Media Pengobatan Krisis Akhlak (4)

KRISIS AKHLAQ GERAKAN ISLAM
Sebuah Upaya Rekonstruksi Gerakan Islam Masa Depan

Oleh: DR. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy*

***

Mari siapkan diri kita untuk satu janji

Kami berharap apa yang kami paparkan dan apa yang sudah anda ketahui dari kitab ini tidak hanya sekedar omong kosong, pemanis bibir semata dan sekedar bacaan atau kajian.

Kami mengajak anda untuk berpisah dalam satu komitmen untuk berjanji di sisi Allah swt.

Komitmen janji yang menjadi rahasia kebahagian kita di dunia, secercah cahaya di kubur kita, lidah pembela ketika penghitungan amal dijalankan dan kaki yang kokoh ketika kita melewati jembatan shiratul mustaqim.

Butir-butir Janji itu adalah sebagai berikut :

1. Kita akan selalu bangun pagi hari, membuka lembaran pertama hari kita dengan shalat shubuh berjamaah gelombang pertama di masjid terdekat, selalu dalam kondisi menghadap Allah, berdzikir dan menghiba kepada-Nya hingga matahari terbit.

2. Setiap mendengar adzan, di mana pun kapan pun dan dalam kondisi apapun, kita berusaha untuk shalat jamaah di masjid di gelombang pertama. Tidak ada tipuan dunia yang berarti bagi seorang muslim yang berlindung di rumah Allah lima kali dalam sehari semalam.

3. Kita berusaha menghabiskan karunia umur dalam ketaatan kepada Allah, usaha yang disunnahkan seperti mencari ilmu dan rizki, lalu beristirahat setelah merasa lelah dan capai.

4. Ketika malam menjelang, kita telah siap menuju ke pembaringan, maka ingatlah bisa jadi kita tertidur dan tidak bangun lagi, tidur kita adalah tidur terakhir di dunia, evaluasilah waktu kita yang telah berlalu, yang kita sia-siakan dalam permainan dan kemakshiatan, lalu mohon ampun kepada-Nya dengan hati gundah dan menyesal. Kita baca surat Al Falaq, An Nas, Al Ikhlash, Al Kafirun dan wirid yang disunnahkan oleh Rasulullah saw, lalu kita berusaha memejamkan mata sambil dibarengi dengan tasbih, istighfar dan dzikir.

5. Apabila dunia menghampiri kita dengan kelimpahan dan kenikmatannya atau dengan musibah dan keburukannya, maka kita ingat hakikat dalam alam ini, bahwa tidak ada yang bisa memberi dan menahan, tidak ada yang memberi manfaat dan mudharat kecuali Allah swt. Manusia tidak punya kuasa atas urusan diri mereka, sebagian mereka tidak memiliki kuasa sedikitpun atas urusan sebagian yang lain. Lalu menggantungkan segala urusan dirinya kepada-Nya, syukur atas nikmat, sabar atas musibah dan menghiba di depan pintu rahmat-Nya.

6. Setelah menyelesaikan shalat dan wirid, kita tidak akan beranjak sebelum kita mengangkat tangan lebar-lebar, berdoa dengan kekhusyu’an hati yang paling dalam, dengan penuh kerendahan diri meminta segala kebutuhan, mengungkapkan seluruh rasa takut dan cemas dan memohon ampunan atas segala keburukan. Bukanlah shalat yang sempurna jika tidak ditutup dengan merendahkan diri dan menghiba kepada-Nya yang Maha Mulia.

7. Jika kita merasakan ada sinyal kebencian manusia kepada kita, maka kita jadikan kerja keras mencari ridha Allah sebagai kesibukan pelipur yang melupakan kebencian mereka, dan ini lebih baik dibandingkan kita puas dengan ridha manusia sementara kita terjerat oleh murka Allah.

8. Apabila diri kita terdorong nafsu untuk menggunjing saudara muslim kita, maka ingatlah seseungguhnya kita memiliki aib yang menggunung jika saja Allah membuka tudung aib itu, sehingga menjadi berita terbuka di ruang banyak orang dan di tempat obrolan mereka. Kalau kita ingat itu, maka kita menjadi malu kepada Allah, kita pun lebih sibuk bersyukur atas nikmat terpeliharanya aib kita dari pandangan manusia, daripada tenggelam dalam memperbincangkan aib orang lain.

9. Kita berusaha menjadikan modal utama kita nanti di akhirat adalah hati yang bersih nan suci dari kotoran benci dan daki dengki. Sedikit ketaatan lebih bernilai ketika hati kita bersih dan suci dalam melaksanakannya, banyaknya ketaatan menjadi tidak bermakna apa-apa ketika hati kita kotor oleh dengki.

10. Jika nafsu kita bergelora mengajak kita melakukan hal yang diharamkan, atau menjauhkan kita dari salah satu butir janji yang sudah kita canangkan, maka ingatlah akan kematian jika kita benar-benar meyakininya. Tidaklah kematian ini disebut kecuali maksiat akan menurun dan tidak lah kematian itu disebut kecuali ketaatan semakin meningkat.

11. Marilah kita berdoa untuk saudara-saudara kita, semoga mereka bisa teguh dalam memegang janji mereka, dan kami juga berharap doa untuk keteguhan yang sama.

Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan alam semesta.

*) Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy lahir pada tahun 1929 di sebuah daerah yang bernama Buthan, bagian dari wilayah Turki yang terletak di perbatasan antara Turki dengan Irak bagian utara.

Pada usia empat tahun, beliau ikut ayahnya, Mullah Ramadhan untuk pindah ke Damaskus, Syria. Setelah menamatkan sekolah Islam di Damaskus, Al-Buthy kuliah di Universitas Al-Azhar, Mesir. Beliau mendapatkan gelar doktor dalam bidang hukum Islam di Universitas Al-Azhar pada tahun 1965.

Pada tahun yang sama, beliau kembali ke Damaskus dan diangkat sebagai salah satu pimpinan di Universitas Damaskus, sekaligus aktif sebagai dosen di sana. Selain itu, ia juga menjabat anggota dewan tinggi di universitas Oxford, Inggris.

Selain sebagai dosen, Al-Buthy juga aktif di berbagai konfrensi dan simposium dunia. Beliau fasih berbahasa Arab, Turki, dan Ingris. Tidak kurang dari 40 buku telah beliau tulis. Hampir setiap hari, beliau mengisi taklim di masjid Damaskus, dan berbagai masjid di Syria. Ribuan orang selalu hadir dalam setiap taklim yang beliau pimpin.