Semangat Memberi dan Berbagi

Suatu hari, aku mengantar anakku sekolah di TK. Sambil menunggu bel berbunyi, aku dan anakku duduk di sebuah warung yang terletak di depan sekolahnya. Tak berapa lama, datanglah seorang pengemis yang terlihat tidak terlalu tua dan badannya terlihat sehat. Anakku Ibrahim serta merta berkata, “Ummi, dede aza yang kasih!” kuberikan kepadanya sekeping uang untuk diberikan kepada pengemis tersebut. Setelah pengemis tersebut pergi, keluarlah ungkapan-ugkapan dari beberapa ibu-ibu yang intinya tidak setuju dengan tindakan si pengemis.

Ibu A berkata,”Orang masih sehat minta-minta, yang kaya gitu mah ga usah dikasih Um, tuman.”

Ibu B berkata,”Di sini ngemis, di kampung rumahnya lebih bagus dari kita.”

Ibu C berkata,”Paling sebel, pagi-pagi udah ada yang ngemis.”

Aku terdiam terpaku tidak berkata apa-apa. Aku sendiri tidak bermaksud sok dermawan. Tapi, aku dan Abinya anak-anak berusaha menanamkan sejak kecil kepada mereka untuk bersedekah kepada yang membutuhkan, untuk memberi ketika diminta dan untuk berbagi jika memiliki. Jikalau kita mengajarkan kepada mereka untuk bersedekah, kemudian dihadapannya kita tidak memberi ketika ada pengemis yang meminta, maka kita akan berangkat dari nol lagi untuk mengajarkan kepada mereka pentingnya berbagi. Dan itu jauh lebih sulit.

Anak-anak yang masih kecil perlu contoh yang nyata untuk dapat mengaplikasikan apa yang kita ajarkan. Jikalau kita tidak melakukan apa yang kita ajarkan, maka petuah-petuah kita tentang mulianya bersedekah akan mentah kembali. Jadi dalam kondisi ini, aku tidak lagi mementingkan apakah pengemis tersebut memang layak diberi. Aku lebih concern terhadap suri tauladan yang harus aku tunjukkan kepada anakku. Dan anak sekecil itu belum bisa menalar apakah orang yang mengemis memang layak mengemis, belum bisa membedakan ketika seseorang meminta-minta apakah memang orang tersebut sungguh tidak punya.

Di rumah, akupun sering kedatangan anak-anak dengan membawa kaleng, kemudian berteriak “Amaaal Jariah!”

Suatu ketika, anak-anak tersebut datang meminta amal jariah, kedua anakku serempak menghampiriku dan meminta uang untuk diberikan. Kebetulan pada saat itu ada seorang ibu yang berkunjung. Dia menginformasikan bahwa ia pernah melihat anak-anak tersebut memakai uang hasil meminta-minta untuk membeli tamiya. Dan katanya sejak itu ia malas untuk memberi jika anak-anak tersebut datang ke rumahnya. Dan akupun hanya ber-oh oh ria menanggapi pernyataan ibu tersebut.

Lagi-lagi, aku tidak bermaksud sok kebanyakan uang jika tetap memberi walapun tahu mungkin uang tersebut akan dipergunakan untuk jajan oleh anak-anak itu. Bagiku tidak mengapa kehilangan 1000 rupiah, tapi dengan itu aku menanam semangat memberi dan berbagi kepada anak-anakku. Tidak mengapa kehilangan 1000 rupiah, tapi dengan itu aku melihat wajah bahagia anak-anakku dan juga anak-anak tersebut.

Sebagai umat muslim, tentunya Rasulullah menjadi suri tauladan kita. Nah, baginda kita SAW, adalah orang yang paling dermawan. Beliau tidak pernah menolak seorangpun yang meminta kepadanya. Beliau tidak pernah mengecewakan siapapun yang berhajat dengannya.

Diriwayatkan dari dari Jabir bin Abdullah ra. “Rasulullah tidak pernah mengucapkan ‘tidak’ bilamana dimintai sesuatu.”

Intinya , yang menjadi bagian kita adalah memberi ketika ada yang meminta jika kita mampu dan mau. Adapun alasan orang tersebut meminta-minta atau layak atau tidaknya orang tersebut meminta-minta bukan wilayah kita.

Rasullah bersabda, “ Seorang Bani Israil telah berkata, “Saya akan bersedekah.” Maka pada malam harinya ia keluar untuk bersedekah. Dan ia telah menyedekahkan (tanpa sepengetahuannya) ke tangan seorang pencuri. Keesokan harinya orang-orang membicarakan peristiwa itu, yakni ada seseorang yang menyedekahkan hartanya kepada seorang pencuri. Maka orang yang bersedekah itu berkata,”Ya Allah, segala puji bagi-Mu, sedekah saya telah jatuh ke tangan seorang pencuri”. Kemudian ia berkeinginan untuk bersedekah lagi. Kemudian ia bersedekah secara diam-diam, dan ternyata sedekahnya jatuh ke tangan perempuan. Pada keesokan paginya, orang-orang kembali membicarakan peristiwa semalam, bahwa ada seseorang yang bersedekah kepada seorang pelacur. Orang yang memberi sedekah berkata, “Ya Allah, segala puji bagi-Mu, sedekah saya telah sampai kepada seorang pezina”. Pada malam ketiga, ia keluar untuk bersedekah secara diam-diam, akan tetapi sedekahnya telah jatuh ke tangan orang kaya. Pada keesokan harinya, kembali orang-orang berkata bahwa seseorang telah bersedekah kepada orang kaya. Orang yang telah memberi sedekah itu berkata,”Ya Allah, segala puji bagi-Mu, sedekahku telah sampai kepada seorang pencuri, pezina dan orang kaya.” Pada malam berikutnya iapun bermimpi bahwa sedekahnya dikabulkan oleh Allah…………(Kanzul-‘Ummal)

