Keakraban Keluarga : Jangan Bohongi Anak-anak

Aku dan suami pernah membaca artikel hikmah menceritakan tentang seorang bapak yang sangat santun berbicara dengan bossnya di kantor meskipun hatinya sedang kesal dan gundah, sedangkan di saat bersamaan, ada pelampiasan rasa marah kepada anaknya di rumah, saat sang anak menunjukkan hasil karya, si bapak malah ketus berkata, “ayah lagi sibuk,ah…”, sehingga hancurlah hati sang anak. Sungguh teguran yang tepat.

Berkaitan dengan itu, ada cerita masa kecil seorang saudara kami. Hingga kini, keluarga mereka masih belum harmonis alias tidak akur. Coba kita ambil secuil pelajaran dari ketidak akuran itu, salah satunya orang tua mereka seringkali membohongi anak. Suatu hari, kak Doni (sebut saja begitu) rajin menabung untuk cita-cita kecilnya, “membeli game”, versi lama dari PS kira-kira. Semua uang jajannya dikumpulkan demi cita-cita itu, uang jajan anak SD tidaklah besar, satu tahun barulah terkumpul. Namun sang ayah berkata, “pinjam dulu yah…nanti ayah kembalikan koq, dua kali lipat malah…”, Doni kecil tak bisa berbuat apa-apa, padahal ayahnya meminjam untuk membeli beberapa bungkus rokok. Kebetulan sang ibu pun sedang berbelanja di pedagang sayur yang lewat di kompleks itu, “ibu pinjam uang kamu yah nak… nanti ibu kembalikan, janji koq…”, sisa tabungannya ludes seketika, melunasi utang kepada pedagang sayur, dengan harapan besar hati Doni berkata, sebentar lagi saat gajian tiba, ayah dan ibu pasti mengembalikan uang tabungannya.

Ternyata janji tinggallah janji. Rengekan Doni agar mereka “mengembalikan uang tabungan itu” tak kunjung ditanggapi, dianggap hanya kemanjaan anak kecil yang tidak berarti. Begitu pun dengan adik-adiknya, sering kali ayah mereka bilang “besok yah…”, atas janjinya, namun ia langgar dengan mudah. Ibu pernah berjanji datang ke acara pertunjukan teathre anaknya, namun dilanggar pula, dan kejadian itu berlangsung dengan mudah. Naudzubillah…

Lisan, kata Al-Ghazali, merupakan kenikmatan besar yang dianugerahkan kepada manusia. Ingatlah, “Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta” [QS:Adz Dzaariyaat:10]. Walaupun berdusta kepada anak atau saudara sendiri, tetaplah disebut kebohongan, sedangkan pesan Nabi Muhammad SAW: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu bila berbicara dusta, bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat. “(HR. Bukhari&Muslim). Lantas bagaimana isi keluarga dapat harmonis, sakinah mawaddah warohmah jika di dalamnya bergumul kemunafikan dan saling menyakiti perasaan ?!

Dari suasana dan kondisi mereka, kami pun dapat mengambil hikmah, apalagi dengan kritisnya anak-anak saat ini. Kami tidak mau waktu yang kian berlari menjadi sia-sia, padahal keharmonisan keluarga adalah cita-cita yang besar. Saya dan suami pernah meminjam tabungan si abang, sulungku ini gemar menabung, lalu kami kembalikan tepat waktu. Dan abang kecil punya “catatan janji sendiri” dengan orangtuanya, misalkan ia ingin bermain komputer, kami setting waktunya, ia patuh untuk berhenti bermain, sesuai janjinya.

Contoh lain saat ia berjanji ingin menjaga adik ketika aku berwudhu, jangan sampai adiknya terjatuh saat berlari, jangan sampai termakan sesuatu benda asing, ia komitmen melakukannya walupun rambutnya jadi korban jambakan sang adik yang kesal dikontrol abangnya. Sedari kecil ia mengetahui bahwa Islam memiliki perhatian full dalam kehidupan kita, termasuk pengamalan kepada akhlak-akhlak terpuji seperti menepati janji. Bukanlah anak yang sholeh jika berbohong dan tentu Allah SWT akan murka pada orang yang terbiasa berbohong.

Dalam konteks yang lebih luas, Keluarga besar adalah analogi suatu negara. Alangkah tidak harmonisnya bila “bapak-ibu” yang menjadi pemimpin negara sering melanggar janji dan mengecewakan “anak-anaknya” (rakyat), semoga jadi renungan bersama.

Ramadhan adalah saat yang tepat untuk makin mengakrabkan diri di lingkungan keluarga, sungguh indah suasana sahur, berbuka, sholat tarawih berjama’ah, mengingatkanku pada ayah-bunda yang juga melakukan hal sedemikian. Alhamdulillah…

Allah SWT berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. -Qs At-Tahrîm:6-, dan kita sudah tau bahwa Rasulullah SAW telah mengaplikasikan perintah ini. Semoga kita pun diberiNya kekuatan dalam menjaga keakraban keluarga, bersama meraih cinta dan keridhoanNYA, amiin.
(Bidadari Azzam, krakow, 25/8/2010)