Bahaya Memfitnah Ulama

Eramuslim.com – Belakangan ini, sejumlah ulama di Tanah Air kerap menjadi sasaran fitnah.

Sebenarnya bagaimana bahaya memfitnah, membenci, dan menyakiti ulama?

Pendakwah yang juga Kepala Lembaga Peradaban Luhur (LPL) Ustaz  Rakhmad Zailani Kiki menjelaskan, kedudukan ulama sangatlah tinggi.

Dalam hadis sahih riwayat Imam Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam Ad Darimi, Imam Abu Dawud, dan Ibnu Majah dijelaskan bahwa ulama adalah pewaris para nabi.

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Maka, barang siapa mengambil warisan tersebut, ia telah mengambil bagian yang banyak.”

Menurut Ustaz Kiki, ilmu yang diwariskan dari para nabi, khususnya dari Rasulullah SAW kepada ulama, adalah dalam ruang lingkup tiga pokok ajaran agama atau arkanuddin (rukun atau dasar agama), yaitu Islam, iman, dan ihsan.

Dia menjelaskan, ulama sebagai pewaris para nabi sangat mengetahui dan menguasai tentang Islam, iman, dan ihsan. Pengetahuan dan penguasaan mereka terhadap arkanuddin bukan sekedar sebagai ilmu.

Mereka adalah pribadi-pribadi yang paling dahulu melaksanakannya secara istiqamah, dari yang wajib sampai yang sunah atau amalan-amalan tambahan (nawafil/yang dianjurkan atau pelengkap) sehingga Allah SWT mengangkat derajatnya sebagai waliyullah atau kekasih Allah.

“Kepada ulama yang kekasih Allah SWT inilah kita sebagai Muslim sangat dilarang untuk memfitnah, membenci, atau menyakiti mereka karena mereka bukan hanya pewaris para nabi, melainkan juga waliyullah, kekasih Allah SWT,” kata Ustaz Kiki kepada Republika pada Kamis (3/6).

Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah,  Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah berfirman: ‘Barang siapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku sungguh Aku telah mengumumkan peperangan kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (amal saleh) yang lebih Aku cintai daripada amal-amal yang Aku wajibkan kepadanya (dalam Islam) dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal tambahan (yang dianjurkan dalam Islam) sehingga Aku pun mencintainya. Lalu jika Aku telah mencintai seorang hamba-Ku, Aku akan selalu membimbingnya dalam pendengarannya, membimbingnya dalam penglihatannya, menuntunnya dalam perbuatan tangannya, dan meluruskannya dalam langkah kakinya. Jika dia memohon kepada-Ku, Aku akan penuhi permohonannya dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku akan berikan perlindungan kepadanya. Tidaklah Aku ragu melakukan sesuatu yang mesti aku lakukan seperti keraguan untuk (mencabut) nyawa seorang yang beriman (kepada-Ku), dia tidak menyukai kematian dan Aku tidak ingin menyakitinya’.” (HR Imam Bukhari).