Yang Terbaik

Saat ini, di perusahaan tempatku menjemput rizki seakan hanya ada satu hal yang menarik untuk dibicarakan. Sudah dua bulan terakhir, hampir di setiap tempat, di setiap saat, sebagian besar karyawan membicarakan rencana PHK massal sebagai buntut dari penjualan 70% saham perusahaan. Sebagian menyambut gembira rencana ini, sebagian lagi merasa cemas dan khawatir dengan kabar mengejutkan ini.

Bagi yang sudah lama ingin resign jelas ini kabar yang menggembirakan, tapi bagi yang mengandalkan perusahaan ini sebagai satu-satunya sumber penghasilan, kabar ini sangat mengkhawatirkan. Sebagian karyawan sibuk berencana dengan uang pesangon yang bakal didapat. Sebagian lagi mulai – panik – mencari informasi lowongan kanan kiri. Hanya sebagian kecil karyawan yang tidak begitu gembira atau khawatir dengan kabar yang masih sering berubah ini. Tenang dan sekedarnya saja. Dan menurut temanku, aku termasuk di dalamnya.

“ Pak Nurudin sih tidak perlu khawatir, sudah 120% pasti diterima bekerja lagi di sini “ begitu katanya satu ketika. Keyakinan yang menurutku berlebihan, atau dia memang hanya sekedar bercanda saja.

“ Alhamdulillah, jika memang demikian “ jawabku setiap kali mendengar candaan semacam ini. Bukan satu atau dua kali, kerap kata-kata semacam ini tertuju kepadaku dan beberapa teman lainnya. Sejauh ini selalu kutanggapi dengan tersenyum dan mengaminkan dalam hati. Aku anggap ini sebuah doa, semakin banyak orang yang mengucapkan, semakin sering diucapkan semakin besar peluang Allah akan mengabulkan.

Terlepas dari sisa rasa duka dan kehilangan atas kepergian almarhumah istriku beberapa waktu lalu, aku memang tidak menganggap rencana penjualan 70% saham perusahaan sebagai sebuah hal yang harus diperbincangkan setiap waktu. Apalagi, selama ini yang kurasa perbincangan lebih banyak berisi dugaan atau harapan ketimbang informasi yang pasti.

Jika teman kanan kiriku heboh membicarakan jumlah pesangon yang bakal diterima, aku menanggapi dengan senyum saja. Sebenarnya senyum yang kuberikan memiliki bermacam makna, selain sebagai jurus ampuh untuk menghindari obrolan yang ngelantur juga secara jujur aku merasa ‘bahagia’ dengan jumlah pesangon yang bakal diterima. Jika benar rejeki ini milikku maka insya Allah terbayarlah seluruh kewajibanku. Juga ketika teman kiri kananku sibuk mencari lowongan baik melalui internet atau menelpon dan sms teman-teman lamanya, aku mencoba untuk tetap realistis bahwa kabar PHK ini masih simpang siur.

Bukan, bukan aku tak mengharapkan pesangon yang menurut perhitunganku jumlahnya cukup besar -bahkan seumur hidupku belum pernah memiliki uang sebanyak itu – tapi aku tidak ingin terbuai angan. Bukan pula tak peduli masa depan, tapi aku tak ingin gara-gara memikirkan masa depan membuatku lupa dengan yang sekarang harus dilakukan. Angan boleh tinggi, tapi harus tetap sadar bahwa kaki ini masih menginjak bumi. Pikirkan masa depan, lakukan persiapan dari sekarang, dan jangan lari dari kenyataan.

Memperhitungkan kira-kira jumlah pesangon yang akan diterima, ku akui membuatku senang sekaligus khawatir. Senang karena dengan mendapatkan rejeki berarti kewajiban-kewajibanku bisa kulunasi. Juga janji kepada anak bisa aku tepati. Dan insya Allah kesempatan bersedekah terbuka lebar karena ada yang bisa aku sedekahkan. Tapi aku juga merasa khawatir jika dengan banyak duit nantinya membuatku tinggi hati atau bahkan lupa diri. Astaghfirulloh! Aku takut nantinya menjadi kikir dan cinta dunia. Ya Allah, bukan jumlah yang aku utamakan, tapi keberkahanlah yang aku harapkan. Biarlah banyak asal barokah, bisa untuk bekal ibadah, daripada sedikit tapi didapat dengan cara haram, hanya akan mengantarkan ke dalam neraka jahanam.

