Ber-Islam di Belanda

Sebelum saya berangkat ke Belanda saya sempat dilanda kecemasan mengenai jilbab. Saya sangat khawatir akan mengalami masalah karena jilbab saya. Apalagi ditambah berita-berita pandangan miring tentang Islam oleh dunia barat. Saya benar2 khawatir bila saya tidak dapat menjalankan ibadah di Belanda.

Ternyata kekhawatiran saya tidak beralasan.

Alhamdulillah saya ditempatkan Allah di Rotterdam. Di kota yang paling banyak muslimnya, bahkan walikotanya pun muslim. Di sini jilbab bukan sesuatu yang asing. Karena banyak keturunan Maroko dan Turki yang tinggal di Belanda, khususnya di Rotterdam. Rasanya senang sekali bila bertemu sesama muslimah di jalan. Walaupun tidak selalu bertegur sapa, tapi setidaknya sesungging senyuman terulas bila tidak sengaja bertemu mata.

Untuk masalah sholat, alhamdulillah tidak ada masalah. Ketika baru datang ke Belanda 2 bulan yang lalu, saya tidak tahu dimanakah arah kiblat. Tapi,tidak tahu arah kiblat bukan menjadi alasan untuk tidak menjalankan sholat. Akhirnya saya berijtihad sendiri dimanakah arah kiblat. Akhirnya setelah 2 minggu tinggal, tiba-tiba teman saya yang dari Bangladesh mengatakan bahwa arah sholat saya selama ini salah. Dia menunjukkan kepada saya arah kiblat yang benar (sumbernya tentu saja internet: google web map). Alhamdulillah, Allah memberikan petunjuk arah kiblat yang benar dari teman saya itu. walaupun saya juga sempat malu ketika ditanya, kenapa kamu tidak mencari arah kiblat yang benar dari internet? ya, saya akui saya ini gap-tek!! saya tidak tahu, kalau saya bisa menemukan arah kiblat dari internet..memalukan sekali…

Waktu sholat di sini benar-benar berubah dari hari ke hari. Tidak seperti di Indonesia yang waktu sholatnya relatif stabil. Saya mendapatkan info waktu sholat dari situs Islamicfinder. Ketika awal2 datang dulu, shubuhnya itu jam 4 kurang, maghribnya jam 9 lewat. Tapi akhir2 ini, siang hari jadi semakin pendek. Shubuhnya baru jam 6 pagi, matahari baru terlihat terang jam 8 pagi dan maghribnya jam 7 malam. Biasanya saya menjamak sholat dzuhur dengan ashar di waktu ashar, ketika sudah pulang kuliah. Sebenarnya hal itu tidak terlalu benar. Di Erasmus MC tersedia musholla, walaupun untuk meminjam kuncinya saya harus meninggalkan kartu mahasiswa di resepsionisnya. Waktu istirahatnya juga tidak terlalu tepat, lunch break dimulai dari jam 12.30-13.30, tapi dzuhurnya baru jam 13.45. Yah, sebenarnya tidak bisa dijadikan alasan juga c. Soalnya, kami bisa meninggalkan kelas walaupun pelajaran sudah dimulai.

Untuk puasa, sebenarnya yang jadi kendala utama itu waktu. Apalagi ketika puasa kemarin, masih musim panas. Jadi waktu siangnya lebih lama dan otomatis waktu puasanya juga lebih panjang. Belum lagi ditambah godaan dari lingkungan. Karena mayoritas tidak berpuasa, otomatis banyak toko-toko makanan dan orang2 yang makan. Tapi mereka menghargai orang berpuasa. Ketika awal2 bulan puasa, teman2 saya mengajak kami untuk ikut makan siang di kantin seperti biasa. Tapi kami bilang kami sedang menjalankan puasa. Lalu mereka yang berkata, "oh iya ini sudah bulan ramadhan ya.."

Yang sedih ketika menjalankan ibadah puasa ramadhan di eropa, adalah suasana Ramadhan sama sekali tidak terasa. Sholat tarawih pun biasanya dilakukan sendirian di kamar. Selain karena mesjid jauh, waktunya pun sudah amat sangat malam. Karena pada saat itu, isya’nya baru jam 11 malam. Rindu dengan suasana pengajian, tarawih berjamaah, ramainya pasar ketika mau berbuka dan hal2 biasa lainnya di bulan ramadhan. Apalagi ketika Idul Fitri tiba, rasa rindu pada keluarga semakin besar. Alhamdulillahnya, walaupun tidak sempat sholat Ied di KBRI, saya dan teman2 sholat di mesjid Indonesia yang ada di Rotterdam. Tidak bisa dibilang mesjid c, soalnya hanya seperti bagian dari apartemen yang tersekat menjadi beberapa ruangan. Walaupun ceramahnya dengan bahasa Belanda, tapi suasana Iednya benar2 terasa. Saya benar2 terharu ketika mendengar gema takbir berkumandang di mesjid tersebut. Melihat banyak bule juga yang berjilbab dan memakai kopiah, saya terharu. ternyata Islam itu milik semuanya bukan orang Indonesia saja (ya iyalah…^^!!)

Di sini tidak ada suara adzan. Tapi kami bisa mendownload adzan dari internet. bahkan ketika teman saya membawa laptop ke kampus dan adzannya berkumadang (karena memang sudah masuk waktu dzuhur), teman saya yang orang Belanda berkata, "kalau tidak salah ini tandanya untuk beribadah ya, berarti kalian harus beribadah ya?", teman saya yang muslim menjawab,"iya benar, tapi kami bisa melaksanakan ibadah di rumah"..yah, sebenernya malu juga c secara ga langsung ditegur oleh teman bule yang notabenenya bukan seorang muslim.

Untuk makanan halal terutama daging-dagingan bisa dibeli di toko Turki atau Maroko. Walaupun harganya lumayan mahal. Tapi kemarin ketika saya berbelanja di supermarket Belanda "Albert Heijn", saya menemukan bagian kecil di daerah daging tulisan"halalan meat". jadi kami pun bisa mendapatkan daging halal di supermarket biasa. Pernah suatu ketika, saya dan Iqbal berencana untuk membeli croissant di kantin. Tapi tiba2 ada bule yang menegur kami dan bilang "itu isinya daging babi, kamu tidak bisa makan itu". Tentu saja kami secara spontan mengucapkan terimakasih kepada bule itu.

Dulu saya pernah mendengar istilah "Kita memang jarang menemukan orang Islam di eropa, tetapi kita akan banyak menemukan Islam di sana". Ternyata ungkapan itu memang benar. Di sini amat sangat menghargai waktu,hal yang juga diajarkan oleh Islam. Di sini amat sangat menjaga kebersihan, hal yang juga diajarkan oleh Islam. Kejujuran, etos kerja yang tinggi, profesional dan mandiri merupakan cerminan dari pribadi orang barat. Padahal semua itu juga diajarkan oleh Islam. Tapi sayangnya hal itu jauh sekali bila dibandingkan dengan pribadi kebanyakan orang di Indonesia yang notabene-nya mayoritas muslim. Sebuah ironi…

Bila dipikir2, di Indonesia pun banyak juga muslim yang tidak menjalankan ibadah, padahal sarana beribadah amat sangat banyak dan kesempatan juga amat sangat luas. Baik di eropa maupun di Indonesia, tidak ada alasan untuk tidak bisa menjalankan ibadah yang diperintahkan oleh Allah SWT. Semuanya kembali ke diri masing2. Karena dimanapun kita berda, semuanya adalah milik Allah juga..

Semoga sedikit cerita ini dapat bermanfaat bagi kita semua.