Insya Allah, Ada Jalan

“Sungguh, ketika kau yakin untuk bisa mewujudkan sesuatu,

maka kau benar-benar akan mampu”

Hari ini aku banyak tersenyum. Mengingat kembali perjuangan selama menyelesaikan skripsi, membuatku tak henti-hentinya bersyukur. Bagaimana tidak, proses total penyelesaian skripsiku TIDAK SAMPAI 2 BULAN! Menjadi pemecah asumsi bahwa skripsi yang bersifat action research, katanya, minimal bisa diselesaikan selama 1 tahun! Alhamdulillah, Ya Rabb, begitu banyak kemudahan yang Engkau berikan…

Aku tidak akan panjang lebar menjelaskan bagaimana bisa skripsi action research diselesaikan selama kurang dari 2 bulan, karena aku pun tidak tahu. Tapi aku ingat betul pada kata-kata yang muncul tiba-tiba di dalam kepalaku saat itu: “Insya Allah ada jalan, Ang”. Entah mengapa kata-kata itu bisa muncul padahal fakta menunjukkan bahwa apa yang ku kejar mulai sulit terprediksi, padahal belum satu BAB pun yang ter-ACC, padahal belum pula aku tahu apakah aku mampu untuk menggerakkan para warga komunitas sasaranku. Bahkan, jujur, pembimbing pernah mengatakan “sepertinya sulit bagimu untuk lulus semester ini” (mengatakan hal serupa hingga 2 kali). Hatiku sangat hancur, aku down, semangatku pudar, dan rasanya ingin berhenti saja karena takut semua menjadi sia-sia. Tapi aku sadar bahwa aku sedang berjuang dan berjuang tidak diakhiri oleh kepasrahan tanpa perjuangan. Aku tak ingin “mati” disitu! Aku tak ingin menghentikan langkah kaki! Walau terseok, aku tak peduli! Ikhtiar adalah tugasku, biar Allah yang menentukan takdirnya. Husnudzon, Ang..

Alhamdulillah… keyakinan yang entah muncul dari mana dengan slogannya “Insya Allah ada jalan” itu telah merubah pandanganku tentang apa yang kuhadapi. Ini tantangan! Ini tantangan! Ini tantangan! Dan harus aku berani hadapi!

Apakah aku takut gagal? Tidak mungkin tidak! Beberapa kali aku menangis dan mengadu bahwa mungkin saja aku tidak bisa. Tapi seseorang berkata, “untuk apa kamu takut pada sesuatu yang belum kamu kerjakan? Untuk apa takut pada sesuatu yang belum kamu ketahui jika tidak kamu kerjakan?”. Ah, dia benar! Dan aku tak ingin kalah sebelum bertempur! Tak ingin berpikir jatuh sebelum terbang, tak ingin menyia-nyiakan apa yang sudah aku rencanakan. Maka, bismillah.. aku pun mulai turun lapangan.

Mungkin ini nekad, karena saat aku turun lapangan, belum satu BAB pun yang aku kerjakan dengan benar sehingga bisa dikatakan tak ada panduan. Tapi entahlah, saat itu aku berharap, rencana kasar yang sudah aku susun mungkin bisa aku andalkan. Bukankah tekad sudah membulat? Lalu tunggu apa lagi?

Hari demi hari, rencana demi rencana, wawancara demi wawancara, rumah demi rumah, tahap demi tahap, Alhamdulillah dapat diselesaikan. Subhanallah, hampir bisa dikatakan tak ada ujian yang memberatkan. Semua lancar. Semua mudah. Semua bisa. Semua, Ya Allah.. Jika bukan Engkau yang turut “ikut campur” maka semua tak akan seperti ini… Aku sadar bahwa setiap hati, Engkau yang miliki, termasuk hati dari Pak RW, Bu Bidan, para kader, warga… Alhamdulillah..

Semoga perjalanan yang lurus memang berawal dari niat yang lurus.

Dan di sinilah aku: di kamar yang masih berantakan dengan kertas-kertas skripsi dan revisiannya, penuh dengan corat coret time table yang kususun saat itu, penuh dengan field note yang menjadi panduanku untuk menulis skripsi. Berantakan seperti hutan! Tapi tak apa karena semua itu juga penuh dengan rasa syukur karena telah berhasil lulus dan akhirnya menyandang gelar S.Sos.

Sebenarnya, bukan masalah gelar “S.Sos” yang menjadi poin kegembiraan dan rasa syukurku, tetapi beribu-ribu hikmah serta pelajaran tentang bagaimana rasanya berjuang, tentang bagaimana rasanya menghindari keputus-asaan, tentang bagaimana rasanya bangkit walau rasa takut menyerang, tentang bagaimana rasanya tetap bertahan, tentang bagaimana rasanya berhusnudzon pada Allah, tentang bagaimana rasanya sujud panjang untuk memohon kelulusan, dan tentang bagaimana rasanya berbagi cerita dan keluhan tentang perjuangan skripsi bersama kalian, para Kessos’er Muda 2006.

Satu pelajaran yang aku pahami selama proses skripsi ini kukerjakan (dan ingin kubagikan kepada teman-teman):

“KELUARLAH DARI ZONA NYAMANMU”

“KELUARLAH DARI INVISIBLE BLACK BOX MU”

Karena keduanya sering kali membuat kita terjebak pada satu pandangan, pada satu stereotype, pada satu jalan, pada satu keterpurukan. Padahal kita sadar bahwa manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna. Andaikan saat itu aku berhasil dikalahkan oleh rasa keterpurukan karena merasa takut gagal, maka aku tidak akan ada disini, menuliskan tulisan ini. Alhamdulillah… Dan aku juga sadar bahwa perjuangan skripsi kemarin adalah akhir perjuangan kuliah, namun ia juga adalah awal dari perjuangan menuju dunia baru: dunia paska kampus. Dimana pun kita nanti (setelah lulus) berada, yakinlah bahwa jika semua dilandasi dengan niat yang lurus, maka selalu akan ada jalan untuk bisa menjadi lebih baik. Insya Allah…

“Jika kita bisa menjadi LUAR BIASA,

mengapa kita harus berhenti di sini dan menjadi orang biasa?”

Jakarta, 14 Juli 2010

Kubiarkan diri ini bebas meloncat setinggi mungkin, bebas terbang ke arah mata angin manapun, selama ia meloncat dengan kaki yang baik, selama ia terbang dengan sayapnya yang benar.

-Dwi Asri “Ang”gianasari, S.sos| Mahasiswa Kesejahteraan Sosial FISIP UI 2006-

keanggian.wordpress.com