Juga mengenai masa depan jika PHK nanti benar-benar terjadi, jujur dalam hati juga ada rasa cemas dan khawatir. Bagaimana nanti bila ternyata aku tidak lolos seleksi manajemen yang baru, harus kemana mencari pekerjaan sementara usia dan keahlian sudah tak begitu bisa diandalkan? Astaghfirulloh! Pertanyaan-pertanyaan pesimis semacam ini pernah terlintas dibenakku, namun segera aku tepis. Tak kubiarkan ketakutanku melupakan sang penjamin rizkiku. Allah telah menyiapkan rizki untuk setiap hamba Nya, tergantung ikhtiar kita untuk menjemputnya. Insya Allah, meski tidak di perusahaan ini selagi mau berusaha dan berdoa, aku akan bertemu dengan rizkiku.

Yang terbaik, itulah yang kuminta pada Allah SWT. Sebagian karyawan memandang bisa bekerja kembali di perusahan ini dengan manajemen baru adalah jaminan masa depan yang cerah. Harapan gaji yang besar, kesejahteraan karyawan yang jauh lebih diperhatikan membuat mereka berusaha keras untuk bisa direkomendasikan di manajemen yang baru. Sebagian lagi menganggap bahwa perusahaan ini sudah ‘tidak layak’ untuk diandalkan di masa depan. Keluar dari perusahaan dengan membawa sejumlah pesangon yang rata-rata berjumlah puluhan juta ini jelas kesempatan emas dibanding mengundurkan diri dan hanya mendapatkan sedikit uang jasa serta ucapan terima kasih.

Bagi yang berharap bisa bekerja kembali di perusahaan ini, kesempatan yang masih tersisa dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk menunjukkan prestasi. Tapi bagi mereka yang sudah menginginkan PHK segera dilaksanakan, justru terlihat malas kerja dan terkesan asal datang. Ini yang sebenarnya aku tak setuju. PHK belum tapi kewajiban sudah mulai diabaikan. Mereka lebih berminat menyiapkan masa depan tapi melupakan kewajiban yang sekarang masih harus dikerjakan. Mereka masih menerima gaji dari perusahaan ini tapi bekerja hanya setengah hati. Apapun dan bagaimanapun manajemen perusahaan selama ini, jangan lupakan bahwa rezeki yang Allah berikan berasal dari gaji yang masih kita terima lantaran bekerja di perusahaan ini.

Jika ditanya bagaimana rencana beberapa bulan ke depan, aku sendiri tidak bisa menjawabnya dengan pasti. Kabar yang masih sering berubah membuatku tak ingin mengambil tindakan gegabah. Apakah bergabung di perusahan ini dengan manajemen baru adalah sebuah kebaikan, atau sebaliknya aku tak tahu pasti. Sejauh ini aku belum terlalu panik mencari lowongan pekerjaan, tapi sekedar mencari informasi sudah kulakukan. Sejauh ini pula aku belum terlalu yakin dengan jumlah pesangon yang akan diterima, apa yang terlihat di depan mata belum tentu akan menjadi milik kita. Sesuap nasi di sendok belum tentu akan masuk ke dalam perut bila Allah tak menghendaki. Melakukan berbagai persiapan untuk masa depan tak harus melupakan kewajiban sekarang.

Ya Allah, kumohon yang terbaik bagiku, keluargaku, dunia hingga akhiratku. Jika memang nantinya aku tidak lagi bekerja di perusahaan ini, bimbinglah langkahku menuju rizki yang telah Engkau siapkan untukku. Bukakan mata dan hatiku agar mampu melihat dan menemukan rizki yang Kau sediakan untukku. Dan bila tetap bekerja di perusahaan ini adalah yang terbaik bagiku, jagalah aku agar mampu menyelesaikan kewajibanku dengan baik. Beri hamba kekuatan dan kemampuan untuk menjalankan amanah yang diberikan.

Ya Allah, apa yang kuanggap baik, belum tentu baik di Mata Mu. Apa yang kuanggap buruk, belum tentu buruk pula di Mata Mu. Ya Allah, kumohon yang terbaik bagiku, duniaku dan akhiratku. Bukakan hati ini agar senantiasa ikhlas dengan apapun yang telah dan akan Kau berikan. Amin ya Allah ya robbal ‘alamin.

Teman………aku bukan tak memikirkan masa depan, tapi aku ingin tetap bisa menikmati masa sekarang dan mengambil pelajaran dari masa-masa belakang. Aku tak ingin mengulang kesalahan, melalaikan kewajiban hingga akhirnya masa depan luput dari genggaman.

http://abisabila.blogspot.com