Ujian Cinta

“Apakah Manusia mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan,kami telah beriman,sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang orang sebelum mereka,dan benar benar ALLAH mengetahui orang orang yang benar dan mengetahui pula orang orang yang dusta” ( Q.S. Al-Ankabut Ayat 2-3 )

Tak pernah kami bayangkan jika suatu saat keberadaan kami di rumah sakit bukanlah untuk membezuk keluarga, tetangga, sahabat ataupun kerabat yang sedang dirawat, tapi sebaliknya kamilah yang dibezuk mereka. Dan ini terjadi pada hari Selasa, 27 Juli 2010 lalu, dimana ‘semestinya’ kami sedang berbahagia karena empat hari lagi usia pernikahan kami genap sebelas tahun. Indah yang kami bayangkan rupanya tak menjadi kenyataan. Allah member kami sebuah ujian untuk membuktikan seberapa besar keimanan dan rasa cinta kami berdua.

Karena aku ‘mengaku’ beriman, maka Allah memberiku ujian.
Karena aku ‘mengaku’ cinta keluarga, maka Allah ‘meminta’ buktinya
.

Berurusan dengan rumah sakit adalah satu hal yang sangat ditakuti istriku. Itu sebabnya meski hampir setahun menderita hipertensi, istriku selalu menolak bila kuajak memeriksakan diri ke dokter specialis penyakit dalam guna memastikan penyebab tekanan darahnya selalu tinggi. Satu-satunya klinik yang ‘berani’ dia datangi hanyalah sebuah klinik kecil yang ditunjuk pihak perusahaan tempatku bekerja. Itupun harus menunggu jadwal dokter yang sama, tidak mau dokter yang lainnya. Jika hari itu bukan jadwal sang dokter, maka dia rela menahan sakitnya hingga tiba hari sang dokter langganannya yang berjaga. Meski dokter Sion – dokter yang jadi langganannya – berkali-kali menyarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter specialis dalam, tetap saja istriku tidak mau bila ku ajak ke sana. Takut nanti jadi tahu kalau penyakitnya parah, itu yang selalu jadi alasannya. Sebuah anggapan yang salah namun lumrah terjadi pada masyarakat kita, bahkan terkadang akupun begitu.

Tapi hasil pemeriksaan dokter Rai Kosa Sp. PD sore itu adalah sebuah harga yang tak bisa ditawar lagi. Kadar hemoglobin istriku rendah. Istriku harus segera menjalani tranfusi darah, dan itu berarti mau tidak mau istriku harus rawat inap di RSIA Dinda ini. Tak tega rasanya melihat air matanya menetes saat sang dokter menyampaikan kabar ini. Aku bisa memahami makna tetesan air matanya. Tapi demi kebaikannya, aku bujuk dia untuk menerima saran dokter dengan ikhlas dan sabar. Meski tidak mudah, akhirnya istriku pasrah untuk dirawat dan menjalani serangkaian pemeriksaan lanjutan.

Dari hasil tes darah, diketahui bahwa kadar hb istriku hanya 4, jauh dibawah angka yang direkomendasikan yaitu 9 – 12. Dari hasil foto rontgen diketahui bahwa jantung istriku mengalami pembengkakan, ini akibat jantung bekerja melebihi kapasitas dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dari hasil USG Abdomen diketahui bahwa kedua ginjal istriku kecil ( mengecil ). Dan dari hasil pemeriksaan laboratorium diketahui kadar ureum istriku sangat tinggi, 206 ( angka rekomendasi 10 – 50 ) dan kadar kreatininnya juga sangat tinggi 8.77 ( angka yang direkomendasikan 0.7 – 1.3 ). Semua ini disampaikan dokter Rai saat aku diminta menghadapnya secara khusus, tanpa sepengetahuan istriku.

