Partai Islam Bersatu, Kapankah?

Ustadz,

Terus terang, saya senang banyak Partai Islam atau yang bernuansa Islam di Indonesia. Sehingga, umat muslim di Indonesia punya banyak pilihan dalam memilih wakilnya untuk duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR. DPRD I, DPRD II). Sayangnya, ketika mereka (Anggota Dewan) berada di Dewan tersebut, mereka tidak menyatu dalam menentukan sikap (berkoalisi sesama Partai Islam (PKS, PAN, PKB, PBR, PBB, dll). Mereka justru berkoalisi dengan Partai yang jelas-jelas tidak membawa aspirasi Umat Islam.

Demikian pula ketika mereka mencalokan seseorang dalam PILKADA atau PILPRES, mereka punya calon sendiri-sendiri, sehinga suara umat Islam pecah, dan akhirnya kalah dengan calon yang lain. Sebagai contoh, bila PKS, PAN, dan PKB bersatu dalam PILKADA BANTEN, Insya Allah mereka akan menang. Tapi, karena mereka punya calon sendiri-sendiri, akhirnya kalah dengan calon yang lain. Pertanyaan saya, apa tidak ada pencerahan untuk wakil-wakil yang duduk di atas sana? Saya kira, itu juga tugas kita bersama.

Terima Kasih.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Idealnya memang masing-masing partai yang punya konsern tersendiri kepada umat Islam itu sering-sering bersilaturrahim sesama mereka. Sehingga akan memperkecil perbedaan visi serta langkah-langkah strategis di antara mereka. Mereka bisa memperjuangkan segala sesuatunya secara bersama-sama, demi kepentingan umat Islam.

Bukankah silaturahim itu sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW? Bukankah sesama umat Islam harus saling menguatkan? Bukankah sesama umat Islam itu kita harus ‘merendahkan sayap’?

Namun sampai saat ini kenyataannya masih jauh dari harapan. Paling tidak, itulah yang oleh banyak kalangan dirasakan dan disaksikan langsung. Rupanya meski masing-masing partai itu punya konsern kepada masalah umat, namun mereka punya kebijakan sendiri-sendiri, termasuk dalam mengusung calon pemimpin untuk suatu wilayah.

Memang masalah inilah sebenarnya yang paling krusial untuk dakwah di bidang politik di negeri kita. Yaitu bagaimana mengatukan visi dan langkah bersama sesama pengusung partai berbasiskan umat Islam.

Sayangnya, latar belakang sejarah negeri ini juga kurang memberikan harapan. Beberapa partai Islam di masa lalu juga mengalami kendala serupa. Bahkan hanya sekali saja tercatat semuanya bisa berfusi dalam satu partai, yaitu di zaman kejayaan Masyumi. Setelah itu masing-masing punya jalan sendiri-sendiri. Bahkan tidak jarang justru terlibat konflik horisontal antara sesama mereka.

Kalau kita lihat dengan perspektik lebih luas, sebenarnya penyakit seperti ini juga melanda berbagai pejuang Islam di berbagai negeri. Misalnya, di Palestina ada faksi Hamas dan Fatah yang jarang terlilhat akur. Padahal basisnya sama-sama umat Islam, bahkan musuh bersamanya juga jelas di depan hidung. Hal yang sama juga terdapat di Afghanistan dan beragam negeri lainnya.

Selama masing-masing kelompok masih membanggakan dirinya sendiri, selama itu pula potensi umat yang sebenarnya luar biasa ini malah menjadi tidak ada apa-apanya. Persis seperti yang digambarkan Al-Quran:

Kemudian mereka menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka. (QS. Al-Mu’minun: 53)

Rasa bangga atas kelompok ini pula sebenarnya yang dahulu melahirkan banyak partai Islam. Padahal seharusnya partai Islam itu satu saja tapi besar dan mayoritas. Bukan seperti sekarang ini, banyak tapi kecil-kecil, tidak kompak pula. Begitulah,tiap-tiap tokoh merasa harus jadi raja meski dengan kerajaan kecil-kecil. Mereka tidak rela untuk jadi bagian dari sebuah kerajaan besar. Mungkin inilah yang seringkali disebut sebagai megalomania.

Di masa mendatang, kita perlu memberikan pendidikan politik syariah (siyasah syar’iyah) yang lebih mengedepankan persatuan dan kesatuan umat, menepis semua bentuk perbedaan pendapat serta tidak mengajarkan rasa bangga atas kelompok, golongan, jamaah atau faksi. Kalau sekarang ini kita terlalu berharap jauh, nanti kita kecewa berkepanjangan. Lebih baik sekaran kita ikut menyebarkan wacana dan fikrah yang sehat tentang bagaimana seharusnya berjuang lewat partai dakwah.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.