Cara Allah Menjawab Tanyaku

Di bulan Februari 2010 ada dua peristiwa cinta yang aku menyaksikan dengan sebuah perasaan haru. Di saat perjuangan hidup mati seorang istri untuk menghadirkan seorang buah hati, ada suami tercinta yang menemani dan menenangkan. Keduanya adalah teman baik di bumi Chiba. Sungguh terharu melihat seorang suami untuk memberi dukungan cinta pada sang istri yang sedang bertarung dengan perjuangan hidup mati.

Setelah kedua peristiwa itu, ada sebuah tanya di hatiku; pada saat genting seperti apakah yah, Allah memberi kesempatan kepada suami untuk menemaniku? Pertanyaan yang sentimentil, mungkin. Tapi, dua tahun setengah berumah tangga dengan kondisi lebih sering berteman dengan ketidakbersamaan bersama suami, pertanyaan sentimentil itu sungguh ingin menemukan jawabannya.

Beberapa kali saat genting yang mesti aku hadapi, suami berada jauh di mata. Saat pingsan di kantin kantor di Bandung karena efek lelah yang sangat, suami masih di kantornya di Jakarta. Ketika pingsan di kereta dalam perjalanan menuju ke Tokyo, suami masih berada di Indonesia.

Sejak sebelum menikah, kekuatan pikiran memang kujadikan teman untuk membuat otak dan pikiran segera pulih dan jernih seusai berhadapan dengan saat genting. Alhamdulillah, kata-kata positif yang kusuntikkan ke diri sendiri begitu ampuh mengatasi saat-saat genting itu.

Allah memang Maha Baik. Pertanyaan sentimentil itu menemukan jawabannya. Tidak dalam waktu yang lama. Hanya berselang sekitar tiga minggu dari saat mulai pertanyaan sentimentil itu hadir di kepala.

Saat itu minggu ketiga bulan Maret 2010. Biasanya setiap minggu terakhir setiap bulannya adalah jadwal kepulangan suami dari labnya. Tapi, tidak dengan minggu ketiga bulan Maret 2010 itu. Suami bersikeras ingin pulang. Rupanya, Allah ingin menjawab pertanyaanku dengan kepulangan suami di minggu ketiga bulan Maret 2010 itu.

Mulai sejak minggu malam, 14 Maret 2010, aku mengeluarkan bercak-bercak coklat. Ini adalah di luar kebiasaan kedatangan tamu bulananku. Diikuti perasaan curiga kalau bercak kali ini bukanlah pertanda kedatangan tamu bulanan, akhirnya, aku dan suami memutuskan untuk melakukan testpack keesokan harinya, Senin, 15 Maret 2010. Ada dua garis yang muncul di alat testpack itu. Rasa bahagia meluap memenuhi rongga dada. Panggilan ayah ibu segera menderu-menderu di ruang telinga. Rasa terima kasih pada Sang Penguasa Kehidupan juga kami haturkan dengan sebuah doa semoga kami bisa menjaga amanah yang sedang tumbuh berkembang di dalam rahimku.

Senin siangnya, ditemani oleh suami, aku memeriksakan diri ke sebuah rumah sakit di dekat apartemen kami. Kami bertemu dengan seorang dokter kandungan perempuan. Saat itu, aku masih mengeluarkan bercak coklat. Kali ini, bercak coklatnya lebih banyak dibandingkan minggu malam. Dokter kandunganku rada was-was dengan keadaanku. Di layar USG memang terlihat kantong janin, tapi detak jantung janin tidak terdengar. Beliau tetap membesarkan hati kami. Aku dan suami diminta datang kembali hari Jumat, 19 Maret 2010. Dokter berharap pada hari itu, detak jantung janin akan terdengar dan bercak-bercak coklat tidak lagi keluar.

Tapi, memang Allah Sang Penguasa Kehidupan. Hari Selasa, 16 Maret 2010, dan Rabu, 17 Maret 2010, bercak-bercak coklat yang keluar semakin banyak. Akhirnya, hari Rabu pagi, 17 Maret 2010, aku dan suami pergi kembali ke rumah sakit. Meski, hari itu bukan hari praktek dokter kandunganku. Setelah menunggu beberapa saat, tibalah giliranku. Suami menunggu di ruang tunggu. Aku masuk sendirian ke ruang pemeriksaan.

Meski sudah menguatkan diri sejak dari rumah tentang hasil pemeriksaan, tetap saja sedih itu bergelayut saat sang dokter bercerita kalau aku sudah keguguran, karena detak jantung janinnya memang tidak terdengar lagi. Selanjutnya, dokter menyarankan agar rahimku dikuret. Alhamdulillah saat dokter menjelaskan semuanya, aku bisa menahan tangis. Walaupun, akhirnya, tangis itu tetap tertumpah di pundak suami saat bercerita ulang tentang hasil pemeriksaan dokter.

Pada akhirnya, malam itu aku bermalam di rumah sakit. Kemudian, besok harinya, Kamis, 18 Maret 2010 dilakukan operasi kuret terhadap rahimku. Kali ini Allah memang menjawab doaku. Mulai dari aku mengetahui awal kehamilan, memeriksakan diri ke dokter kandungan, divonis keguguran, lalu menjalani operasi kuret, ada suami di sampingku. Bahkan sesaat sebelum memasuki ruang operasi dan sesaat setelah keluar dari ruang operasi tetap wajah teduh suami kutemukan di ruang tunggu operasi. Beliau juga membimbingku mengurus segala keperluan administrasi sebelum bermalam di rumah sakit dan menyelesaikan administrasi di rumah sakit sebelum kepulangan kami ke apartemen. Tangan kukuhnya selalu menjaga kelimbungan badanku. Kami memang mengurus semuanya berdua.

Ternyata, Allah memang mempunyai banyak cara untuk mengabulkan permintaan hambanya, termasuk juga menjawab pertanyaan sentimentilku kali ini.

@home, March 2010
http://ingafety.wordpress.com