Di mana Rahmatmu Wahai Aktivis Dakwah?

Beberapa hari yang lalu seorang dosen yang mengajarkan fiqh berkata di kelas (dalam bahasa Arab, yang maknanya kurang-lebih): “Selama shalat di beberapa masjid di negeri ini, saya sering mendapatkan “keanehan-keanehan”yang tidak saya dapati di negeri saya, saya pernah shalat jumat di suatu masjid, sesak dada saya, melihat alangkah banyaknya sunnah-sunnah yang terlalaikan (dan justru bid’ah-bid’ah yang dikerjakan), sejak awal khutbah sampai shalatnya..” Beliau menyebutkan beberapa contoh yang saya tidak bisa mengingatnya lagi. Akan tetapi ada beberapa contoh yang masih saya ingat. “Ketika khotib berdoa, para hadirin mengaminkan dengan suara yang sangat keras ‘Amiiiin, amiin!’ sehingga membuat bising di telinga dan menghilangkan kekhusyukan khutbah jumat. ” Kami tersenyum mendengar ceritanya.

Lalu beliau melanjutkan lagi, “Begitu juga ketika shalat Jumat dimulai, shaff para makmum benar-benar tidak teratur, sebagian makmum agak maju dari shaff makmum lainnya dan yang lain lagi malah agak mundur. Itu “keanehan-keanehan” yang saya saksikan, bahkan saya pernah shalat di suatu masjid, tidak satu pun sunnah nabi yang dikerjakan sama sekali. “ Kami tertawa, akan tetapi beliau malah berkata, “Kita tidak memperolok-olok mereka. Wallahi ya ikhwah, jangan kita memandang mereka (orang awam) dengan pandangan yang meremehkan atau memandang rendah posisi mereka, kemudian memandang diri kita sendiri lebih mulia dari mereka, karena lebih mengerti sunnah dan lebih mengerti agama dan ..dan..hendaknya kita memandang mereka dengan pandangan peduli dan kasih sayang, karena mereka juga saudara-saudara kita."

Subhanallah! Perkataannya betul, ini memang penyakit dari sebagian aktivis dakwah dan orang yang sudah belajar agama: suka memandang remeh orang-orang yang “di bawah mereka” dan menganggap diri-diri mereka sebagai makhluk paling mulia dibandingkan selain mereka yang “awam”,”bodoh”, dan “jahil” dan lain-lain.

Beliau juga mengingatkan agar jangan pula sekali-kali kita mencela pelaku maksiat dan menganggap rahmat Allah jauh dari mereka, “Bukankah di zaman nabi صلى الله عليه وسلم dulu ada seorang yang berulang kali dicambuk karena diketahui meminum khamr, sampai-sampai karena seringnya membuat seorang sahabat nabi “tak tahan” untuk mencelanya, akan tetapi nabi صلى الله عليه وسلم malah berkata, ‘Jangan berkata begitu, sesungguhnya ia mencintai Allah dan rasul-Nya ?! “

Subhanallah! Betul pula perkataannya. Kenapa kita tergesa-gesa untuk menghukum saudara-saudara kita yang masih shalat dan ber-KTP islam yang terjatuh kepada perbuatan maksiat kalau mereka itu tak akan menjadi orang baik? Mengapa kita seolah-olah menutup surga untuk mereka? Apakah kita tahu bagaimana hidup mereka di masa depan? Bagaimana kalau mereka kelak bertaubat , sehingga menjadi orang yang baik dan senantiasa berbuat kebaikan, sehingga kebaikan mereka justru jauh melebihi kebaikan kita?

Beliau juga mengingatkan lagi tentang kasih sayang terhadap orang awam yang jauh dari agama sehingga terjatuh ke bid’ah, “Dan jangan sampai kita ‘melecehkan’ keadaan mereka. Karena bisa jadi, dikarenakan ketulusan dan keikhlasan hati mereka, Allah ampuni kesalahan-kesalahan mereka yang terjadi akibat kebodohan mereka terhadap agama kemudian memasukkan mereka ke surga , sedangkan kita, bisa jadi karena ‘ujub, riya’, sombong, merasa paling mulia, malah Allah campakkan ke neraka. “ wal’iyadzubillah.

Karena itu, untuk para aktivis dakwah dan orang-orang yang telah diberi anugerah Allah berupa hidayah mengenal dakwah dan tarbiyah, sesuatu yang tidak didapatkan oleh orang-orang selain mereka: ketahuilah, sesungguhnya nikmat hidayah yang telah kalian rasakan selama ini adalah semata-mata karunia dari Allah, bukan karena kecerdasan, “kecemerlangan” atau kerja keras kalian.

Seandainya Dia mencabut karunia itu dari kalian, maka apakah kalian bisa mengembalikannnya? Karena itu bersyukurlah kepada-Nya dan berendah hatilah terhadap hamba-hamba-Nya, kasihi dan sayangilah mereka, sebagaimana kalian suka dikasihi dan disayangi.

Bimbinglah mereka menuju hidayah-Nya dan antarkanlah mereka menuju rahmat-Nya, sebagaimana kalian suka dibimbing dan diantarkan menuju rahmat-Nya.

Jakarta, 2 Dzulqa’dah 1431/10 Oktober 2010
anungumar.wordpress.com