Menikah dengan Mantan Kakak Ipar, Bolehkah?

Assalamualaikum Pak Ustadz,

Saya ingin bertanya dan berharap dapat segera dijawab oleh pak ustadz.

Saya seorang pria WS belum berumahtangga. Saat ini saya mencintai seorang wanita sebut saja LN, dan saya sangat meyayanginya. Saya berniat menikah dengannya dan dapat membina rumahtangga yang sakinah dengannya.

Sebelumnya LN pernah menikah dengan kakak kandung saya dan sudah lama bercerai. Pertanyaan saya adalah bolehkah saya menikah dengannya?

Mohon segera dijawab ya pak ustad, karena saya sangat ingin cepat menikah dengannya.

Wassalaam,

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Wanita yang haram dinikahi itu disebut dengan istilah mahram. Dan kita mengenal ada dua jenis mahram, yaitu mahram yang bersifat abadi (muabbad) dan mahram yang bersifat sementara (muaqqat).

Isteri kakak yang sudah cerai atau pisah karena meninggal, tidak termasuk ke dalam kelompok wanita yang diharamkan secara abadi, namun hanya masuk ke dalam kelompok yang kedua, yaitu mahram secara sementara saja. Yaitu selama masih menjadi isteri dari kakak.

Dalilnya adalah firman Allah SWT:

وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إَلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ

Dan menghimpunkan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. (QS An-Nisa: 23)

Bila hubungan suami isteri di antara mereka sudah tidak berlangsung lagi, biak karena cerai atau karena meninggal, maka mantan isteri kakak kembali menjadi wanita yang halal dinikahi.

Maka halal bagi anda untuk menikahi mantan isteri kakak anda itu. Tidak ada halangan apa pun secara hukum syariah. Apalagi perpisahan di antara mereka telah lama terjadi.

A. Wanita yang Haram Dinikahi Selamanya

Wanita yang haram dinikahi secara abadi atau selamanya ada 17 orang. Dan bisa dibagi menjadi tiga kelompok. Meerka adalah:

1. Mahram Karena Nasab

  • Ibu kandung (umm) dan seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek.
  • Bint (anak wanita) dan seterusnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.
  • Ukht (saudara kandung wanita).
  • `Ammat (bibi), yaitu saudara wanita ayah.
  • Khaalaat(bibi), yaitu saudara wanita ibu.
  • Banatul Akh (anak wanita) dari saudara laki-laki.
  • Banatul Ukht(anak wanita) dari saudara wanita.

b. Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) atau Sebab Pernikahan

  • Ibu dari isteri (mertua wanita).
  • Anak wanita dari isteri (anak tiri).
  • Isteri dari anak laki-laki (menantu peremuan).
  • Isteri dari ayah (ibu tiri).

c. Mahram Karena Penyusuan

  • Ibu yang menyusui.
  • Ibu dari wanita yang menyusui (nenek).
  • Ibu dari suami yang isterinya menyusuinya (nenek juga).
  • Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan).
  • Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui.
  • Saudara wanita dari ibu yang menyusui.

B. Wanita yang Haram Dinikahi untuk Sementara

Kemahraman ini bersifat sementara, bila terjadi sesuatu, laki-laki yang tadinya haram menikahi seorang wanita, menjadi boleh menikahinya. Di antara para wanita yang termasuk ke dalam kelompok haram dinikahi secara sementara waktu saja adalah:

  • Isteri orang lain, tidak boleh dinikahi tapi bila sudah diceraikan oleh suaminya, maka boleh dinikahi.
  • Saudara ipar, atau saudara wanita dari isteri. Tidak boleh dinikahi tapi juga tidak boleh khalwat atau melihat sebagian auratnya. Hal yang sama juga berlaku bagi bibi dari isteri. Namun bila hubungan suami isteri dengan saudara dari ipar itu sudah selesai, baik karena meninggal atau pun karena cerai, maka ipar yang tadinya haram dinikahi menjadi boleh dinikahi. Demikian juga dengan bibi dari isteri.
  • Wanita yang masih dalam masa Iddah, yaitu masa menunggu akibat dicerai suaminya atau ditinggal mati. Begitu selesai masa iddahnya, maka wanita itu halal dinikahi.
  • Isteri yang telah ditalak tiga, untuk sementara haram dinikahi kembali. Tetapi seandainya atas kehendak Allah dia menikah lagi dengan laki-laki lain dan kemudian diceraikan suami barunya itu, maka halal dinikahi kembali asalkan telah selesai iddahnya dan posisi suaminya bukan sebagai muhallil belaka.
  • Menikah dalam keadaan Ihram, seorang yang sedang dalam keadaan berihram baik untuk haji atau umrah, dilarang menikah atau menikahkan orang lain. Begitu ibadah ihramnya selesai, maka boleh dinikahi.
  • Menikahi wanita budak padahal mampu menikahi wanita merdeka. Namun ketika tidak mampu menikahi wanita merdeka, boleh menikahi budak.
  • Menikahi wanita pezina. Yaitu selama wanita itu masih aktif melakukan zina. Sebaliknya, ketika wanita itu sudah bertaubat dengan taubat nashuha, umumnya ulama membolehkannya.
  • Menikahi isteri yang telah dili`an, yaitu yang telah dicerai dengan cara dilaknat.
  • Menikahi wanita non muslim yang bukan kitabiyah atau wanita musyrikah. Namun begitu wanita itu masuk Islam atau masuk agama ahli kitab, dihalalkan bagi laki-laki muslim untuk menikahinya.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.