Innalilahi wa inna ilaihi rojiuun. Meski sang dokter sudah sangat hati-hati memilih kata-kata, namun di telingaku semuanya terdengar bagai petir di saat matahari tengah terik-teriknya. Meski sebelumnya sudah kupersiapkan hati untuk menerima apapun penjelasan dokter, kenyataannya aku tetap shock mendengarnya. Berkali-kali kuucapkan istighfar dalam hati. La haula wala quwwata ila billah.

Meski dada terasa sangat sesak, kupaksa untuk tampil wajar dan tegar di hadapan istriku. Sesuai pesan sang dokter, akupun ‘terpaksa’ berbohong kepada istriku. Aku katakan bahwa tidak ada masalah dengan ginjalnya. Seperti kata dokter yang melakukan USG Abdomen bahwa Allah memberikan dua ginjal kepadanya dalam ukuran yang ‘kecil’, berbeda dengan orang pada umumnya. Alhamdulillah, istriku bisa menerima ini dengan ikhlas, meski jujur hatiku hancur mengingat penjelasan dokter yang sebenarnya.

Untuk beberapa waktu, ketabahanku selalu naik turun. Di depan istriku aku merasa tegar, tapi bila kuingat penjelasan dokter, semangatku menguap. Astaghfirulloh, ampuni hamba ya Allah, kuatkan hamba. Meski tidak mudah, perlahan aku bisa menerima kenyataan ini sebagai sebuah ujian bagi kami. Ketegaran istriku benar-benar memberikan semangat padaku. Juga kehadiran anggota keluarga, tetangga, sahabat dan kerabat yang selalu datang memenuhi ruang perawatan kelas 3 yang sempit. Mereka datang bergantian memberikan dukungan, doa dan juga bantuan. Seminggu istriku dirawat, tak pernah seharipun kosong dari jengukan saudara, tetangga, sahabat dan kerabat baik jauh maupun dekat. Alhamdulillah, aku merasakan pertolongan Allah begitu dekat, begitu nyata. Kami tak merasa menghadapi ujian ini sendiri. Begitu banyak pihak yang peduli dengan yang kami alami.

Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali bersama dengan penyembuhnya. Siapa yang bersabar pasti akan mendapatkan jalan keluar. Kami berusaha memupuk keyakinan ini. Apapun yang terjadi pada diri kami, adalah atas izin dan kehendak Allah. Ikhlas, sabar, ikhtiar dan tawakal, itulah yang harus kami lakukan. Alhamdulillah, meski berat ujian ini satu per satu bisa kami lewati.

Seminggu lamanya istriku harus menjalani rawat inap di RSIA Dinda. Empat kantong darah berukuran 240 ml telah ditranfusikan ke tubuhnya. Alhamdulillah, pemeriksaan darah Senin siang menunjukan kadar hb istriku sudah naik menjadi 9.5. Dokter Rai pun mengijinkan istriku pulang, dengan catatan lima hari berikutnya kami harus melakukan kontrol. Senyum bahagia terus menghiasi wajah istriku sepanjang sore itu. Perasaan sesak yang selama ini menghimpit dada sedikit berkurang namun belum sepenuhnya hilang karena menambah kadar hb itu baru langkah pertama yang dilakukan dokter Rai, belum menyentuh penanganan intinya yaitu gangguan ginjal istriku. Pemeriksaan terakhir menunjukan kadar ureumnya naik dari 206 menjadi 218 dan kadar kreatininnya turun dari 8.77 menjadi 8.71. Sebuah data yang sama sekali tidak bisa membuatku lega. Astaghfirulloh, aku hanya bisa pasrah. Semua ini atas izin dan kehendak Allah, dan Allah tidak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan kami.

