Doa Selalu Sama Menjelang Ramadhan

Banyak hal yang ingin saya ceritakan menjelang ramadhan ini. Banyaknya sama denganjumlah pemandangan akhir-akhir ini yang saya lihat dan terpampang, pada saat-saat mendekati bulan suci ini.

Sebenarnya hanya dua hal yang membuat saya tertarik untuk saya bagi pada anda. Satu adalah ketika saya menonton siaran berita di televisi. Begitu banyak orang lesehan pada sebuah tempat, dengan atap yang menjulang, tas dan penat yang menggelantung pada wajah mereka, disertai tatapan lelah. Mereka bahkan telah melakukan aktivitas lesehan itu sejak jam 5 subuh. Pada saat adzan bergema, mereka tafakur dalam diam, merunduk mencium kedua lutut mereka. Bukan dengan khidmat mendengarkan adzan lalu melakukan sholat fajar setelah itu. Karena memang tempat mereka lesehan itu bukan di rumah Allah, melainkan pada sebuah stasiun alat transportasi. Stasiun kereta api Gambir. Mereka sambut ramadhan dengan antri pada loket tiket keberangkatan. Alasannya tentu tak ingin kehabisan jika harus antri seminggu menjelang idul fitri. Bahkan pihak terkait tidak bisa menjamin, apakah tiket masih tersedia menjelang lebaran. Maka, mereka harus melakukannya, jika tidak ingin berlebaran jauh dari kampung halaman.

Hal kedua adalah gemuruh di satu masjid, kawasan Sengata Baru, sekitar jam 8 pagi. Cuaca waktu itu tak bersahabat. Sedari subuh, rinai tak hentinya turun. Namun, aktivitas gemuruh itu tak terganggu sedikit pun. Ratusan anak dan orang tua berkumpul. Sebuah panggung kecil di tengah masjid telah dipersiapkan. Kemudian anak-anak itu dengan tertib masuk, duduk sesuai dengan tanda yang harus mereka sepakati, agar anak yang lain dapat menempati posisi mereka secara teratur pula. Sedang para ibu-ibu mengatur beberapa barang, diteras masjid. Menatanya sedemikian rapi, hingga sangat nyaman dipandang. Lalu tiba-tiba, MC mulai bersuara, “Anak-anak, takbir!” maka gemuruh jelas menggema dari mulut-mulut kecil itu, “Allahu Akbar!”. Tempat itu serempak riuh, dengan kegiatan mendongeng kisah ramadhan dari seorang ustad pendongeng yang sengaja didatangkan dari Yogyakarta. Kegiatan ini disebut Tarhib Ramadhan atau menyambut ramadhan yang diselenggarakan Yayasan Pembina Masjid Daarussalaam Sengata, yang isinya adalah sekolah Islam terpadu, dari TK hingga SMP.

Menarik. Itu yang ingin saya ungkap. Betapa ragam aktivitas bisa manusia tampilkan dalam satu kesempatan. Entah itu aktivitas menyenangkan, menggelikan, menyusahkan bahkan menyesatkan. Lebih geli lagi, manusia rela untuk melakukannya, demi rutinitas yang memang telah terbentuk sejak mereka kenal dengan hal ini. Mau tidak mau, mereka pun menjadi terbiasa, bahkan sebagian beranggap, akan aneh jika tidak melakukannya.

Saya teringat, seorang teman mengatakan; ia tidak akan pulang selama ramadhan hingga masa i’tikaf selesai. Selain ia terbiasa akan mengisi ruhiyah tiap ramadhan, karena begitu banyak ustad yang akan ke Sengata, juga ia selalu beranggap ramadhan ini adalah ramadhan terakhirnya. Jelas, itu berarti ia sekali lagi akan menghabiskannya jauh dari keluarga besarnya di rantau. Alasannya masuk akal. Ia tak ingin ramadhannya kali ini akan sia-sia jika harus ia habiskan di perjalanan, sampai di kampung, bertemu dengan sanak saudara, lalu lupa akan indahnya bulan suci ini, jika hanya dilewatkan dengan ngobrol tentang segala hal selama ia tak berada di kampung.

Seorang teman lain, berpikiran hampir sama; apa yang akan ia lakukan di kampung selama ramadhan? Ia terbiasa sibuk mengurus rumah, anak-anak, dan tarawih pada malam harinya. Jika pulang, tinggal di tempat orang tua, tentunya kesibukkan akan menurun. Bingung, karena apa-apa yang ia perlukan serba tersedia di rumah orang tuanya. Ada assisten, yang siap membantu, dari memasak, mencuci, hingga membenahi halaman rumah. Tidak ada aktivitas yang berarti, kilahnya.

Menjelang ramadhan, betapa banyak ragam peristiwa dari sebuah aktivitas yang disuguhkan pada kita. Ada yang berdesir pilu, miris juga pedih. Namun tak sedikit ada warna cerah, berbunga-bunga serta harum. Inilah kebesaran milik-Nya. Banyaknya hal yang disajikan, menjadi pertanda, DIA begitu mencintai kita. DIA masih memberikan kesempatan serta kemampuan pada kita dalam memilah segala hal dengan baik.

Apapun itu, saya yakin, doa saya maupun anda, selalu memiliki kesamaan; berusaha menjadikan ramadhan kali ini sebagai pembelajaran dalam hidup, mengokohkan kesantunan seorang muslim dalam berprilaku, serta meraih setinggi-tingginya ridho milik Allah SWT. Banyak doa yang terlantun, semoga diiringi dengan banyaknya pula usaha dalam menggapai cinta-Nya. Wallahu a’lam bishowab.

Marhaban ya Ramadhan
Selamat Menjalankan Ibadah Puasa 1429H

Http://rhandry.blogspot.com