Dan Santri Pun "Jatuh Hati"

Hari ini usiaku "genap" 23 tahun. Tepat 3 tahun yang lalu aku menyelesaikan hapalan Qur’anku. Kini sudah hampir separuh jalan, aku akan menyelesaikan pendidikan strata satuku di universitas tertua di dunia ini. Insya Allah kurang dari dua tahun lagi aku akan mendapatkan gelar LC dari Universitas Al-Azhar. Tapi ada satu hal yang mengganjal di hati dan itu terus saja mengganggu fikiranku. Sejak 2 tahun yang lalu rasa ini muncul. Wanita itu sungguh mempesona. Pakaiannya yang menutup rapat tubuhnya, juga sikapnya benar-benar membuat hati ini gundah gulana. Saat itu kami bersama 27 teman lainnya berangkat bersama menuju bumi para Nabi ini lewat jalur beasiswa yang disponsori oleh DEPAG RI. Sekarang perasaan itu kian kuat dan semakin dalam. Apalagi setelah mengetahui prestasi-prestasi yang diraih oleh wanita shalihah itu selama di sini. Aku sudah ber"azzam" akan segera melamar wanita itu jika kuliahku selesai. 2 tahun lagi bukan waktu yang lama. Tapi bagaimana mengungkapkan "rasa" ini kepadanya. Aku khawatir sebelum selesai kuliah dia sudah jadi milik orang lain. Dengan pesona yang dimilikinya pasti sudah banyak pria yang mengincarnya. Duh..! aku harus bagaimana? Sulit sekali membuang "rasa" ini.

Temanku mengakhiri ceritanya. Perasaan yang sudah begitu kuatnya dan itu adalah pertama kalinya. Begitupun dengan salah seorang sahabatku lainnya. Ia yang juga sudah menyelesaikan hapalan Qur’annya dan sekarang juga sedang melanjutkan studi di universitas yang sama, merasakan persis dengan yang dirasakan oleh temanku tadi. Bedanya ia sempat mengutarakan perasaannya kepada wanita pilihannya itu. Tetapi sebuah pesan singkat via sms ia terima,

"maaf ana gak bisa, semoga akh mendapatkan istri yang lebih baik dari ana".

Namun ia mengatakan bahwa perasaan itu tidak hilang. Sahabatku itu masih yakin bahwa "akhwat" itulah yang akan menjadi pendamping hidupnya kelak. Walaupun kenyataan berkata lain, karenamenurut kabar terbaru yang dia terima, ternyata "akhwat" itu sudah dilamar orang lain.

Hari itu benar-benar istimewa. Kurang dari 24 jam 3 orang temanku seolah bergantian menceritakan perihal perasaan hati mereka. Anehnya semua masalah mereka sama, tentang "CINTA".

Seorang lagi mengatakan saat ini kuliahnya hampir rampung. Ia juga sudah memiliki penghasilan lumayan dan bahkan lebih dari cukup hasil usahanya bekerja di salah satu perusahaan di Medan. Seorang wanita yang sama-sama aktif dalam kegiatan ROHIS di kampusnya berhasil menarik hatinya. Ia ingin segera melamar wanita shalihah itu tapi keraguan menyelimuti hatinya. Ia takut kalau lamarannya di tolak.

Islam adalah agama fitrah. Tidak pernah mengajak manusia untuk memerangi tabiatnya. Hanya saja Islam mengarahkan manusia agar tidak berbuat seenaknya. Tapi harus dengan cara-cara elegan, terhormat sesuai dengan fitrah manusia yang merupakan makhluk yang mulia disebabkan akal yang dimilikinya.

Cinta ada sebuah kemestian. Bahkan disebutkan bahwa hidup tanpa cinta tidak akan ada artinya. Seolah gurun tandus yang tak ditumbuhi pepohonan. Gersang, panas, kering.

Allah yang maha mulia itu juga maha mencintai. Tentu saja, sebagaimana disebutkan dalam kitab Tanbihul Ghafilin tidak pantas memaknai cinta Allah sama seperti memaknai cinta makhluk yang merupakan kecondongan hati terhadap sesuatu karena Allah maha suci dari segala sesuatu yang menyerupakan-Nya dengan makhluk. Ketika Allah mencintai hambanya berarti Allah memberinya segala sesuatu yang mendekatkan diri hamba tersebut kepada-Nya. Allah juga lah yang memiliki hati ini. Dia lah yang meletakkan rasa cinta ini sehingga tak ada seorang pun yang mampu menolaknya.

Buat "Adi", "Aal", juga "Iman" sahabatku. Aku bangga dengan kalian.

Saat orang-orang mengobral cinta mereka dan mengungkapkannya dengan cara yang tidak pantas kalian semua lebih memilih cara yang elegan dan terhormat. Kalian lebih memilih jalan aman yang diikat dengan "NIKAH" dari pada cinta palsu yang diikat dengan istilah "PACARAN".

