Saltum di Akhirat? Astaghfirullah…

Saltum? Apaan tuh… itu istilah keren temen-temen kantor saja kalau ada yang salah pake kostum kerja. Saltum sama dengan salah kostum. Sebenarnya kalau di kantor saya sendiri menggunakan seragam bukanlah hal yang wajib, walau disediakan juga seragam yang khusus dipakai di hari senin. Namun ada satu hari lain yang menjadi kebiasaan umum yaitu ketika hari Jum’at menjelang, secara otomatis akan mudah sekali menemukan para pekerja yang menggunakan batik, layaknya seragam umum, dan termasuk kategori cinta produk dalam negeri juga, hehehe…

Seperti yang terjadi pada hari ini, entah apa yang sedang saya pikirkan tapi saya merasa hari ini adalah hari Jum’at (padahal jelas-jelas di kalender terpampang hari kamis). Jadi pas lah saya memakai batik selain maksud hati memakai batik juga untuk menyenangkan sekaligus menghargai Bapak yang sudah membelikan baju batik ini. Alhasil di kantor banyak yang menanyakan alasan pemakaian kostum batik saya ini, padahal sepertinya mereka menyindir. Tinggallah saya yang tersenyum senyum sendiri dengan kondisi ini. Saltum euy…

Dari kondisi saltum ini saya jadi tergelitik sendiri. Alhamdulillah saya masih saltum di dunia dan masih banyak orang baik yang mengingatkan. Saya jadi berpikir, bagaimana kalau saltum ini terjadi di akhirat. Disaat tiap insan beriman berjejer rapi menggunakan kostum takwa nya menghadap Sang Maha Tinggi, ada insan lain yang saltum ikut berjejer rapi di barisan orang-orang beriman tadi, bukan baju ketakwaan yang dia pakai akan tetapi baju kesombongan, baju keserakahan, dan baju kemunafikan. Astaghfirullahaladzim… Tentu saja dia akan langsung dikeluarkan dari barisan tadi dan ditempatkan di barisan insan lain yang menggunakan baju yang sama dengannya. Dan disaat itulah tidak ada lagi orang yang mengingatkan selain malaikat penjaga pintu neraka yang dengan garangnya menggiringnya agar ikut dalam barisan insan yang sama dengannya. Astaghfirullahaldzim…

Agar tidak saltum di akhirat maka kita harus menyiapkan perbekalan yang banyak dan benar ketika di dunia.

“Sungguh mengherankan seorang musafir yang pasti meninggal dunia sementara ia tidak berbekal untuk perjalanannya. Juga orang musafir yang kebingungan, namun ia tidak menyiapkan kendaraannya dalam perjalanannya. Mengherankan pula orang yang berpindah ke kuburnya tetapi tidak bersiap-siap untuk perpindahannya…” (Dr. Adil Abdullah dalam buku Bersama Kereta Dakwah)

Sebuah perbekalan yang akan menentukan apakah kita akan sampai pada titik tujuan. Sebuah perbekalan yang berisi kostum kostum ketakwaan terbaik yang akan kita persembahkan untuk Alloh Yang Maha Menciptakan.

“……….Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al Baqoroh:197).

“Perbuatan apapun yang bermanfaat setelah kematianmu, segeralah memanfaatkan hari-hari sehatmu dengan amal shalih. Karena penyakit itu datang tiba-tiba dan menghalangimu dari beramal. Dikhawatirkan orang yang lalai dalam hal ini, akhirnya sampai ke akhirat tanpa bekal (Ibnu Hajar Rahimahullah)