cintanya kepada seorang syaikh tidak akan menafikan ketundukan kepada Allah, afiliasi kepada jamaahnya tidak menghilangkan sikap loyalnya kepada umat yang benar, karena afiliasinya terhadap syaikh dan jamaahnya berdiri kuat di atas dasar kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya, beserta prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang terkandung di dalamnya.

Ringkas kata, berbagai musibah yang menimpa umat hari ini, semuanya berawal dari bahaya besar yang lahir karena dosa batin.

Jika saja dosa batin ini tidak ada, maka akan muncul keikhlasan dan kejujuran, akan timbul rasa saling percaya di abntara anak umat ini, akhirnya mereka berhimpun, bersatu, dan bekerjasama dengan usaha yang cepat menuju jalan yang termudah.

Kalau kondisi ini tercipta, maka akan berkobar-kobar kekuatan umat ini, dada musuh pun akan penuh sesak dengan rasa khawatir dan cemas, lalu kejayaan yang telah lama hilang pun kembali, dan peran-peran rategis akan terlihat nyata di panggung dunia.

Tapi jika kondisi hati mereka berpaling kepada tarikan-tarikan nafsu atas dunia, harta, kedudukan, gelar dan lainnya, maka akan terjadi perlombaan di antara mereka untuk memperebutkannya. Bercokol di hati mereka rasa dendam dan benci yang memuncak, satu sama lain saling mengawasi dengan mata dengki, hilang rasa saling percaya di antara mereka, yang ada hanyalah dugaan dan prasangka buruk belaka.

Gelagat buruk inipun tercium oleh musuh yang selalu mengintai, lalu mereka menyusun rencana untuk menghancurkan umat ini dengan cara yang sangat murah dan mudah.

Adapun fenomena perhatian mereka terhadap Islam dan dakwahnya, maka itu hanyalah agenda kosong yang tidak bisa menggerakkan yang diam, menipu orang bodoh apalagi memperbaiki yang rusak.

Dan sayang seribu sayang, banyak pemuda yang tertipu oleh fanatisme ini. Pemuda-pemuda yang tumbuh dalam semangat sentiment keIslaman yang buta dan alur berpikir yang kekanak-kanakan. Mereka belum memiliki pemahaman yang memadai tentang cara membela Islam dan dakwah, ketika semangat dan ketegasan mereka sedang tumbuh, untuk bekerja, berusaha dan bersungguh-sungguh sesuai dengan kekuatan lengan dan kemampuan yang ada dalam diri mereka.

Kalau bukan karena rahmat Allah swt kami takkan mendapatkan jalan keluar, tentu berkat kebaikan para pemuda tersebut. Tidak ada batas antara kami dengan azab Allah yang sedang mendekat, kecuali dengan keikhlasan mereka.

Para pemuda yang membakar jiwa muda mereka menuju jalan Allah swt, yang bertabur dengan tarikan-tarikann nafsu dan syahwat dunia, namun mereka mampu menepati janji mereka kepada Allah dan yakin akan ancamannya. Mereka hanya menggantung seluruh harapan terhadap ridha Allah swt.

Wahai Dzat yang mengilhamkan kebaikan, yang mengatur hati, Sucikanlah hati kami dari segala hal yang menjauhkan kami dari melihat-Mu, cinta kepada-Mu dan berpegang teguh kepada ajaran-Mu. Jadikan semua usaha sarana untuk mendapatkan ridha-Mu. Angkatlah derajat hamba-hamba-Mu yang bergerak di medan dakwah kepada-Mu pada tingkat keikhlasan, kejujuran dan pengorbanan yang mulia. Jadikanlah mereka dalam prasangka baik para pemuda yang masih bersih. Sesungguhnya Engkau Maha menerima doa.