Anak Belum Mandiri, Apakah Semua Warisan Ayah Jatuh ke Tangan Ibu?

Assalamu’alaykum wr. wb.

Usadz, ayah saya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Saat beliau meninggal, harta yang beliau tinggalkan: rumah tinggal, mobil pribadi, dan beberapa aset rumah kontrakan. Tapi beliau juga meninggalkan sejumlah hutang. Yang ingin saya tanyakan:

1. Bagaimana pembagian warisnya untuk tiap-tiap ahli warisnya (anak laki-laki, perempuan, isteri, ibu)?

2. Lalu bagaimana cara penyerahannya, apakah semua aset yang ada harus dikalkulasi, lalu dijual dan selanjutnya baru dibagi (setelah dikurangi jumlah hutang)?

3. Jika saya dan adik-adik saya yang juga termasuk ahli waris masih dalam tanggungan ibu kandung, yang dalam hal ini isteri ayah, jadi semua harta seharusnya jatuh ke tangan ibu. Begitu bukan? Lalu bagaimana posisi nenek (ibu ayah), jika beliau ridha untuk memberikan bagian beliau untuk pendidikan kami, cucu-cucunya, apakah masih ada kewajiban kami untuk memberikan bagian beliau? Atau kami tetap harus memenuhi hak beliau ketika pendidikan kami semua telah selesai?

Saya mohon jawabannya, karena masalah ini sudah cukup lama saya ingin tanyakan, tapi jawaban tiap-tiap orang berlainan. Karenanya ustadz, jika ada ayat atau hadits yang berkaitan, mohon dilampirkan.

Jazakallah.

Wassalamu’alaykum wr. wb.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Seharusnya jawaban yang anda terima tidak berlain-lainan, seandainya anda bertanya kepada orang yang menguasai ilmu faraidh. Kalau ternyata jawaban yang anda terima berlain-lainan, boleh jadi ada banyak sebab. Misalnya, orang yang anda tanyakan itu tidak mengerti ilmu faraidh (ilmu pembagian warisan). Dan kalau benar karena sebab ini, sungguh memang sangat fatal.

Perlu anda pahami baik-baik bahwa tidak semua penceramah menguasai ilmu ini, meski beliau bisa ceramah berjam-jam. Juga tidak semua ustadz bisa membagi warisan dengan ilmu faraidh, bila belum pernah mempelajarinya.

Padahal ilmu faraidh adalah ilmu yang nyata dan kelihatan. Semua dalilnya lengkap dan mudah dipelajari. Dan bila telah dipelajari dengan benar, seharusnya jawabannya pasti selalu sama. Kecuali bila seseorang menjawab bukan dengan ilmu faraidh.

Ketentuan dan Langkah Pembagian Warisan

1. Langkah Pertama

Sebelum bicara tentang pembagian warisan, kita perlu menetapkan terlebih dahulu harta almarhum dan memisahkannya dengan yang bukan harta beliau.

Boleh jadi ada harta yang dimiliki bersama dengan orang lain. Misalnya dengan isterinya atau siapapun. Maka harus dipisahkan terlebih dahulu, jangan sampai ikut dibagi waris.

2. Langkah Kedua

Berikutnya adalah menunaikan semua hutang almarhum yang belum terlunasi. Termasuk wasiat untuk memberikan sejumlah harta kepada orang-orang tertentu kalau memang pernah berwasiat. Namun ketentuannya tidak boleh lebih dari 1/3 nilai total harta almarhum.

Dan yang menerima wasiat tidak boleh ahli waris. Sebab ahli waris sudah punya jatah tersendiri dalam pembagian harta.

3. Langkah Ketiga

Setelah semua urusan selesai, maka baru kita bicara pembagian warisan.

Untuk itu kita harus menentukan dulu siapa saja yang merupakan ahli waris dan siapa yang bukan ahli waris. Boleh jadi kita mengira seorang anggota keluarga adalah ahli waris, padahal ternyata dia bukan ahli waris almarhum. Misalnya menantu, mertua, anak tiri, saudara angkat dan lainnya. Meski bagian dari kelaurga atau sudah seperti keluarga, tetapi mereka bukan ahli waris.

Jumlah ahli waris sebenarnya banyak sekali, bisa mencapai 25 orang. Tetapi dalam implementasinya, yang benar-benar akan menerima warisan seringkali berkurang.

Hal itu terjadi karena ada ketentuan hijab dalam pewarisan. Hijab artinya penutup, yaitu keberadaan seorang ahli waris yang menutup hak ahli waris lainnya. Baik menutup secara sebagiannya sehingga warisannya jadi berkurang, atau pun hijab secara keseluruhan sehingga haknya hilang sama sekali.

Berdasarkan data yang anda berikan, maka semua memang termasuk ahli waris, yaitu:

  1. anak laki-laki alamrhun
  2. anak perempuan almarhum
  3. isteri almarhum
  4. ibu almarhum

4. Langkah Keempat

Setelah kita mendapatkan daftar ahli waris, kini tinggal menetapkan nilai warisan yang akan diterima oleh masing-masing.

Ketentuannya adalah bahwa ahli waris itu terbagi menjadi dua jenis, yaitu ashabul fardh dan ashabul ashabah.

a. Ashabul fardh adalah jenis ahli waris yang sudah ditetapkan prosentase haknya.

