Apa Kabar Ramadhanku?

Apa Kabar Ramadhanku?

Ramadhan diawali dengan senyum kesyukuran dimana pun berada, berbahagia akan mantapnya iman dan termotivasi dalam setiap kajian ilmu adalah kerinduan setiap muslim dan muslimah sejati. Apa kabar ramadhanku? Apa kabar pula saudara-saudariku dalam aktivitas ramadhan? Ketika kita mengakui diri amat rindu dan kangen pada nuansa ramadhan, tetapi sering kali mengikuti rutinitas yang cenderung menyatakan biasa-biasa saja di hari-hari penuh samudera kemuliaan. Ketika kita ikrarkan diri telah membingkai cinta dan kasih untuk mendekap ramadhan, ternyata janji itu melebur dalam aktivitas nafsu diri yang tertutupi topeng-topeng nan dipoles dalam atmosfer ramadhan.

Masihkah kita ingat akan lembaran-lembaran qur’an dan shirah yang hanya dikoleksi dalam lemari kaca, menanti pemiliknya untuk membaca dan bersibuk merenungi maknanya? Ataukah guru-guru maya bernama jejaring sosial sudah amat kuat cengkeramannya hingga dering ponsel pun kita pasang khusus mengingatkan jadwal bisnis dunia yang kian bercabang, bukan alarm adzan pengingat sholat yang dahulu sangat diminati? Oh, ramadhanku… Hanya empat minggu, dan alangkah bodoh diriku tatkala tidak lebih banyak mensyukuri nikmat-Mu dan tiada menghargai waktu, apalagi jika kudapati diri ini tetap sama angkuhnya dengan kondisi sebulan yang lalu.

Ahlan Wasahlan Ya Ramadhan, namun ternyata mata hati tak terbuka lebar-lebar. Pikiran tidak jernih, sibuk berstrategi untuk pernak-pernik duniawi terutama mengharapkan kemuliaan di depan para manusia dengan bermegah-megahan. Tadinya mengultimatum diri agar melaksanakan Sunnatullah dengan kesederhanaan, berbuka dengan kurma dan menikmati berkah-Nya sepanjang berbuka hingga sahur kembali. Tadinya ingin menjauhi mungkar dan larangan Allah, ternyata tetap malas melangkah ke masjid dan memilih berada di balik selimut usai perut kekenyangan. Ah, janji kita memang mudah diucap namun teramat sulit dijalankan. Ramadhan dijadikan ajang pamer kuliner hingga lomba belanja benda-benda serta obrolan Te-Ha-Er. Dan yang berubah bukan jiwa, perubahan itu adalah tumpukan daftar menu favorit serta pilihan busana baru untuk seragam hari raya.

Oh, Ramadhan… Tadinya hati berbicara tentang jatuh cinta pada bulan mulia, tentang kecintaan pada berkah dan rahmat-Nya, tentang tak terhitung nikmat-Nya nan berlipat ganda selama meningkatkan ibadah di dalam naungan ramadhan. Namun ketika baru menginjak hari ke lima, jamaah taraweh dan kajian ilmu sudah berkurang, bahkan di siang hari tak sedikit yang sudah mengepulkan asap rokok kembali. Apakah diri hamba turut serta dalam kumpulan kelalaian itu? Naudzubillahi minzaliik, Ampuni kami, Yaa Robbul ‘izzati…

Tekadku untuk tetap merengkuh kesempatan melipatgandakan perbekalan, duhai Ilahi. Ramadhan kariim, bulan inspirasi, kala bunga-bunga di taman hati kian merekah, sajak dan do’a panjang tersusun rapi dalam nurani dan tertumpah di atas sajadah tanpa kepalsuan dalam menyatakan taubatan nasuha. Sehingga tiada merugi, bukan hanya menahan lapar dan dahaga dengan budaya kolusi tetap dilanjutkan. Bukan sandiwara berletih-letihan dan lemah tak berdaya padahal di belakang layar melempar cemoohan, caci maki dan menginjak kemuliaan Islam. Ramadhan bulan tarbiyah jiwa, bukan masa khusus untuk tebar pesona dengan penampilan baru berpita-pita di kepala agar pundi rupiah tetap terisi.

Apa kabar Ramadhanku? Sepanjang tahun sebelum berjumpa denganmu di 1433 Hijriyyah ini, ratusan teman telah mendahului kami. Benar, kalimat salah seorang almarhumah, “Mungkin ramadhan ini adalah ramadhan terakhirku…”, ia telah terbaring tenang di rumah peristirahatan terindah. O, kematian… balita dan remaja pun bisa mengalaminya sebelum menjadi manula. Sedangkan kita nan masih memetik “obral pahala” di bulan mulia ini, ternyata masih berteman keluh kesah, capek! Puasa, taraweh, baca qur’an, terlibat dalam acara bakti sosial, dsb, namun ada ujung keluh, “Capek!”, aduhai, ramadhan, apakah kami sedemikian mengecewakan?

Ampuni hamba yaa Allah… Ini adalah taman surga bernaung amal-amal sholih dan tiap diri nan beriman merajut asa agar dapat terlahir suci kembali usai melalui ramadhan terbaik ini. Berapa banyak di antara kami yang khatam Al-Qur’an, mengunjungi kajian ilmu, serta bersedekah namun runtuh dalam omelan kata, “Capek!” ? Betapa banyaknya keseharian kami hanya habis di urusan dapur, menata ruangan demi kemeriahan hari raya dan menghabiskan puluhan juta rupiah dana hanya untuk memoles warna baru dinding rumah serta menambah lemak di perut? Naudzubillahi mindzaliik.

Mohon bimbinglah hamba selalu, duhai Ilahi. Seharusnya hamba sadar dan kian memahami bahwa ramadhan adalah bulan penempaan diri agar kian ikhlas dalam meneguhkan keimanan pada-Mu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengingatkan kita agar mengutamakan keimanan dan keikhlasan, “Sesungguhnya Allah SWT menolong umat yang lemah, dengan do’a mereka, keikhlasan mereka, dan shalat mereka.” (HR.An-Nasai’).

Apa kabar ramadhanku yang detik-detiknya terus berlari, sementara remah kebaikan masih banyak nan belum kurengkuh? Apa kabar saudara-saudariku di Gaza, di Suriah, di Myanmar, di Indonesia dan belahan bumi nan terjajah lainnya? Sudahkah kita banyak bersyukur kepada-Nya akan nafas dan kesempatan ramadhan ini? Sudahkah kita memohon pertolongan-Nya agar hati kian tunduk dan berprasangka baik akan segala ketetapan-Nya? Hanya kepada Allah kita memohon perlindungan, Hanya Allah tempat mengadu segala sesuatu, semoga Dia menerima taubat kita, membersihkan dosa-dosa kita, memperkenankan do’a-do’a kita, meneguhkan hujjah kita, mengangkat derajat kita, dan meluruskan segala ucapan, tindakan, serta perbuatan kita. “Ya Allah, kepadamu kami berserah diri, kepadamu kami berjuang, dan kepadamu pula kami akan kembali. Ya Allah, lindungilah saudara-saudari kami, kabulkanlah permohonan kami, sesungguhnya hanya Engkau Yang Maha Pengabul segala permohonan…Aamiin…”.

Wallohu’alam.

(bidadari_Azzam, Salam Ukhuwah dari @Krakow, jelang sore, 7 Ramadhan 1433 Hijriyyah)

Twitter : @bidadari_azzam