Jatuh Cinta di Saat yang Salah

Mas, aku sangat mencintaimu, aku tidak pengen kehilangan kamu, aku pengen kita menjadikan ujung tombak sebagai terminal akhir hubungan kita, dalam artian kita bisa menjalin hubungan yang serius dari pada ini. Ungkapannya itu tertulis ketika saya membuka inbox di email saya. Saya pun bingung bagaimana membalas email itu, karena berbagai kebimbangan yang masih terngiang-ngiang dalam otak ini, apa saya tak bisa memilih perempuan yang selain dia, dengan ucapannya itu berarti saya tak ada pilihan lain kecuali harus menikahi dia. Tapi saya merasa kurang mantap dengan dirinya, setelah saya tahu kalau dirinya bukan seperti calon isteri yang saya idam-idamkan.
.
Sepulang dari warnet membuatku berfikir tentang hubungan ini, apakah saya lebih baik memutuskan hubungan ini, atau apakah saya harus hidup dengan keterikatan yang tidak saya senangi dan memaksa diri ini untuk menjadi pendamping setia dengan kekasih yang tidak saya kagumi, Sementara kalau saya memutuskan hubungan ini, berarti saya harus menyakiti hatinya, dan tentunya si dia akan benci pada saya dan berbagai macam masalah tentu akan saya dapati. Akhirnya saya tertidur dengan kebimbangan yang masih tersisa.

Saya memang bukan lah seorang hamba yang taat kepada-Nya, hasrat yang di miliki anak dewasapun saya tidak bisa mesikapinya sebagai hamba Allah yang taat terhadap apa yang di perintahkan-Nya kepada kita, dulu sebelum keberangkatan saya ke negeri Kinanah ini saya sempat kenal dengan seorang gadis yang sekilas tampak anggun, cantik dan menawan, ia menarik hati saya, tanpa berfikir panjang saya pun akhirnya jadian sama si dia, sampai akhirnya hubungan itu berakhir dengan kabar keberangkatan saya ke Mesir. Tapi itupun tak membuat hubungan kita putus di tengah jalan.

Waktu semakin berjalan, dan detik pun semakin berlalu, setahun rasanya seperti satu hari, hubungan ini pun masih tetap bertahan, tapi banyak hal yang baru saya sadari saat di sini, setelah hari-hari yang saya lewati sibuk bergelut dengan khazanah Islam, dan banyak mengikuti talaqqi (artinya pengajian). Di sela-sela pergaulanku dengan para teman-teman sefakultas, hasrat untuk mempunyai isteri yang shalihah pun mulai ada, karena bagaimanapun isteri shalihah adalah isteri idaman setiap manusia yang selalu bisa menyenangkan si suaminya begitu ucap salah satu temanku. Saya pun sadar betapa kekasih hati yang saya punyai saat ini sungguh kriteria yang ada pada dirinya jauh dari harapan, ah, saya pengen isteri shalihah, gumamku dalam hati. Sejak saat itu saya sangat menyesal dengan ulahku di masa dulu yang seenaknya saja mengajak jalan seorang wanita, tanpa batasan apapun dan tanpa berfikir akibat yang akan saya alami.

Saat itu saya baru sadar ternyata saya terjatuh dalam buaian cinta pada saat yang salah. Dan Islam lah yang benar, ia mensyariatkan kepada kita semua akan pernikahan dan tidak ada pacaran sebelum resmi menikah, itulah hikmah kenapa Islam mensyariatkan khitbah, agar si laki-laki dan wanita bebas memilih apa dia saling suka apa tidak, sehingga apa bila salah satu tidak suka tidak apa, toh kehormatan si wanita juga akan tetap terjaga, begitu juga dengan hubungan silaturrahmi keduanya. Hal ini berbeda dengan pacaran dahulu kemudian menikah, ketika pernikahan gagal menjawab terminal akhir hubungan mereka, malah tak jarang akan menjadi bibit permusuhan antara keduanya, dan si wanita juga kehormatannya sudah tidak terjaga lagi.

Masa muda adalah masa di mana hasrat untuk mencinta dan dicintai mulai tumbuh dalam diri mereka, dan itu memang hasrat yang telah di gariskan oleh-Nya kepada kita semua. Tapi bukan lantas saat kita di beri anugerah itu, kita bisa berbuat semau kita dan seenak kita, Allah menggariskan kepada kita aturan yang musti kita kerjakan agar kita tidak menyesal dan kita tidak rugi di masa depan, seperti yang saya alami saat ini. Dan pada akhirnya lebih baik menunggu dari pada menanti hal yang tidak pasti akan terjadi, lebih baik mengisi masa muda dengan hal yang bermanfaat untuk masa depan kita.