Investasi

Beberapa waktu lalu saya mengisi acara share and care di radio MQ FM Bandung. Tema yang saya bawakan sebenarnya sederhana, yaitu “Anak Kita Investasi Kita”. Kenapa saya tertarik dengan tema ini? Pertama karena anak adalah masa depan. Saya ingin anak-anak kita tidak saja kita hantarkan menuju gerbang cita-citanya, tapi jauh dari itu, saya berharap kita memiliki anak yang mampu merubah wajah dan berkontribusi sebagai pengambil kebijakan dunia kearah yang lebih baik. Kedua, Sebagai seorang yang belajar ilmu ekonomi, saya menganggap anak sebagai investasi. Investasi yang baik adalah investasi yang membawa keuntungan dan keberkahan. Saya berharap anak kami bisa membawa keuntungan/keberkahan tidak saja di dunia tapi juga di akhirat.

Pertanyaan-pertanyaan dan SMS yang masuk dari pendengar umumnya berharap serupa, pendengar ingin anak-anak mereka membawa keuntungan di dunia dan akhirat. Ini adalah fitrah, setiap orang tua ingin anak- anaknya menjadi anak yang pintar, cerdas, sehat dan sholeh. Yang menjadi pertanyaan sejauh mana kita memfasilitasi anak-anak sehingga mereka mampu menjadi anak-anak yang pintar, cerdas, sehat dan sholeh?

Anak-anak tidak bisa pintar, cerdas, sehat dan sholeh dengan sendirinya. Ibu adalah madrasah pertama dan utama yang berkewajiban mendistribusikan kepintaran, kecerdasan, kesehatan dan kesholehan kepada anak-anak mereka. Masalahnya banyak ibu yang “terpaksa” bekerja di luar rumah membantu ayah mencari nafkah. Atau tidak sedikit juga para ibu karena alasan mengaplikasikan ilmu lebih mementingkan wilayah publik ketimbang domestiknya sehingga perkara mendidik anak diserahkan kepada pembantu. Sedangkan ayah berkwajiban menyediakan materi yang layak guna mengapai itu semua. Karena tidak bisa dipungkiri, perlu pengorbanan materi agar “investasi” kita menguntungkan baik di dunia maupun diakhirat,

Di tengah kesibukan merampungkan disertasi, saya membuka kelompok belajar dan bermain gratis di rumah untuk anak-anak tetangga yang tidak mampu. Saya berharap kecerdasan mereka terstimulasi dengan mainan-mainan edukatif dan buku-buku milik anak kami. Selain bermain, anak-anak belajar iqro, dan mereka saya perbolehkan bertanya tentang PR dari sekolah.

Satu hal yang membuat hati saya menangis adalah, ada beberapa anak yang susah sekali menangkap pelajaran. Anak-anak yang sangat sulit menangkap pelajaran ini ada yang orang tuanya hanya bekerja sebagai pembantu, ada juga yang hanya sebagai buruh. Baru saja diajarkan huruf baru (baik huruf hijaiyah maupun latin) beberapa detik kemudian mereka sudah lupa lagi. Jika anak-anak yang baru masuk SD sekarang umumnya sudah pandai membaca dan berhitung, (bahkan Aini 7 tahun sudah bisa menulis novel) anak-anak kurang mampu ini belum tahu mana yang huruf a, b, c dst. Jika anak-anak perkotaan sekarang sebelum masuk SD umumnya masuk TK terlebih dahulu, tetapi tidak dengan anak-anak ini. Ketika saya tanyakan kenapa mereka tidak masuk TK terlebih dahulu, mereka menjawab, “Mamah ga punya uang"

Ketika pertama kali saya tanyakan, siapa Tuhan, Agama, Nabi dan Kitab Suci kita, mereka menggelang karena tidak tahu. Padahal jika kita ingin anak kita sholeh, maka pemahaman mereka terhadap agama perlu kita asah dari kecil. Dan itu harus dilakukan terus menerus.

Batin saya berbisik, kasihan sekali anak-anak ini. Akankah mereka bisa menjadi investasi yang menguntungkan bagi kedua orang tuanya, jika mereka kurang difasilitasi dalam menuntut ilmu dan mengenal Tuhannya. Kita tidak bisa berharap 100% dari lembaga formal milik pemerintah, jiwa-jiwa mereka menunggu uluran tangan kita.

Saya jadi semakin ingin berbagi dan melayani. Jika anak kami belum setahun sudah mengkonsumsi berbagai buku cerita dan ensiklopedi, alangkah tidak adilnya jika anak-anak tetangga yang kebetulan belum beruntung dibiarkan tumbuh dalam kegelapan cahaya ilmu.

Anak-anak dalam status sosial apapun berhak mendapatkan pendidikan yang bergizi. Mereka berhak menjadi pintar dan cerdas. Kewajiban kita memperkenalkan mereka kepada Allah SWT dan Islam. Mereka berhak “Mambangkik batang tarandam”. Untuk itu saya pancangkan azzam untuk rela menginfakkan sebagaian waktu dan materi untuk mereka. Karena investasi saya tidak saja anak yang lahir dari rahim saya, mereka juga adalah investasi saya. Karena amalan yang tidak pernah terputus pahalanya adalah, doa anak yang sholeh, ilmu yang bermanfaat dan harta yang diinfakkan di jalan fisabilillah. Semoga….

Yesi Elsandra