Keajaiban Hidup

Suatu ketika, seorang laki-laki musafir singgah di sebuah kota. Sambil menunggu jadwal pesawat yang masih beberapa jam lagi, ia bermaksud mengunjungi sebuah Masjid besar di pinggir kota. Sesuai dengan kebiasaannya mengunjungi Masjid, dimanapun ia berlabuh, maka kali ini Masjid pinggir kota yang besar itu menjadi target wisata ruhani baginya. Namun, pelayan hotel mewanti-wanti, agar mengurungkan niatnya, mengingat tempat tersebut terhitung relatif ‘remote’, tanpa kendaraan umum.

Taksi yang menjadi alat transportasi utama kota tersebut jarang sekali terdapat di sekitar Masjid. Sebetulnya ada cara yang aman, mengingat Masjid itu adalah tujuan wisata, bagi umum, lintas agama, dengan cara ikut tour yang disediakan travel setempat. Tapi ikut travel pun bukan pilihan baginya, mengingat lelaki itu harus ke bandara dalam 2 jam untuk *check-in* dan terbang. Tour yang ditawarkan travel hanya tersedia per-hari, dengan mengunjungi berbagai lokasi wisata, bukan cuma per-jam dan bukan hanya mengunjungi Masjid yang dimaksud.

Meski dihalangi pelayan hotel, musafir tersebut sudah bertekad bulat, untuk ber-wisata ke Masjid pinggir kota. Perjalanan menuju Masjid bukan masalah, mengingat banyak taksi berseliweran di dekat hotel.

Setelah sholat dan menikmati keindahan Masjid tujuan wisata ini, musafir tersebut pun keluar Masjid. Mulai mencari taksi, agar bisa pulang ke hotel untuk kemudian ke bandara. Ternyata betul, *warning* dari pelayan hotel. Sejauh mata memandang, tidak ada taksi. Untuk menelpon taksi di kota, pun tidak mungkin, karena telpon genggamnya tidak memberikan sinyal. Tiada jaringan komunikasi.

Sambil berjalan menuju *highway* terdekat, diamati gurun pasir di sekelilingnya, Ini betul-betul gurun pasir. Asli. Mungkin nanti peradaban kota metropolitan yang hanya 30 menit dari tempat itu akan hadir pula di dekat Masjid itu, tapi setidaknya belum saat ini. Pohon-pohon yang ditanam di sekitar Masjid masih belia, belum mampu menghijaukan padang pasir, sebagaimana hijaunya kota di mana ia menginap tadi malam.

Lama menunggu, sambil memainkan butiran pasir, di tengah teriknya matahari pantai Teluk Persia, lelaki itu terus menunggu taksi. Tapi memang tidak ada taksi yang singgah di tempat ini. Taksi sudah cukup sibuk di tengah kota yang sibuk itu, tapi jangan berharap menemukan taksi di pinggir kota.

Lantas bagaimana musafir tersebut kembali ke hotel?

Bagaimana nanti kalau terlambat *check-in* dan ketinggalan pesawat?

Sambil menunggu taksi, memandangi butiran padang pasir yang mengotori sol sepatunya, musafir itu mencoba memperbaiki hubungannya dengan Sang Pencipta. Memohon solusi bagi persolan hidupnya saat ini. Si musafir berdzikir dalam hati. Terus menyebut asma Allah subhanahu wa ta’ala, Tuhan yang menciptakannya. Tuhan yang menguasai padang pasir, bumi, planet, galaksi dan tata surya tempat ia terdampar. Ia mohon ampun, merngulang-ulang hafalan qur’an nya yang tidak seberapa. Ah…ini rupanya padang pasir. Tanpa sinyal HP, tanpa taksi, ia mencoba berdamai sepi, berdamai dengan teriknya matahari.

Tidak disangka, beberapa saat kemudian, sebuah sedan Lexus, seri terbaru, datang dari arah jalan besar disamping dan menghampirinya. Pengendara mobil mewah itu, bertanya pada musafir:

"Hi, ke mana arah jalan ke kota?"

"Saya tidak tahu. Saya juga musafir dan sedang menunggu taksi", jawab lelaki musafir.

Dahi pengendara Lexus berkerut. "Tidak ada taksi di sini. Kalau mau ke kota, mari masuk ke mobil, ikut saya. Tapi tentu, saya harus putar-putar dulu, karena navigasi saya tidak mengenal jalan ini"

Ikut ke kota? Dengan pengendara asing ini? Wah, berkecamuk pikiran si musafir.

Bagaimana kalau pengendara ini penipu? Bagaimana kalau nanti ia menjadi korban kriminal?

Setelah menimbang-nimbang. Musafir mengangguk. "OK, saya ikut mobilmu ke kota".

*Bismillah* saja, kata musafir dalam hati, toh jika memang tidak ada taksi, ia akan terjebak di padang pasir itu entah sampai kapan. Mungkin sampai esok pagi. Tidak bisa kembali ke hotel di kota dan…ketinggalan pesawat.

Singkat cerita, pengendara itu memang bukan penipu dan orang baik hati yang bersedia mengantarkannya ke kota.

Alhamdulillah. Musafir melangitkan syukurnya pada Allah subhanahu wa ta’ala, Tuhan yeng menciptakannya, Tuhan yang menguasai bumi, menguasai langit dan berkuaasa atas semua makhluk-Nya, termasuk yang menggerakkan pengendara tadi untuk sesaat tersesat dan menemukan dirinya yang mulai mandi keringat di tengah padang pasir.

****

Orang banyak sering menamakan hal yang dialami musafir tadi sebagai ‘keajaiban hidup’.

Walaupun, saya lebih menyukai frasa yang lain untuk menceritakan hal unik sejenis, yakni ‘pertolongan Allah’ atau rizki.

****

*Barangsiapa yang ber-taqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. [Ath-Tholaaq (65) : 2-3].*

*Eindhoven 27-okt-2008*