Dari hadist diatas dapat diketahui jika seseorang bersedekah dengan ikhlas, namun sedekahnya jatuh kepada orang yang tidak patut menerimanya, maka Allah Swt tetap menerima sedekahnya. Yang penting bagi kita adalah menjaga niat untuk tetap ikhlas, dan tidak usah terlalu pusing memikirkan apakah sedekah kita tepat sasaran, ataukah sedekah kita jatuh kepada yang benar-benar membutuhkan. Jika kita terus berjibaku dengan pikiran-pikiran tersebut, bisa-bisa kita tidak akan berbuat.

Aku jadi teringat kejadian lama. Ketika itu, aku pergi ke pasar kaget untuk membeli pakaian anak-anak. Di sela-sela hamparan tikar para pedagang, ada seorang ibu terduduk sambil memeluk anaknya yang tidak terbilang kecil. Dihadapan ibu tersebut, ada sebuah tulisan yang isinya meminta sumbangan untuk biaya pengobatan anaknya. Aku yang kebetulan ingin membeli pakaian pada pedagang di sebelah ibu tersebut, berkesempatan melihat anaknya lebih jelas. Rupanya anak tersebut menderita kelumpuhan, dan kulihat saat itu si ibu sedang berusaha memberi minum anaknya. Tidak disangka terdengar sindiran ibu-ibu yang melihat-lihat dagangan yang berdiri di sekelilingku.

“Tega bener itu ibu, anaknya sakit bukan di rumah aja, malah dibawa-bawa ke sini. Ceritanya biar kita kesian. Tapi malah jadi males.”

“Lagian belum tentu anaknya sakit, sapa tau emang udah dari sononya begitu. Sekarangkan udah banyak yang minta-minta model kaya gitu.”

Astaghfirullah!

Aku sengaja berlama-lama dalam memilih dan berharap ibu-ibu rumpi tersebut segera menyikir. Akupun mendekati ibu tersebut sambil bertanya-tanya. Rupanya, anak tersebut anak semata wayangnya. Dan dengan anak tersebut saja beliau tinggal. Suaminya entah kemana. Disela-sela ceritanya kudengar isak tangis yang tertahan. Ia berkata sebenarnya ia malu berbuat seperti ini, tapi tidak ada jalan lain. Ia pernah mencoba menjadi pembantu, tetapi anaknya yang semata wayang menjadi terlantar karena memang tidak ada yang membantunya untuk mengurus anaknya. Kalau ia berdiam diri di rumah siapa yang akan membiayai hidup mereka dan pengobatan anaknya. Terpaksalah jalan meminta-minta ini dia ambil, berharap ada seseorang yang berempati dan membantunya.

Lagi-lagi, ini hanya sebuah contoh. Banyak orang-orang yang kondisinya memprihatinkan dan memang membutuhkan bantuan. Tapi banyak juga pengemis-pengemis profesioanl. Mereka itu terorganisir dengan baik. Ada yang tidak cacat, dibuat seolah-olah cacat. Ada yang dalam kondisi normal, jalannya biasa saja, tapi ketika bekerja sebagai pengemis jalannya menjadi terpincang-pincang. Dan masih banyak lagi. Para pengemis yang seperti inilah yang kemudian merusak kepekaan kita terhadap penderitaan sesama. Membuat kita diambang rasa ragu untuk memberi. Pada akhirnya kita memilih tidak memberi karena takut tertipu.

Tentu saja, memberi atau tidak memberi kepada peminta-minta menjadi urusan pribadi tiap orang. Namun, alangkah baiknya, jika kita tidak ingin memberi, tidak usah mencela ataupun memberi komentar macam-macam. Karena, jikapun si peminta-minta tidak memiliki alasan yang layak untuk meminta-minta, maka itu menjadi tanggungjawabnya di hadapan Allah. Sedangkan, si pemberi tetap akan diberi pahala atas sedekahnya walapun sedekahnya jatuh ke tangan yang salah, asal ikhlas.

Anas bin Malik ra. Menceritakan, bahwa suatu ketika ia berjalan bersama Rasulullah saw. Beliau mengenakan kain burdah terbuat dari bulu yang teramat kasar. Tiba-tiba seorang Arab Badui menghampiri dan dengan keras sekali menarik burdah beliau, sehingga Anas melihat bekasnya pada kulit pundak beliau. Lalu orang Arab Badui tersebut berkata,”Hai Muhammad perintahkan orang supaya memberikan kepadaku sebagian dari harta Allah yang ada padamu!” Rasulullah menoleh kepada orang itu sambil tersenyum, kemudian memerintahkan supaya ia diberi hadiah.” (HR Bukhari)

Inilah kemulian akhlak yang diperlihatkan Rasulullah, beliau tetap memberi walau diminta dengan cara yang kasar. Lebih dari itu, beliau Saw memberikan senyumnya terhadap si Arab Badui. Bagaimana dengan kita?

Mudah-mudahan kita dapat meneladani perilaku Rasulullah dalam setiap aspek kehidupan kita. Aamiin.
Wallahu’alam.

ummuali.wordpress.com