Tidak menyalahkan dokter jika akhirnya aku merasa sangat terpukul dengan hasil analisa mereka. Memberitahukan keadaan pasien yang sebenarnya adalah kewajiban mereka, demi kebaikan pasien sendiri tentunya. Untuk meyakinkan hatiku, aku mencari informasi tentang ginjal melalui internet, namun hasilnya tak jauh berbeda dengan yang dokter katakan. Aku kecewa, lagi-lagi medis mengatakan hal yang sama. Kondisi ginjal istriku sudah parah.
Bukan mengecilkan peranan medis atau informasi tentang kesehatan, tapi setiap membaca, mendengar dan mengingat hasil pemeriksaan medis, ketabahanku selalu goyah. Akhirnya aku putuskan untuk sementara ‘tidak peduli’ dengan apa kata medis. Medis boleh bilang kondisi istriku sudah sangat parah, tapi aku bisa melihat sendiri bahkan juga saudara dan tetangga mengakui bahwa kondisi istriku jauh lebih baik. Aku bisa melihat kalau istriku kuat, tegar. Aku merasakan kekuasaan Allah ada dalam diri istriku yang tak terjangkau oleh medis. Bagaimanapun, upaya medis adalah sebuah ikhtiar, hakikatnya Allahlah yang menentukan apakah istriku akan sembuh atau tidak. Obat-obatan, injeksi atau tindakan medis lainnya adalah juga sebuah upaya yang dilakukan oleh makhluk, tapi Allahlah yang Maha Kuasa menentukan hidup dan mati hambaNya. Aku tidak meragukan pemeriksaan medis, tapi aku ‘harus’ lebih yakin dengan kekuasaan Allah. Tak ada yang tak mungkin bagi Allah. Kun fayakun, jika Allah berkehendak, maka tak ada yang tak mungkin, termasuk kesembuhan istriku meski tanpa melalui tahapan-tahapan seperti yang medis katakan.

Ikhlas, sabar, ikhtiar dan berdo’a serta tawakal, itu kuncinya. Kami telah berusaha ikhlas dan sabar menjalani ujian ini. Kami juga telah melakukan ikhtiar untuk mencari kesembuhan. Tiada henti kami berdoa untuk kesembuhan orang yang sangat kami sayangi, maka tawakallah yang akhirnya bisa kami lakukan. Kami yakin Allah tak akan menyia-nyiakan keikhlasan, kesabaran, doa dan usaha yang kami lakukan. Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali dengan penyembuhnya. Allah tidak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan hambaNya. Bismillahirrohmanirrohiim, lilahi ta’ala.

***

Rasa syukur dan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh keluarga, tetangga, sahabat dan kerabat juga sahabat-sahabat nara blog yang telah memberikan saran, dukungan, doa dan juga bantuan. Semoga Allah berkenan mencatatnya sebagai sebuah amal kebajikan dan memberikan ganjaran pahala yang berlipat ganda, amin. Mohon terus do’akan agar Allah berkenan memberikan kesembuhan dan kami tetap tegar, sabar, ikhlas dan tabah.

***

Atas nama pribadi dan keluarga, kami juga memohon maaf yang sedalam-dalamnya apabila selama ini ada tulisan-tulisan yang keliru, kurang tepat atau membuat pihak-pihak tertentu merasa dirugikan atau minimal merasa tidak nyaman. Sungguh, tiada maksud untuk melakukan semua itu. Namun sebagai manusia, tentunya kami tak luput dari salah dan khilaf. Sekali lagi mohon maaf atas kekurangan dan kelemahan diri. Dengan saling membebaskan diri dari kesalahan, semoga kita bisa menjalankan ibadah di bulan Ramadhan dengan lebih berkualitas, lebih khusyuk dan pada akhirnya kita akan menjadi hamba yang muttaqin, amin.

Allohuma bariklana firojaba wa syabana wabalighna romadhona, Ya Allah berkahilah kami dibulan Rajab & Sya’ban serta berikanlah kami kesempatan untuk sampai pada bulan Suci Ramadhan.amin.

Selamat menyambut datangnya bulan suci Ramadhan 1431 H, semoga kita bisa memanfaatkan bulan mulia ini dengan sebaik-baiknya dan semoga amal ibadah kita diterima Allah SWT, amin.

http://abisabila.multiply.com

email: [email protected]