Catatan Lebaran 1: Persiapan Lebaran

Bulan suci Ramadhan, bulan penuh kemuliaan telah berakhir, ditandai dengan hadirnya Idul Fitri atau lebaran, hari penuh kemenangan. Dan perlahan lebaranpun berlalu, menyisakan banyak kenangan, pengalaman sekaligus pelajaran. Di antaranya yang pertama adalah tentang persiapan yang dilakukan menjelang datangnya hari lebaran.

Putri misalnya. Remaja modis ini melakukan persiapan menyambut datangnya lebaran dengan berburu pakaian ke pasar Tanah Abang. Lebaran kurang seminggu, lima setel baju baru telah berpindah ke dalam lemari pakaiannya. Putri begitu semangat menyambut lebaran, apalagi lebaran kali ini adalah lebaran pertama semenjak ia memutuskan untuk berjilbab.

Begitupun Putra. Meski koleksi celana jeansnya sudah berjejal di lemari, dengan uang THR yang diterimanya Putra membeli dua buah celana jeans, satu baju batik, kaos dan sebuah jacket warna hitam, warna kesukaannya. Tak lupa pula, Putra membeli sepasang sepatu baru, sama seperti Putri yang juga melengkapi koleksi sepatu sendalnya khusus untuk lebaran.

Bila Putra dan Putri serta anak-anak remaja lainnya sibuk dengan baju dan sepatu baru untuk lebaran, maka berbeda halnya dengan bu Siti. Sejak pertengahan Ramadhan, bu Siti mulai membuat aneka kue kering untuk lebaran. Tak kurang dari sepuluh toples kue hasil buatannya sendiri tersimpan rapi dalam lemari. Selain itu, beberapa kaleng biscuit dengan merk-merk terkenal dan beberapa botol sirup aneka rasa juga telah menjadi penghuni baru di dalam lemari, siap untuk dijadikan kepada para tamu yang bersilaturahmi di hari lebaran.

Tak mau ketinggalan, pak Anto juga melakukan persiapan menyambut datangnya hari lebaran dengan mengecat ulang tembok rumahnya agar terlihat lebih cerah. Beberapa perabot seperti sofa dan lemari hias dijemur dan dibersihkan. Bahkan pak Anto membeli lagi satu setel sofa baru untuk memastikan bahwa semua tamunya yang datang bisa mendapatkan tempat duduk. Setiap tahun, keluarga mereka memang selalu mengadakan open house, dan tamu-tamu yang datang bukan saja para tetangga, tapi juga rekan bisnis dan kerabat mereka yang tinggal di lain kota.

Berbeda dengan persiapan yang dilakukan oleh si Adi. Bujangan yang setiap harinya berkerja sebagai operator di sebuah perusahaan ini tidak begitu repot dengan baju baru atau juga sepatu. Baginya baju dan sepatu baru tidaklah begitu penting. Begitupun dengan makanan, minuman dan juga perabotan, tak masuk dalam daftar yang ia persiapkan. Jauh lebih penting baginya adalah memastikan bahwa sepeda motornya siap untuk dibawa mudik ke kampung halaman, sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Ketika ia bekerja sore, pagi-pagi sekali ia sudah pergi ke bengkel, ikut antri dengan puluhan orang yang menservice motornya untuk mudik lebaran.

Persiapan mudik juga dilakukan oleh bu Ani dan keluarganya. Sebagai keluarga yang sangat sederhana, mereka memilih mudik dengan naik kereta api. Awal sepuluh hari ketiga, bu Ani mengajak anak-anaknya pulang kampung untuk menghindari kemacetan dan tingginya ongkos perjalanan. Resiko anak-anak bolos sekolah dan tertinggal pelajaran terpaksa mereka abaikan, yang terpenting bagi mereka adalah bisa berlebaran dengan keluarga di kampung dengan biaya yang terjangkau kantong mereka yang tipis.

Hampir senada dengan persiapan yang dilakukan oleh keluarga pak Karyo. Suami istri yang berstatus karyawan kontrak sebuah perusahaan kecil, jelas tidak bisa pulang lebih awal sebelum hari libur perusahaan tiba. Sebagai solusinya, mereka rela antri tiket sejak subuh guna mendapatkan tiket bus ekonomi yang paling murah. Tak apalah berdesakan asalkan anggaran mudik dan balik nanti bisa mereka selamatkan.