Jangan pernah takut ikhtiar yang kalian lakukan dengan jalan "khitbah" itu tertolak!. Tidak ingatkah kalian bahwa Abu Bakar dan juga Umar pernah melamar tapi keduanya tertolak. Siapa yang tidak mengenal Abu Bakar RA. Dia yang diabadikan di dalam Al-Qur’an dengan sebutan "tsaniyatsnaini idz huma fil Ghar", Sahabat Rasulullah SAW ketika berhijrah dan dialah yang pertama kali masuk Islam dari golongan orang dewasa. Begitu juga dengan Umar RA yang dikatakan oleh Sahabat Ibnu Mas’ud: "Semenjak masuk Islam Umar Bin Khattab kami senantiasa berada di dalam kemuliaan. Dahulu Islamnya Umar merupakan sebuah kemenangan, hijrahnya adalah sebuah pertolongan, kepemimpinannya adalah sebuah rahmat. Dan sesungguhnya dahulu kami tidak sanggup shalat di sekitar Ka’bah kecuali setelah Umar masuk Islam"(Ar-Rijal Haula Ar-Rasul: Khalid Muhammad Khalid).

Abu Bakar RA yang ketika itu telah menikahkan anaknya A’isyah RAH dengan Rasulullah datang kepada Rasulullah SAW dengan maksud melamar putri Rasul Fathimah RAH, namun Rasulullah menjawab: "Wahai Abu Bakar! Bersabarlah sampai datang ketentuan Allah". Abu Bakar pun pergi menemui Umar RA, lantas Umar mengatakan: "Rasulullah telah menolak (lamaranmu) wahai Abu Bakar. Maka berkata Abu Bakar kepada Umar: Lamarlah Fathimah kepada Rasulullah. Umar pun segera melamarnya, namun jawaban Rasulullah sama dengan jawabannya terhadap lamaran Abu Bakar. Abu Bakar pun berkata kepada Umar: "Rasul sudah menolak (lamaranmu) wahai Umar. Akhirnya berita penolakan lamaran itu tersebar luas di kalangan muslimin. Karib kerabat Imam Ali RA segera mendesak Ali untuk melamar putri pemimpin umat itu. Esoknya Ali pun datang menemui Rasulullah. Rasulullah pun berkata: "apa keperluan anak dari Abi Thalib (datang kemari)?" Ali pun menjawab: "wahai Rasulullah aku teringat dengan Fathimah Binti Rasulullah" Lalu Rasul menjawab: "Marhaban Wa Ahlan!". Akhirnya Rasul pun menemui putrinya Fathimah menceritakan lamaran dari Ali bin Abi Thalib dan mengatakan: "Ali teringat denganmu". Fathimah hanya terdiam sambil tersipu malu. Maka Rasul pun segera faham Fathimah menerima lamaran Ali. (Ilaika Ayyuha Al-Fata Al-Muslim: Dr. Munir Muhammad Al-Ghadban)

Sahabat-sahabatku!

Dan kalaupun cinta kalian tertolak. Ketahuilah cinta itu bukan berarti memiliki. Cukuplah cinta itu ada, dan tidak melebihi cinta kalian semua terhadap Allah yang maha pengasih itu. Ingatlah kisah Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Pemimpin yang pada masa kekhalifahannya orang Islam sangat makmur dan sejahtera, sehingga tidak ada yang mau menerima harta zakat karena tidak ada lagi orang miskin.

Sebelum menjadi khalifah Umar bin Abdul Azis pernah jatuh cinta kepada seorang gadis, tapi cinta itu masih terhalang karena ia tidak diizinkan oleh istrinya Fatimah binti Abdul malik. Pada saat ia menjadi khalifah adalah saat dimana dia mengalami masa sulit, karena terus memikirkan amanah yang akan dipertanggungjawabkan olehnya kelak. Pernah pada suatu hari dia berkata kepada budaknya Muzahim yang juga sekaligus menterinya, "Bagaimana keadaan umat Islam hari ini?" tanya Umar. Lantas Muzahim menjawab : "semua dalam keadaan yang baik kecuali saya, anda dan juga baghal (kuda tunggangan) ini ya tuan". Begitulah keadaan Khalifah umar bin Abdul Azis. Hampir tidak ada senyum di wajahnya. Untuk menghiburnya, istrinya Fatimah binti Abdul Malik datang kepadanya bersama gadis yang dicintai oleh Umar untuk segera dinikahinya, agar Umar kembali bisa tersenyum dan bahagia. Tapi anehnya Umar malah menikahi gadis itu dengan pemuda yang lain bukan dengan dirinya. Lalu perempuan itu berkata kepada Umar : "wahai Khalifah! Dulu engkau pernah sangat mencintaiku, tapi sekarang apakah cinta itu telah hilang?" Kemudian Umar menjawab: "Tidak,cinta itu tidak hilang, bahkan sekarang rasa itu lebih dalam". (Agar Bidadari Cemburu Padamu: Salim A. Fillah)

Kairo, 26 November 2010
Buuts
Email/ fb: [email protected]