Duh, Kemarin Tak Berinfak

Saya terus bertanya-tanya, sebab apa yang membuat hari kemarin terlupa berinfak. Meski pun di hari kemudian saya menggandakan infak dengan harapan bisa menutupi celah yang kemarin berlubang, namun tetap saja ada perasaan bersalah. Meski pula tak ada sedikit pun kesengajaan untuk tak berinfak, dan saya yakini hanya karena terlupa, tetap saja pikiran ini terus menerus bertanya, kenapa lupa?

Sekarang saya harus banyak merenung dan membayangkan akibat apa yang bakal saya alami selepas tragedi “lupa” berinfak hari kemarin itu.

Tentu saya tak boleh marah jika tiba-tiba Allah sempat memutus aliran rezeki, entah hari ini, besok, lusa atau entah kapan. Sebab dengan tak berinfak hari kemarin, berarti saya telah memutus rezeki orang lain yang berhak. Boleh jadi, akibat terputusnya infak di hari kemarin itu, ada perut-perut yang teriris menahan lapar. Ada tubuh lemah yang semakin melemah akibat sakit yang dideritanya berhari-hari tanpa pengobatan. Bahkan, saya tak harus merasa sakit hati kalau suatu hari nanti saya merasakan tidak punya satu apapun untuk bisa dimakan, termasuk oleh isteri dan anak-anak saya. Ya, gara-gara kemarin tak berinfak, bisa dipastikan ada yang tak memiliki apa pun untuk pengganjal perut laparnya.

Saya pun tak boleh kecewa jika segala apa yang saya upayakan di hari-hari berikutnya terus menerus menemui kebuntuan. Sebab dengan tak berinfak hari kemarin, sangat mungkin saya turut bertanggungjawab atas putusnya sekolah anak-anak yatim. Sangat masuk akal pula akibat terlupanya saya berinfak, akan banyak urusan, kepentingan dan pekerjaan saya yang tak selesai dan tak berhasil. Mungkin karena saya juga tak membantu menyelesaikan urusan orang-orang yang semestinya menerima infak saya di hari kemarin itu.

Di hari-hari yang akan datang, tak ada satu alasan pun bagi saya untuk menggerutu jika segala yang mulanya mudah tiba-tiba menjadi sulit bagi saya. Sesuatu yang biasanya ringan berubah menjadi teramat berat. Jelas itu karena saya tak berinfak hari kemarin sehingga secara tidak langsung memberatkan urusan orang lain, menyulitkan kehidupan orang-orang yang berhak atas infak dan sedekah saya.

Esok atau suatu hari nanti, saya tak berhak menangis Jika salah satu harta benda yang saya miliki hilang, raib, entah dicuri, dicopet atau dengan cara apa pun. Saya harus benar-benar bisa menerima akibat itu, karena mungkin itu balasan dari tak berinfaknya saya di hari kemarin.

Saya tentu akan menyesal seumur hidup jika kemudian anak-anak yatim, kaum fakir miskin beramai-ramai melantunkan sebuah doa kepada Allah, “Ya Allah, hari ini kami tak mendapatkan apa pun dari para dermawan, dari orang-orang yang biasanya Engkau ringankan tangannya, dari orang-orang yang biasanya memudahkan urusan kami. Engkau Maha Tahu ganjaran yang pantas untuk mereka ya Allah…”

Dan karena doa itu, Allah beserta para malaikat bersama-sama meng-amin-i doa tersebut sehingga saya memang benar-benar menjadi orang yang pantas menyesal karena tak berinfak di hari kemarin.

Tinggallah saya berdoa hari ini, “Ya Allah, ampuni hamba. Jangan Kau putus rezeki hamba agar tak terputus pula hamba mensyukurinya dengan berinfak dan sedekah”

Dan …

Ya Hayyu ya Qayyum birahmatika astaghits
Ya Hayyu ya Qayyum birahmatika astaghits
Ya Hayyu ya Qayyum birahmatika astaghits

Aslih sya’ni kullahu wa la takilni ila nafsi tharfata ‘ainin

(Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Mengurus hamba-Nya… perbaikilah semua urusanku dan janganlah Engkau serahkan urusanku pada diri ini meski hanya sekejap mata)

Gaw

[email protected]
http://gawtama.multiply.com