Partai Politik dan Perdebatan

Assalamu’alaikum

Bapak Al-ustadz Ahmad Sarwat semoga anda tetap istiqomah dalam da’wah.

Saya seorang yang cukup aktif di Parpol (PKS), pada suatu waktu ana bertemu sahabat yang kebetulan ikut pengajian salafi, maka ketika kami berbincang-berbincang tentang parpol, dia mengatakan bahwa parpol itu bid’ah, dan Islam dilarang berkelompok-berkelompok, maka terjadi waktu itu debat yang cukup hebat, sahabat saya menyampaikan hadist-hadist atau dalil-dalil yang melarang berpalpol, Al-ustadz yang dimuliakan Allah ana mau tanya:

  1. Bolehkan kita berparpol dalam Islam, tolong cantumkan hadist yang menguatkannya atau sebaliknya.
  2. Bagaimana kah sebaiknya kita menyikapi agar tidak terjadi perdebatan sesama saudara.
    demikian saja saya harap saya mendapat pencerahan dari Allah Amin.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Apakah parpol itu bid’ah?

Istilah bid’ah sebenarnya istilah dalam masalah ubudiyah ritual. Misalnya dalam masalah ibadah shalat atau manasik haji, bila ada yang menjalankannya di luar apa yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW, maka barulah disebut dengan bid’ah.

Sebab dahulu beliau SAW telah wanti-wanti kepada kita dengan sabdanya:

Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.

Ambillah dariku manasik haji untuk kalian

Adapun masalah di luar urusan ubudiyah, sebenarnya tidak berlaku istilah bid’ah. Sebab semua masalah terus mengalami perkembangan. Waktu demi waktu terus berlalu. Fenomena perubabahan dunia ini tidak mungkin dipungkiri.

Kalau dahulu nabi SAW berperang pakai pedang, tombak dan panah, tentu bukan bid’ah kalau sekarang ini kita perang pakai meriam, peluru kendalidan tank. Mengapa bukan bid’ah?

Karena teknik perang bukan urusan ritual peribadatan. Sehingga tidak mengapa kalau mengalami perubahan teknik dan cara.

Demikian juga dengan metode dakwah. Dahulu Rasulullah SAW telah memulai dakwah dengan berbagai macam cara, dari yang paling tradisional yaitu ceramah, sampai yang paling politis, seperti berkirim surat kepada para penguasa dunia.

Kesimpulannya, dalam masalah teknis berdakwah, pada hakikatnya tidak pernah dikenal istilah bid’ah. Sebab bid’ah itu adalah istilah khusus untuk masalah ritual.

Apakah parpol itu membuat umat Islam berkelompok-berkelompok?

Bahwa parpol itu bisa membuat umat Islam berkelompok, berpecah dan bermusuhan, sifatnya sangat relatif. Namun kami tidak menafikan hal itu bisa terjadi.

Apalagi mengingat bahwa partai umat Islam itu tidak hanya satu, tetapi berbilang jumlahnya. Dan bahwa antara satu partai dengan partai lainnya terkadang tidak kompak, saling ejek, saling sindir dan saling meremehkan, memang sulit ditampik kenyataannya.

Apalagi kalau kita sudah bicara sampai ke tingkat akar rumput, barangkali sudah sampai ke adu jotos dan saling tikam. Padahal yang diributkan hanyalah pepesan kosong yang tidak ada artinya.

Dalam banyak hal, kenyataan pahit ini memang sering kita rasakan. Seandainya partai-partai Islam itu bisa bersatu, tentu akan didapat kekuatan yang besar. Tapi entah apa penyakitnya, bersatunya partai-partai Islam itu sepertinya lebih merupakan mimpiketimbang kenyataan.

Maka dalam hal ini, kita tinggal mengukur saja sisi baik dan sisi buruknya. Bila muncul banyaknya partai-partai Islam itu secara umum merugikan posisi umat, tentu sebaiknya mereka bersatu saja. Dan usaha untuk menyatukan partai-partai Islam itu tentu sebuah amal yang paling mulia.

