Don&#039t Change Your Mind

Saya hanya pernah mendengar nama harinya. Lebih dari itu tidak. Halloween. Dulu ketika masih berada di kampung halaman. Dan kemarin, rasa penasaran saya tentang Haloween benar-benar terjawab. Hm… ternyata orang-orang pada memakai pakaian-pakaian yang aneh. Memburu pernak-pernik, sampai rela menghabiskan uang untuk sesuatu yang aneh itu. Dan yang tidak pernah bersinggungan dengan budaya yang seperti layaknya American, ikut juga merayakan hari tersebut dan menjadi aneh.

Saat saya menanyakan apa makna Halloween pada roommate, mereka juga tak bisa menjawab walaupun mereka ikut bagian setiap acara. "Just for having fun, Intan."

Siang saat pulang dari kampus, saya numpang mobil seorang teman. Tapi mereka bermaksud membeli perlengkapan busana untuk malam Halloween dance. Setiap mereka berusaha untuk tampil seaneh mungkin dengan tema-tema busana.

“Do you wanna go, Intan?" Saya hanya tersenyum dan menggeleng.
“Why?” Saya bingung menjawab pertanyaan teman yang sedang mengemudi mobil.

Sering kali saya sungkan untuk mengemukakan alasan mengapa tawaran dari mereka sering saya tolak. Atau alasan kuno saya, saya bukan orang yang suka dengan party. Bukan maksud untuk tidak ingin bersosialisasi tapi saya hanya ingin merasa nyaman. Lebih dari itu tidak.
Mengemukakan alasan agama? Entah mengapa, saya selalu memilih untuk mengemukan persoalan agama jika posisi saya sudah begitu terdesak. Dan lagi hal yang sedikit memberatkan untuk mengemukakan alasan agama karena sebagian teman-teman muslim ikut bagian dalam party-party mereka.

“But, you have to try.” Saya hanya mengulum senyum. Kira-kira apa yang harus saya utarakan jika teman tersebut terus mendesak saya.

“Don’t change your mind if you don’t want to come.” Kalimat roommate saya tersebut benar-benar menyelamatkan posisi saya. Ia ada bersama saya dan ikut serta. Sepertinya dia tahu, bahwa saya merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut.

Ia seorang Yahudi dan roommate yang lain adalah seorang Kristian. Saya berharap bahwa hubungan saya dengan mereka tetap berjalan dengan baik. Mereka sangat memahami keyakinan saya dan tak pernah memaksa sesuatu. Apalagi seorang roommate, yang kristen, pernah tinggal sekitar dua tahun di Maroko. Ia tahu banyak tentang apa yang boleh dan apa yang tidak bagi seorang muslim. Dan Ia pun tak pernah mengajak atau memaksa saya untuk melakukan hal yang bertentangan dengan keyakinan yang saya miliki.

Saya berharap hingga akhir, bahwa saya dan mereka tetap bisa saling menghormati. Meski kami sangat berbeda dalam banyak hal.

Brattleboro, October 28, 2006