Satu Bulan Menuntut Ilmu Di Negeri Impian

(Catatan ini saya buat 1 bulan setelah kedatangan saya di Belanda, September 2009) 

Jujur, menuntut ilmu di luar negeri apalagi Eropa,adalah impian saya dari dulu. Dulu saya menyangka hal itu hanyalah sebatas angan belaka. Terlalu muluk. Tetapi, Allah berkata lain. Sampai sekarang tidak menyangka kalau saya akan benar-benar mewujudkan harapan saya. Tanggal 7 agustus 2009 seorang anak manusia yang bernama Yelvi Levani pergi meninggalkan Indonesia menuju sebuah negeri baru, negeri impian untuk menuntut ilmu, negeri Belanda.

Menurut teman saya, ketika saya ada di negara yang baru saya akan merasakan 4 fase. Fase 1: Honeymoon’s phase,dimana semuanya akan terasa baru dan menyenangkan. Fase 2: I hate this country!!, fase di mana banyak kesulitan yang akan kita hadapi; culture shock, pelajaran yang semakin susah, urusan birokrasi yang berbelit2(Belanda amat sangat terkenal dengan urusannya yang amat sangat belibet), segala macam hal rumit yang tidak akan kita temui di Indonesia. Homesick berat akan melanda. Dan bahkan da beberapa orang yang menyerah di fase ini dan pulang ke tanah air. Fase 3: Acceptance’s phase, fase di mana kita akan mulai menerima segala macam perbedaan dan mulai berdaptasi dengan semua hal yang baru, menjalani semua kesulitan dengan tabah. Fase 4: I love this country, biasanya fase ini akan datang ketika kita sudah berhasil melalui semua kesulitan yang ada. Kita sudah menyelesaikan pendidikan, dan tinggal beberapa hari lagi pulang kembali ke tanah air.

Tentu saja hal ini juga terjadi bagi saya. Jujur saja inilah kali pertamanya saya pergi keluar negeri. Tentu saja saya tertakjub-takjub ketika sampai di Schippol International Airport. Bandaranya benar-benar besar, bersih, dan modern. Alhamdulillah Allah memudahkan kedatangan saya di Belanda. Saya dijemput oleh seorang saudari yang dulunya sama sekali tidak saya kenal, tapi berkat ukhuwah Islamiyah, saya dikenalkan ke beliau oleh seorang saudari di Indonesia (jazakillah khairan katsiran untuk mb Dewi n mb Andys). Saya menikmati dan terkagum-kagum dengan pemandangan selama perjalanan menuju Rotterdam. Fase 1 ini masih saya rasakan sampai hari pertama kuliah (saya memulai kuliah tanggal 10 Agustus).

Semuanya terasa baik-baik saja dan saya masih merasa antusias sampai akhirnya saya merasakan betapa beratnya kuliah di Belanda pada minggu pertama. Knowledge gaps yang teramat besar benar2 sangat berpengaruh dalam proses belajar saya. Ditambah lagi semuanya disampaikan dalam bahasa Inggris (Jujur saja, bahasa Inggris saya tidak terlalu bagus, tapi entah kenapa saya masih bisa lolos ke sini, semuanya benar2 sudah ditakdirkan oleh Allah). Jujur, pelajarannya benar2 berbeda denga apa yang sudah saya dapatkan di Indonesia. Di sini benar molekuler sekali. Hal yang selalu di-skip ketika kuliah dulu. Peralatan untuk praktikum benar2 canggih. Hal2 yang menurut mereka basic disini, menurut saya sudah amat sangat ADVANCED.

Selain itu saya juga mengalami culture shock. Melihat teman-teman yang lain yang sepertinya dengan mudah menangkap pelajaran benar2 membuat saya depresi. Melihat mereka dengan antusias bertanya, membuat saya minder. Bahkan saya sendiri tidak tahu harus bertanya apa. Budaya pendidikan di Eropa benar2 berbeda dengan di Indonesia. Di sini mereka terbiasa untuk tidak malu bertanya. Para pengajar di sini mau untuk dikritik, senang melayani pertanyaan bahkan mereka selalu berkata: There is no dumb question but no questioning is a DUMB!!! dan mereka mampu berkonsentrasi penuh walaupun harus duduk mendengar kuliah 9 jam!! Luar biasa sekali semangat mereka untuk menuntut ilmu.

Saya merasa menjadi yang TERBODOH di sini. Rasanya sekeras apapun berusaha untuk belajar, tidak akan mampu mengejar ketinggalan. Saya malu. Saya merasa depresi. Mulai timbul perasaan menyesal. "Andaikan dulu saya tidak mengikuti seleksi ini, atau andaikan Kukuh tidak mengundurkan diri dalam seleksi, pastinya saat ini saya masih berada di Surabaya. Menempuh kehidupan yang seharusnya, menjalani kehidupan DM dengan teman2. Setidaknya tidak akan seberat yang saya rasakan saat ini"

Belum lagi, masuk minggu ke 3, saya menjalani ibadah puasa di Belanda. Selain berat karena waktunya lebih panjang (dari jam 4.00-21.00 di hari pertama), cuaca yang kurang bersahabat (anginnya dingin sekali) dan suasana Ramadhan yang tidak terasa sama sekali. Hal itu memperberat depresi saya. Apalagi urusan imigrasi belum selesai. Banyak hal2 yang di luar perkiraan saya.

