”Buncahan Bahagia Buat Keluarga Extra Josss”

Empat bulan sudah Mbakyu Geudebleh meninggalkan Jepun. Saat memantau email walau dengan kepala nyut-nyutan, ada kabar bahagia dobel dari keluarga penuh perjuangan extra josss. Teh Midori lulus master dan Kang Uyun lulus doktor.

”Subhanallah….Allahuakbar…Alhamdulillahh…” teriak bahagia Mbakyu Ge dari pertapaannya di Pulau Sumatera, di pijakan bumi Universitas Biru.

Perjuangan doktoral program dengan eksten lebih dari dua tahun itu akhirnya berbuah manis. Manis dengan buah dobel.

”Mobil Avanza kalau dengan dobel blower, memang lebih mahal. Tapi AC-nya lebih dingin dan penumpang juga lebih nyaman” demikian promosi agen Toyota yang datang menemui Mbakyu Ge sore itu.

Ibarat mobil Avanza, yang punya tiga tipe, demikian juga sekolah di Jepun dengan beberapa tipe mahasiswa. Sebut saja beberapa tipe mahasiswa di keluarga Fuchu Koganei Tokyo Jepun. Tipe mahasiswa doktor, yang sekolah hanya sang suami, istri di Indonesia (Dr. Suripto Dwi Yuwono). Tipe lainnya mahasiswa doktor dengan istri ikut di Jepang dan tinggal di rumah urus anak-anak (Dr. Tatang Sopian, dan Dr. Ferzet, dan Kang Sahlan). Tipe mahasiswa doktor di Jepun, dan istri ikut ke Jepun tapi sekolah jarak jauh ke Belanda ambil master (Dr. Teuku Faisal Fathani dan Mora Claramita).

Tipe mahasiswi doktor, suami juga mahasiswi doktor dan tinggal di Jepang (Mbak Dina Faoziah dan Mas Ganjar Nugroho). Tipe mahasiswi doktor, suami di Jepang dan ambil kuliah master juga di universitas yang sama (Dr. Geudebleh dan Mas Amung Sakti Mandra Guna). Tipe mahasiswi doktor TUAT, suami di Indonesia (Uni Ides). Tipe mahasiswi doktor single, calon mempelai belum jelas hehehe…(Uni Ipit dan Teh Risma).

Bayangannya dengan membaca email bahagia itu. Rasa kebersyukuran dan kebahagiaannya jauhhhh sangat tinggi nilainya. Dengan dalam waktu yang bersamaan berjuang tanpa beasiswa hidup di Jepang dengan dua-duanya sekolah.

Allahuakbar. Masuk dalam tipe mahasiswa doktor terbaru.

Tipe mahasiswa doktor, dengan istri ambil master, ngurus anak, dan lulus bersamaan waktunya.

Hidup itu ternyata walau seberat angin topan beliung, bila dijalani ternyata ada redanya juga. Perjuangan sekolah itu ternyata ada titiknya juga.

”Enak aja lhah cuma baca email, trus baca kabar telah lulus,…yang berjuang mati-matian ini yang teler lahir batin” komentar Mas Dwi, senpainya Mbakyu Ge.

”Ya itulah orang lain. Memandang enak sekali belajar di luar negeri, bahkan dengan kondisi puncak tanpa beasiswa-pun, untuk suami istri kuliah. Dijalani dengan sabar dan terseok-seok, akhirnya beres juga” tandas Mas Dwi lagi.

Kalau melihat tekad baja keduanya, memang Allah SWT telah sepantasnya memberikan anugerahnya yang terbaik buat Teh Midori dan Kang Uyun.

Perjuangan sekolah yang banyak meneteskan air mata haru.

”Rafa-chan, mama kerja dulu ya, buat beli keeki(kue)…” tutur ibu berkaca mata minus yang suka warna hiaju itu pada buah hatinya yang usia di bawah lima tahun tersebut.

”Keeki ga iranai. Mama hooga ii (Kuenya ga ada saja, Mama saja yang aku mau)”jawab polos Rafa-chan, membuat bendungan air di mata Teh Midori membuncah, dan pendengarnya Mbakyu Ge juga ikutan berkabut.

Sewaktu telah berada di pulau Sumatera, wajah boneka dari Rafa-chan, sering hadir dalam mimpi Ade-chan, putri Mbakyu Ge. Jarak yang sudah jauh sekali dengan hamparan laut dan udara yang sangat jauh dari bau Jepang. Jangankan bau Jepang, meniupkan pada anginpun, sukar sekali sang angin menyampaikan pesannya… (Cie…)

Tetapi kedekatan hati keduanya ternyata suka membuat tersenyum.

Dulu, Mbakyu Ge dan Teteh Midori suka terheran-heran atas telepati Rafa-chan dan Ade-chan.

”Okaasan (Ibu), Ade mau ke rumah Rafa-chan yoo” lalu Ade-chan naik sepeda ke apato sahabat ciliknya itu.

”Okaasan, aku mau ketemu Kakak…mau ketemu Kakak” rengek Rafa-chan pada Teh Midori sang ibu.

Saat Teh Midori menyatakan via telepon bahwa Rafa-chan ingin bertemu dengan Ade-chan, maka Mbakyu Ge sudah tersenyum. Telepati keduanya sudah nyambung rupanya.

Keduanya, kalau sudah bertemu susah dan enggan sekali berpisah. Kelekatan hati yang tidak pernah diajarkan oleh siapapun. Bahkan juga mungkin tanpa diketahui oleh dua anak kecil berusia delapan tahun dan empat tahun kala itu.

Persahabatan cilik yang indah, murni dan tanpa tendensi apa-apa.

Allahuakbar…

Mengenang perjuangan Teh Midori, yang disela kesibukannya mengajar Bahasa Indonesia buat orang Jepang itu, masih menyempatkan diri berlembur-lembur ke apato Mbakyu Ge. Demi membantu perjuangan detik-detik terakhir Mbakyu Ge, juga merupakan kenangan jasa yang tak terperikan, terpatri ikhlas di hati seorang Ge.

Pemilik mata cantik yang bright dan lembut perangainya ini, akhirnya menyelesaikan ujian masternya dengan sukses.

”Sengaja kaca mata saya lepas, agar saat presentasi tidak lihat, siapa saja yang datang. Menghilangkan grogi dan sebuah strategi…” balasnya pada ucapan yang banyak mengalir setelah ujian masternya di Tokyo University of Agriculture and Technology.

”Hayuuuu berkumpul di Universitas Biru saja, alumni TUAT-nya biar tambah banyak…kami menunggu di pulau Sumatera dengan penuh haru dan bangga…” ucap Mbakyu Ge dengan harapan.

”Selamat atas prestasi yang telah dicapai, selamat siap-siap berbakti pada Ibu Pertiwi”.

Extra Josss… rekor lulus bersama, suami dan istri yang sekolah tanpa beasiswa.

Lampung Indonesia, 17 Agustus 2009

Kado Special buat Teh Larasati, M.Agr, dan Dr. Aep Saeful Uyun.
Penulis adalah Sekretaris Forum Lingkar Pena Jepang, dan anggota IASA Jepang

Bainah Sari Dewi
bainahdewi(at)yahoo.com
http://saridewi.blogspot.com
http://bainahsaridewi.wordpress.com