Misalnya ibu almarhum berhak sebesar 1/6 atau 1/3 dari total harta almarhum. Misalnya lainnya adalah isteri, yang haknya adalah 1/4 atau 1/8 dari total harta milik almarhum. Kenapa ada dua pilihan? Karena memang itu ketetapan dari Allah, yang jelas-jelas menyebutkan keadaan tertentu.

b. Ashabul ashabah adalah jenis ahli waris yang tidak punya nilai prosentase pasti atas haknya dalam warisan. Mereka hanya menerima sisa harta yang telah ditetapkan untuk kepada para ashabul furudh.

Misalnya anak laki-laki almarhum, dia tidak punya nilai yang pasti dalam bentuk prosentase hak warisan. Besarnya bergantung sisa harta yang telah diberikan kepada ashahabul furudh.

Implementasi

Kalau berdasarkan data di atas, maka isteri dan ibu almarhum termasuk ashabul furudh. Sedangkan kedua anak almarhum baik yang laki dan yang perempuan, termasuk ashabah. Maka kita berikan dulu harta warisan ini kepada ibu dan isteri. Sisanya kita berikan kepada anak-anak almarhum.

a. Warisan untuk Ibu Almarhum

Warisan untuk ibu almarhum adalah 1/6 dari total harta yang diwariskan. Dasarnya adalah firman Allah SWT:

Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan. (QS. An-Nisa’: 11)

b. Warisan untuk Isteri Almarhum

Isteri almarhum mendapat 1/8 bagian dari total harta yang dibagi waris. Bukan 1/4 bagian karena almarhum punya keturunan yang berhak mendapat warisan, yaitu anak laki dan perempuan. Dasarnya adalah firman Allah SWT:

Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan. (QS An-Nisa: 12)

Dengan demikian, harta yang jumlah asalnya 1 bulat itu telah dikurangi dengan 1/6 dan 1/8. Sisanya akan kita berikan kepada anak-anak almarhum. Tapi berapakah sisanya?

Mudah saja, mari kita ingat-ingat pelajaran SD zaman dulu. Kita kurangkan angka 1 dengan 1/6 dan 1/8. Hitungannya begini

1 – (1/6+1/8) = sisa

1 – (4/24 + 3/24) = sisa

1 – 7/24 = sisa

24/24 – 7/24 = 17/24

Kita sudah temukan bahwa sisa harta warisan yang masih ada yaitu 17/24 bagian. Dan itu adalah hak untuk para ashabah. Yang dalam hal ini adalah anak laki dan perempuan almarhum.

c. Hak untuk Anak-anak

Sayang sekali anda tidak menyebutkan berapa jumlah anak laki-laki dan berapa jumlah anak perempuan almarhum yang masih hidup. Sehingga tidak jelas berapakah warisan yang akan diterima oleh masing-masingnya.

Tetapi untuk memudahkan, mari kita pakai asumsi saja. Misalnya, anak laki memang hanya ada satu dan anak perempuan juga cuma satu orang, maka ketentuannya adalah bahwa bagian yang diterima anak laki harus 2 kali lipat lebih besar dari anak perempuan.

Dalilnya adalah firman Allah SWT:

Allah mensyari’atkan bagimu tentang anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan (QS. An-Nisa’: 11)

Maka kita bagi angka 17/24 menjadi tiga bagian sama besar, lalu dua bagian kita beri kepada anak laki dan satu bagian kita beri kepada anak perempuan. Hitungannya sederhana saja:

  • untuk anak laki adalah 2/3 x 17/24 = 34/72 bagian
  • untuk anak perempuan 1/3 x 17/24 = 17/72 bagian

Hasil akhirnya tinggal kita sandingkan saja daftar ahli waris dengan masing-masing bagiannya seperti berikut:

  • Ibu 1/6 = 12/72 bagian atau 16.6% dari total warisan
  • Isteri 1/8 = 9/72 bagian atau 12.5% dari total warisan
  • Anak laki 34/72 bagian atau 47.2% dari total warisan
  • Anak Perempuan 17/72 bagian atau 23.61% dari total warisan

5. Langkah Kelima

Setelah kita dapatkan jatah dan besaran prosentase masing-masing ahli waris, tinggal kita serahkan saja kepada musyawarah para ahli waris tentang teknis serah terimanya.

Karena sangat boleh jadi bentuk harta yang dibagi waris bukan berbentuk uang tunai, melainkan benda-benda. Seperti tanah, rumah, perabot, kendaraan, bahkan surat tagihan hutang atau saham.

Boleh saja rapat ahli waris menetapkan bahwa semua bentuk harta benda dikonversikan dalam bentuk nilai nominal. Lalu dibagikan berdasarkan nilai nominal itu.

Atau bisa juga langsung dijual kepada pihak ketiga, duitnya dibagi sesuai dengan nilai prosentase masing-masing.

Atau bisa juga dipilah berdasarkan kesepakatan dan kondisinya, mungkin sebagian ada yang dijual, sebagian ada yang dimiliki bersama dengan nilai kepemilikan sesuai dengan prosentase masing-masing, dan sebagiannya lagi dijual kepada sesama ahli waris.

Terakhir…

Seandainya ada dari ahli waris yang tidak mau menerima warisan atau merelakan warisan itu untuk diberikan kepada ahli waris lain atau mungkin malah orang lain, maka pembagian di atas dilaksanakan terlebih dahulu. Baru kemudian yang bersangkutan memberikan harta yang sudah menjadi haknya kepada siapa yang diinginkannya.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.