Ternyata belajar di negri impian tidak seindah yang saya impikan!! saya mulai merasakan homesick yang teramat sangat. Hampir setiap malam menangis. Setiap di kelas tidak bisa berkonsentrasi karena sudah down duluan. Saya mulai berpikir; I hate this country!!

Jujur, sampai saat ini saya belum lepas dari fase ke 2, walaupun dukungan dari keluarga, teman-teman dan guru juga mulai berdatangan. Saya menyadari keberadaan saya di sini bukan hanya berpengaruh pada diri saya sendri. Berhasil atau tidaknya saya di sini juga mempengaruhi nama baik saya, Institusi saya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, dan bahkan nama baik negara saya tercinta, Indonesia. Saya merasakan beban yang teramat sangat.

Saya terdiam dan berpikir. Mungkin saya kurang mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada saya. Tidak semua orang mendapatkan kesempatan kuliah di luar negeri GRATIS, walaupun saya juga menyadari banyak orang yang lebih layak mendapatkan kesempatan ini dibandingkan saya. Semuanya pasti ada maksudnya. Betapa pun sulitnya rintangan yang dihadapi saya harus yakin, semua rencana Allah selalu indah, tidak ada namanya kebetulan di dunia ini. Semuanya sudah ditakdirkan oleh Allah SWT.

Seorang saudari pernah berkata kepada saya. Apa yang saya hadapi setimpal dengan apa yang saya didapatkan. Tidak ada yang gratis di dunia ini. Termasuk beasiswa ini. Saya harus bekerja keras sebagai bayaran atas beasiswa studi negeri ini.

Siapa bilang kuliah di luar negeri itu gampang?

Tentu saja TIDAK!!

Tapi ketika saya merenung, untuk belajar di FK selama 4 tahun pun saya juga harus bekerja keras untuk bisa bertahan. Mendapat kesempatan beasiswa ini pun bukan karena saya bermalas2an. Tapi upah kerja keras saya selama 4 tahun di FK. Jujur saja, ketika pertama kali masuk di FK, saya terinspirasi oleh mb Iffa, seorang mawapres nasional. Beliau berkata, "Jangan mau menjadi mahasiswa biasa, tapi jadilah mahasiswa luar biasa! Pas di kampus jangan hanya belajar saja, tapi juga harus ikut organisasi,selain itu mulailah belajar untuk menulis karya tulis ilmiah dan ikut kompetisi"

Saya benar2 mencamkan ucapan itu dalam benak saya. Saya menyadari saya ini bukan orang jenius dan bukan wonder woman. Saya harus berusaha keras demi mewujudkan impian saya: menjadi mawapres nasional. Tetapi Allah berkata lain. Mawapres bukan jalan saya, tapi Allah memberikan jalan lain yang luar biasa untuk saya. Kesempatan menuntut ilmu di luar negeri, di Eropa lagi.

Menghadapi banyak kesulitan di sini, saya jadi teringat akan semangat yang diberikan oleh para kakak kelas yang luar biasa. Mb Vita, dengan semboyannya "Jangan pernah lelah berkarya", mas ragil yang selalu bilang,"Kita akan medapatkan sesuai apa yang kita usahakan, ga mungkin kita akan mendapatkan nilai A tapi belajar kita males2an. Tapi ketika kita sudah berusaha keras, dan hasinya tidak sesuai apa yang kita harapkan, yakinlah ga da yang sia2 di dunia ini. Gusti Allah maha tahu", mas hafidz, mb Revi, dan mas2/mb2 lain yang luar biasa. Terima kasih untuk semua inspirasi dan semangatnya.

Memang, ketika kita hanya melihat diri kita sendiri, kita akan menyangka dan berpikir hanya kita seorang yang paling menderita dan nelangsa di dunia. Tetapi ketika kita mau membuka mata, banyak sekali orang lain yang lebih berat ujiannya.

"Sesungguhnya Allah tidak akan membebani hamba-Nya di luar kemampuan hamba-Nya"

"Dan Ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka pasti azabku amat berat"

Astagfirullah…

Di Belanda baru terasa betapa nikmatnya ukhuwah Islamiyah itu. Saya benar2 merindukan semua hal yang ada di Indonesia, teman-teman saya, saudara-saudari saya. Hal yang dulu saya anggap amat sangat biasa. Memang kita akan merasakan sesuatu itu berharga ketika kita sudah kehilangan.

Semoga kita bisa saling menguatkan melalui doa. Semoga dimanapun kita berada kita akan tetap berjuang untuk menegakkan agama-Nya, walau hanya dengan menuntut ilmu.

p.s: Untuk, teman2ku yang sedang DM (Dokter Muda) di RSUD Dr Soetomo/FK Unair Surabaya, semangat ya…!! Kita sama2 berusaha dan bekerja keras. Miss u all