Kesibukan-kesibukan seperti di atas dengan mudah kita dapati di masyarakat menjelang datangnya hari lebaran. Bahkan, barangkali kita salah satu yang melakukannya. Meski tak ada tuntunan atau ketentuan agama yang mengharuskan melakukan itu, namun begitulah faktanya. Orang-orang begitu berantusias, bersemangat melakukan berbagai persiapan untuk menyambut datangnya Idul Fitri, hari yang sangat dinanti-nanti. Hari penuh ampunan, hari kemenangan setelah sebulah penuh melakukan puasa, menahan dan mengendalikan hawa nafsu.
Semakin mendekati hari lebaran, persiapan yang dilakukanpun semakin terlihat nyata. Hampir setiap orang, di setiap tempat melakukan aktifitas yang berkaitan dengan hari lebaran. Seolah-olah, apapun yang dilakukan bisa dipastikan untuk lebaran. Apa-apa untuk lebaran, semuanya untuk lebaran. Bagitulah nyatanya. Namun semestinya persiapan yang dilakukan janganlah sampai dipaksakan, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan.

Tanpa mengecilkan makna serta keagungan hari lebaran, perlu diingat bahwa kemeriahan hari lebaran hanya akan berlangsung satu atau dua hari saja. Hari ketiga dan selanjutnya, kemeriahan lebaran akan terus berkurang, berganti dengan kelelahan dan juga kesibukan baru seperti persiapan balik ke kota dan tempat kerja masing-masing. Begitulah adanya. Berhari-hari persiapan dilakukan, beratus ribu bahkan berjuta uang dibelanjakan, semua untuk melengkapi kebahagiaan di hari lebaran. Tidak sepenuhnya salah, selama dilakukan dalam batas wajar dan tidak melanggar aturan agama.

Melihat ‘kehebohan’ orang-orang dalam melakukan persiapan menjelang lebaran, timbul sebuah pertanyaan yang agak menghawatirkan. Bagaimana dengan persiapan untuk masa depan di akhirat kelak, apakah ‘seheboh’ persiapan ketika menyambut hari lebaran. Kita tentunya tidak ingin mendapatkan kemenangan, kebahagiaan di dunia saja, tapi di akhirat kelak kita ingin mendapatkan kemenangan, kebahagiaan yang abadi. Semestinya persiapan yang kita lakukan jauh lebih matang dibanding dengan persiapan untuk kebahagiaan sesaat di dunia.

Sangat disayangkan jika persiapan yang dilakukan masihlah berorientasi pada kenikmatan dunia saja. Sangat rugi bila kita hanya sibuk dengan sesuatu yang terlihat oleh mata, sesuatu yang dapat dirasakan di dunia, padahal sifatnya hanya sementara.

Untuk meraih kemenangan, kebahagiaan di akhirat yang kekal, sangat dibutuhkan persiapan yang matang bahkan juga panjang. Bukan pakaian, makanan, minuman dan bukan pula perabot serta kendaraan, tapi amal ibadah yang harus dibenahi dan dicukupi. Semestinya, di tengah-tengah kesibukan persiapan lebaran tidak kemudian menjadikan lupa akan persiapan dan perbekalan untuk kemenangan di akhirat kelak.

Jika sudah cukup pakaian, makanan dan minuman, untuk apa harus menambah lagi, membeli lagi. Dengan rizki yang kita miliki, semestinya kita berbagi dengan dengan orang lain. Jika kendaraan kita masih lega, mengapa tidak mengajak saudara yang terpaksa berebut tiket, berdesakan dalam kendaraan umum yang jauh dari rasa aman dan nyaman. Alangkah indahnya bila persiapan menyambut datangnya lebaran juga diorientasikan sebagai persiapan untuk menyambut kemenangan, kebahagiaan di akhirat.

Bagaimana dengan persiapan yang anda lakukan kemarin, masihkah sebatas untuk yang terlihat mata, terasa di dunia saja, ataukah sudah mengarah pada persiapan untuk sebuah kemenangan dan kebahagiaan yang abadi di akhirat kelak? Jika bisa dua-duanya, mengapa hanya mengambil salah satunya? Jika yang diambil hanya untuk dunia saja, tentu sangatlah rugi. Semoga kita bisa meraih kemenangan, merasakan kebahagian bukan saja di dunia, tapi juga di akhirat, di dalam syurga selamanya. Amin.

Catatan: nama-nama di atas bukanlah nama yang sebenarnya.

http://abisabila.blogspot.com