Hanya Sebuah Renungan

Pagi ini aku merenung. Merenung dalam diam.
Ada hal yang membuat dadaku sesak.
Aku termasuk orang yang selalu ketinggalan informasi tentang artis.
Dulu disaat millis sempat menyebut-nyebut Manohara.
Aku terpikir apa sebenarnya Manohara.
Apakah dia sejenis makanan, atau benda apa?
Tapi ketika ada yang menyebut kata fans Manohara,
Aku menarik kesimpulan, mestilah ini nama seorang tokoh,
Bukan makanan atau benda apa seperti apa yang ada dalam dugaanku.

Dilain hari, orang ramai berbicara tentang masalah yang hadapi oleh artis dangdut “Cici Paramida”.
Tentang konflik rumah tangganya.
Kalau sosok yang satu ini aku tahu dia penyanyi dangdut.
Karena ia termasuk penyanyi dangdut lawas,
Sempat kukenal (walaupun dia tidak mengenalku),
disaat dulu aku masih termasuk penikmat musik (tanpa seleksi iman),
dan penikmat gossip yang ditawarkan infotainmen.

Dihari kemudian, lagi-lagi lewat millis, lewat postingan sahabatku sering membaca kalimat.
Ha ha ha (Mbah Surip).
Apa lagi ini Mbah Surip, batinku.
Saat bertemu temanku aku tanyakan, mbah Surip itu siapa?
Barulah aku tahu siapa sosok yang satu ini.
Seorang artis yang sudah berusia 60an tahun (walaupun kemarin kubaca diharian Kompas, dari Batu nisannya, ternyata baru berusia 52tahun).
Tapi media selama ini sudah terlanjur menulis usianya 60tahun.
Itu kata Kompas, aku sendiri tidak tahu, karena tidak mengikuti berita.

Kembali ke Mbah Surip,
Saat pertama kudengar bahwa dia adalah seorang artis yang berusia senja,
Maka pertama kali terbersit dalam hatiku adalah,,,
Memohon perlindungan kepada Allah,,,,
Semoga Ia memberiku kekuatan untuk bisa mengabdi sedara total kepada-Nya diusia senja nanti,
Mengabdi dalam artian, mempersiapkan bekal untuk perjumpaan dengannya.

Kubiarkan saja nama Mbah Surip berlalu dalam hatiku.
Meski ada terbetik rasa penasaran seperti apakah Mbah Surip. Tapi itu berlalu begitu saja.
Sampai berita tentang kepulangannya kepada Allah Swt kudengar.
Setelah berita ini, lagi-lagi aku coba membuka Harian Kompas,
Ada photonya terpampang pada salah satu berita tentang kematiannya.
Lagi-lagi aku memohon agar Allah memberiku kesempatan untuk menjadi abdinya secara total,
Terutama dihari senja nanti.

Kubaca beberapa berita tentang prosesi pemakamannya.
Ada beberapa orang yang memaknai kehilangannya dengan cara berbeda.
Mereka berkumpul sambil menyanyikan lagu Mbah Surip
“Bangun tidur
Tidur lagi,
Kalau lupa,
Tidur lagi”
Aku tidak ingat persis liriknya.

Mereka terlihat begitu dirundung duka,
Batinku kembali berdecak,
Dijaman sekarang ini, masih ada ternyata orang yang cintanya kepada seorang publik figur, sebegitu dahsyatnya.
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Aku teringat saat kematian baginda Rasulullah,
Di saat sayyidina Umar Bin Khathab menghunus pedang,
Kepada siapapun yang berani mengatakan bahwa Rasulullah sudah mati.
Sebegitu shoknya Umar ketika itu,
Sampai akhirnya Abu Bakar datang, membacakan ayat

Wamaa Muhammadun Illaa rasuulun kodkholat min qoblihir rusul, Afaimmata auqutilan qolabtum `Alaa a`qoobikum.
“Sesungguhnya Muhammad itu hanyalah seorang rasul, Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika ia wafat (atau dibunuh), kamu berpaling kebelakang, atau murtad?”

Setelah mendengar ayat ini, Panglima yang gagah itu lunglai sambil berkata
“Seolah-olah aku baru mendengar ayat itu hari ini”.

Hanya sebuah renungan dipagi hari.

http://liaabi.multiply.com/