Bolehkah Menikah dengan Wali Hakim?

Assalamualaikum ustadz…

Saya tidak tahu bagaimana cara terbaik untuk saya lakukan. Saya pernah terlanjur dengan teman wanita saya, bahkan telah memberitahu kepada keluarganya tentang pekara sebenar apa yang telah terjadi.

Saya ingin bernikah dengan teman wanita saya itu, tetapi keluarganya tidak bersetuju untuk nikah kami. Dengan alasan saya tiada kerja yang tetap, Jika ingin berkahwin juga perlu buat mengikut adat di kampung mereka. Berbagai lagi alasan keluarga perempuan itu berikan pada saya.

Teman wanita saya terpaksa turut kehandak keluarganya kerana takut derhaka. Sedang saya dan teman wanita baru tamat belajar beberapa bulan.

Yang menjadi masalahnya saya tidak mampu untuk memenuhi kehendak keluarganya… Saya telah berbincang supaya majlis nikah kami di buat yang wajib jer seperti akad nikah jer duluyanglain buat di lain hari. Tetapi keluarga mereka menolak.

Saya dan teman wanita tidak sanggup untuk berpisah dan kami ingin merancang untuk bernikah tanpa pengetahuan keluarga. Teman wanita saya berasal dari parit buntar, perak. Keluarga mereka tinggal di sana.Jadi saya bercadang ingin membawa lari ke kelantan dan berkahwin di kelantan.

Bolehkah saya buat begitu ustadz..? Apakah jalan terbaik untuk saya lakukan..?

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Anda tidak dibenarkan melakukan ‘kawin lari’ dengan wanita teman anda itu. Selain dia masih belum isteri anda, pernikahan yang akan anda lakukan itu tidak pernah dibenarkan dalam syariah Islam.

Sebab sebuah pernikahan itu harus memenuhi rukunnya, yaitu adanya wali yang sah. Adapun ‘wali hakim’ yang anda sebut-sebut itu sebenarnya bukan wali yang sah. Wali yang sah adalah ayah kandung seorang wanita. Bila ayah kandung mewakilkan hak kewaliannya kepada seseorang, barulah orang itu berhak menjadi wali atas diri anak perempuan itu.

Sebaliknya, bila ayah kandung tidak memberi izin, maka selamanya tidak sah perkawinan itu. Kecuali bila pemerintah yang sah ikut turun tangan, maka urusannya akan menjadi lain.

Dan ikut turun tangannya pemerintah memang dibenarkan dalam syariah, lantaran pemerintah memang diberi hak untuk mengurusi hal-hal seperti ini. Misalnya, seorang wanita yang tidak punya wali karena sudah meninggal semua, maka pemerintah bertanggung-jawab untuk menjadi wali atas wanita itu.

Tetapi bila seorang wanita masih punya ayah kandung, tentu saja yang paling berhak untuk menikahkan dirinya hanyalah ayah kandungnya itu. Tidak ada hak buat siapa pun untuk ‘merampas’ hak kewaliannya dari diri sang ayah kandung.

Namun bila tindkan seorang ayah kandung sudah tidak rasional dan kelewatan, sehingga akan menimbulkan mafsadat (kerusahan) dan madharat (bahaya) yang lebih besar, maka atas dasar kekuataan yang ada di tangannya, pemerintah berhak memanggil sang ayah yang ‘ngambek’ tidak mau menikahkan anak perempuannya.

Tentu saja pemanggilan ini harus dilakukan untuk bisa dilaksanakan klarifikasi. Kepada sang ayah, pemerintah berhak untuk menanyakan, atas dasar apa kiranya dirinya tidak mau menikahkan anak gadisnya itu. Apakah alasannya bisa diterima atau sekedar mengada-ada dan merugikan anaknya sendiri.

Nanti majelis hakim resmi dari pemerintah akan bersidang dan meminta masukan dari berbagai pihak untuk menetapkan tindakan yang paling bijaksana.

Katakanlah misalnya, majelis hakim sepakat menyimpulkan bahwa sikap dan tindakan sang ayah memang telah keluar batas dan dirasa sangat merugikan banyak orang, termasuk ancaman terjadinya perzinaan dan lain sebagainya. Maka atas dasar pertimbangan yang rasional, pemerintah berhak untuk ‘mengambil-alih’ hak perwalian dari sang ayah. Kemudian atas nama negara, pejabat resmi yang berwenang akan menikahkan anak perempunan ini secara resmi, sah dan benar menurut pandangan agama dan negara.

Adapun membawa lari anak gadis orang, lalu menikah dengan wali siapa saja yang ditemukan di pinggir jalan, adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan ajaran agama Islam. Kalau pun pernikahan dilaksanakan, hukumnya tidak sah dan kalau pun terjadi kontak hubungan suami isteri, maka hukumnya 100% zina.

Di dalam syariah Islam, pezina yang terbukti melakukannya dengan 4 saksi atau dengan pengakuan, hukumannya adalah cambuk 100 kali dan diasingkan di tempat terpencil selama satu tahun. Namun bila pelaku zina adalah orang yang pernah menikah sebelumnya, maka hukumannya adalah hukum rajam.

Hukum rajam adalah hukuman mati dengan cara dilempari batu hingga wafat. Meski pun sebelumnya si pelaku zina telah menyatakan diri bertaubat.

Karena itu sebaiknya saran kami, pikir ulang sajalah rencana dan niat anda itu. Sebelum semua terlambat. Kasihan teman wanita anda kalau anda bawa lari, dia akan kehilangan kesempatan untuk berbakti kepada orang tuanya dan akan terputus tali silaturrahim di dalam keluarganya.

Kalau pada akhirnya anda memang tidak bisa ‘memaksa’ keluarga teman wanita anda untuk menikahkan anda, mungkin ada baiknya anda berpikir ulang. Jangan terlalu terbawa emosi atau nafsu. Mungkin semua itu malah isyarat dari Allah SWT bahwa memang anda di masa mendatang belum tentu akan tetap berjodoh dengannya.

Mengapa anda tidak mencoba berpikir ke depan? Dan mengapa anda harus terpaku pada seorang wanita yang ‘nyaris’ anda tidak mungkin untuk menikahinya? Bukankah ada sejuta wanita lain yang barangkali selama ini luput dari perhatian anda, padahal bisa dengan mudah dinikahi dan orang tuanya tidak melarang?

Jadi urungkan saja daulu niat anda. Berpikir ulang dan cobalah merefresh pikiran anda. Siapa tahu anda malah akan menemukan jalan keluar yang lebih baik?

Semoga Allah SWT selalu mengiringi anda dengan hidayah-Nya, Amin

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc