Kepulangan Selamanya

Pagi itu, seorang sahabat menelepon. Dia mengajak saya untuk silaturahim ke rumah seorang teman yang orangtuanya baru saja pulang haji. Saat itu kondisi saya sedang tidak sehat hingga tidak bisa ikut hadir. Jamaah haji Indonesia sudah mulai kembali ke tanah air.

Ada beberapa sahabat saya yang juga menunaikan rukun iman yang kelima itu. Ada yang berangkat bersama suami dan mertuanya, ada juga yang bertugas sebagai guide bagi jamaahnya di yayasan dan ada yang berangkat bersama sang ayah.

Sebuah kebahagiaan tersendiri bagi seorang hamba ketika diberi kesempatan menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Rata-rata yang pernah saya dengar, mereka mengalami banyak hal di sana dan ingin kembali lagi ke sana. Bagaimana kekhusukan ibadah begitu indah. Bagaimana seluruh umat manusia berbondong-bondong untuk beribadah di masjidil haram dan masjid nabawi. Mengunjungi tempat-tempat bersejarah, berziarah.

Kesyahduan ibadah begitu terasa. Berada di baitullah, sholat di masjid nabawi, thawaf, sa’i, wukuf, tahalul, menyembelih hewan kurban dan ritual haji lain yang menyimpan makna sangat mendalam.

Ketika orangtua kami diberi kesempatan menunaikan ibadah haji, saya dan kedua kakak saya begitu menanti-nanti kehadirannya. Selama sebulan penuh kami ditinggal. Saat itu saya masih SMU. Waktunya pembagian rapot saya menulis di buku diari, kalau orangtua saya yang mengambil, padahal jelas-jelas saat itu mereka berada di tanah suci. Saya benar-benar kangen dan ingin bertemu mereka. Beberapa kali, mereka menelepon, menanyakan kabar, mengingatkan untuk puasa pada hari arafah dan melepas rasa rindu yang membuncah.

Kepulangan mereka sangat dinanti. Sama halnya dengan kepulangan para jamaah haji yang dinanti sanak keluarganya. Kerinduan yang menumpuk dan keingintahuan sanak famili mendengar ragam cerita dari tanah suci.

Kedatangan mereka berdua benar-benar sebuah kerinduan yang tak terkira. Melihat kesegaran bapak yang rambutnya habis diplontos, dan ibu yang banyak cerita pengalaman di sana. Sebuah kebahagiaan melihat mereka sehat.

Saya jadi bisa merasakan kebahagiaan teman saya yang saat itu bercerita kalau orangtuanya akan pulang ke tanah air, akhir desember lalu. Bahagianya dia terlihat sama ketika menceritakan keberangkatan orangtuanya ke tanah suci. Dia sempat menuliskannya dan membaginya kepada kami.

Tapi, sanggupkah kita membayangkan ketika kedatangan jamaah haji dari Palestina justru disambut rentetan peluru dari pasukan zionis Israel.

Hajah Khaladiya Ahmad Hamdan (40 thn) asal Kamp pengungsi Jabaliya yang terletak di sisi utara Ghaza, meninggal diterjang timah panas. Selain itu, empat jamaah haji lainnya juga terkena tembakan. Keadaan mereka saat itu kritis dan berusaha diobati.

Bahkan, kepulangan jamaah haji lainnya untuk kembali ke tanah Palestina dipersulit oleh Israel.

Kami, di sini masih bisa bersuka cita menyambut kedatangan keluarga, sahabat, handai tolan yang baru saja menunaikan ibadah haji. Di belahan bumi sana, tanah Palestina yang harus dibela kaum muslimin, banyak dari mereka yang tak bisa kembali. Bahkan, kepulangan salah satu mereka menuju tanah Palestina menjadi kepulangan selama-lamanya ke hadapan Sang khalik.