Namun bila tingkat kerugiannya belum terlalu parah, bahkan malah ada banyak manfaat yang bisa diambil, seperti terjadinya kompetisi yang sehat, atau pengalaman kerja untuk masing-masing aktifisnya, serta manfaat-manfaat lainnya yang selama ini belum terpikirkan, maka tidak mengapa munculnya banyak partai.

Selama mereka bisa tetap saling menjaga adab-adabnya, tidak saling caci, ejek, pulul dan hantam sesama muslim.

Selain itu biasanya memang sulit untuk tiba-tiba menyatukan aspirasi umat Islam. Seringkali bila ada pihak yang tidak puas atas kebijakan atasannya, bisa saja kelompok itu keluar dan membuat partai baru.

Dahulu umat Islam di Indonesia pernah mengalami bulan madu. Semua partai bersatu di bawah payung Masyumi. Sayangnya, kemesraan itu terlalu cepat berlalu. Masing-masing kembali berjalan sendiri-sendiri.

Di masa orde baru, kembali lagi bersatu di bahwa payung PPP lantaran ada tekanan. Namun begitu era reformasi datang, tiba-tiba barisannya bubar. Masing-masing elemen umat Islam kembali asyik dengan proyek partainya masing-masing. Salah satunyasebagian dari elemen pemuda Islam yang kemudian mendirikan Partai Keadilan (PK). Karena kurang dukungan dan terkena electoral trashhold

Tentu kita tidak boleh meremehkan alasan masing-masing partai, kenapa berdiri sendiri-sendiri dan tidak bersatu di bawah satu payung saja.

Nampaknya memang demikian suratan takdir umat Islam, harus berjalan sendiri-sendiri dengan masing-masing proyeknya.

Lalu apakah fenomena ini harus kita kutuk karena kita anggap sebagai representasi dari perpecahan dan hidup berkelompok-kelompok? Rasanya tidak adil juga. Sebab kalau kita hitung-hitung, tanpa harus ada partai pun, sebenarnya umat Islam selama ini juga sudah punya begitu banyak kelompok. Bukankah kita punya NU, Muhammadiyah, Persis, DDII, Al-Washliyah, Al-Irsyad dan seterusnya.

Apakah ormas-ormas itu pun mau kita katakan sebagai bentuk perpecahan? Atau mau kita bilang sebagai bid’ah? Rasanya terlalu terburu-buru.

Sebab di kalangan pengikut manhaj salafi di negeri kitapun harus diakui adanya faksi-faksi yang saling bertentangan, bahkan saling bermusuhan. Jumlahnya bukan hanya dua dan tiga, tapi banyak sekali. Semuanya mengaku sebagai kelompok yang paling benar dan paling salaf, sambil menuding saudaranya sebagai pengkhianat, ahli bid’ahdan dicap telah sesat. Bukankah ini juga perpecahan dan berkelompok-kelompok?

Karena itu sebaiknya kita jangan dulu terlalu mudah memvonis saudara kita sebagai ahli bid’ah. Juga jangan dulu meratapi nasib dan mengutuk adanya fenomena multi ormas dan multi partai. Sebab di balik semua ini, mungkin saja Allah SWT ingin memberi pelajaran berharga.

Yang penting, kita upayakan agar partai-partai Islam itu bisa saling berdamai. Kalau bisa sih saling bersinergi satu dengan yang lain. Syukur kalau bisa melakukan fusi. Itu kalau bisa. Kalau tidak bisa, yang penting saling rukun saja.

Sebab kita tidak boleh menafikan apa yang sudah mereka upayakan. Dengan berhusnuzzhan kepada sesama muslim, kita anggap mereka sedang berjuang, namun dengan jalan masing-masing.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc