Keajaiban orang orang beriman

“Assalamu alaikum, apa kabar Gus?”
“Waalaikum salam, alhamdulillah baik”.
“Enam tahun tak bertemu, sudah banyak perubahan padamu, sudah nikah?”
“Sudah, tiga tahun yang lalu.”
“Sudah punya anak?”
“Alhamdulillah, belum”.
“Ya, sabarlah, semuanya telah diatur oleh Yang Maha Kuasa”.
“Ya, selain bershabar, aku juga bersyukur. Semuanya memang ada hikmahnya. Alhamdulillah, karena belum dikasih anak, maka kami (aku dan isteri) punya banyak kesempatan untuk ikut banyak kegiatan. Dan banyak waktu untuk membaca dan menghafalkan al-Qur’an… “

Itulah sepenggal cerita yang menyiratkan tentang perasaan orang yang beriman. Walaupun ia telah tiga tahun menikah dan belum dikaruniai anak, ia tetap sabar dan bersyukur, ia yakin segalanya telah diatur oleh Allah swt, dan ia selalu mengambil sisi positifnya dari segala keadaan.

Nabi Muhammad Saw pernah bersabda:
“Sungguh ‘ajaib (mena’jubkan) keadaan orang yang beriman, semua keadaan baik baginya. Dan hal itu tidak ada kecuali pada orang yang beriman. Bila dia mendapat kesenangan ia bersyukur, maka syukurnya itu baik baginya. Bila ia mendapat kesusahan ia bersabar maka kesabarannya itu baik pula baginya”.

Saat belum punya isteri ia bersyukur bisa ikut banyak kegiatan dan ikut berbagai organisasi. Ikut pengajian, training, seminar, bakti social bahkan ikut kegiatan RT. Setelah punya isteri ia pun bersyukur bahwa ia telah melaksanakan sunnah rasul dan menikah merupakan setengah agama. Ia bersyukur bisa melaksanakan hal yang bisa melipat gandakan pahala, karena pahala shalat orang yang menikah adalah 70 kali pahala sholat orang yang belum menikah.

Ketika belum punya anak ia bersyukur karena ia punya banyak waktu untuk membaca, menghafalkan qur’an, memtadabburinya dan mengamalkannya, serta mengajarkan kepada isteri dan juga kepada orang-orang yang belum tahu. Bisa sholat dengan tenang, bisa berlama-lama dzikir tanpa tergesa-gesa. Setelah punya anak ia pun bersykur, karena anak yang sholeh bisa menjadi investasi yang bisa mendatangkan pensiunan pahala bila ia telah mati kelak.

Pada waktu penghasilannya pas-pasan, ia bersabar dan bersyukur, bahwa ia bisa terhindar dari fitnahnya harta (karena tidak sedikit orang yang hartanya memperdaya dan memalingkan pemiliknya dari beribadah pada Allah, dan banyak orang yang berharta menjadi orang orang yang sombong). Ia juga yakin bahwa dengan sedikitnya harta maka kelak diakherat hisabnya akan ringan.

Pada waktu punya penghasilan lebih, ia juga bersyukur karena bisa membantu orang-orang yang kesusahan, membantu fakir miskin, anak yatim dan membiayai perjuangan Islam.

Saat ia libur, ia bersyukur karena punya lebih banyak waktu untuk berdakwah/mendidik keluarga. Dan atau berkesempatan untuk bersilaturahmi, mengunjungi saudaranya baik saudara kandung maupun saudara seagama.

Saat kerja ia juga bersyukur karena ia bisa memberi dan menerima ucapan salam (do’a keselamatan, rahmat dan berkah) dari orang-orang yang dijumpainya. Dengan bekerja/ melayani kebutuhan orang lain, yang kalau dilakukan dengan ikhlas maka ia akan mendatangkan pahala. Ia pun meyakini bahwa sebaik baik orang adalah yang paling banyak memberi manfaat pada orang lain. Yang merawat pasien juga akan didoakan oleh pasien, karena kebiasaan di sini (Kuwait), kalau orang telah dibantu ia akan mengucapkan “Allah ya’tikal ‘afiyah” (semoga Allah senantiasa memberimu kesehatan), atau kadang dengan ucapan “Jazakallah khair” (semoga Allah memberimu imbalan yang baik.

Kala ia tak punya mobil, kemana-mana naik angkutan umum, ia bersyukur karena ia berkesempatan untuk lebih banyak mengenal orang lain. Bertukar pengalaman dan mengenal karakter-karakter orang lain. Mungkin juga sambil berdakwah.

Pada saat mempunyai mobil ia juga bersyukur, karena bisa membantu orang lain yang memerlukannya. Mengajak orang lain untuk mengunjungi pengajian. Mengantar orang sakit ke rumah sakit. Membantu mengangkut peralatan kalau ada acara.

Ketika sehat ia bersyukur karena bisa bekerja, mencari nafkah. Bisa berolahraga untuk menjaga kesehatan badan (yang merupakan amanah Alloh swt). Juga bisa melaksanakan ibadah dengan nyaman.

Ketika sakit, ia juga bersabar dan bersyukur, bisa lebih dekat dengan Allah swt. Karena kebanyakan orang kalau sedang sakit, ia akan lebih banyak merenungi diri, introspeksi, bertaubat dan beribadah pada Allah Azza Wa Jalla. Ia juga yakin bahwa sakit merupakan “takfirudz dzunub” (penghapus dosa).

Orang mukmin memang sungguh mengagumkan, semua keadaan baik baginya. Ia yakin bahwa segala sesuatu sudah diatur oleh Allah Swt dan ia yakin bahwa Allah swt tak akan mendhalimi hambaNya. Ia juga percaya bahwa Allah Swt Maha Pengasih yang tak pilih kasih dan maha penyayang tak berbulu pandang.

Kalau ada sesuatu yang kurang menyenangkan ia yakin bahwa bersama kesulitan akan ada kemudahan (Inna ma’al-‘usri yusron) dan ia juga yakin bahwa apa yang Alloh berikan adalah yang terbaik baginya, karena Alloh swt telah berfirman:”Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal sesuatu itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu.

Dengan demikian, sebagai orang mukmin ia akan mendapatkan peringkat yang tertinggi dan ia takkan bersedih, sebagaimana Janji Alloh swt dalam surat Ali Imran 139:

“Janganlah kamu merasa lemah, dan janganlah kamu merasa sedih, kamulah orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang yang beriman.”

=========================================================

Pamuji Abu Faiq. Aljahra city, Jahra, Kuwait