Kisah Azan Terakhir Bilal yang Bikin Semua Orang Menangis

Berikut jadwal buka puasa di bulan Ramadan 2017. (Sumber Foto: Wikimedia Commons)

Eramuslim.com – Tak ada waktu yang paling menyedihkan bagi Bilal bin Rabah selain hari itu. Bukan saat dia dicambuki oleh majikannya Ummayah bin Khalaf, hingga punggungnya hancur.

Bukan pula ketika dia dibakar terik gurun dan ditimpa batu besar. Atau saat lehernya diikat dan diarak keliling Makkah bagai hewan.

Hari itu, 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriah atau 8 Juni tahun 632 Masehi. Rasululullah SAW wafat. Bilal merasa kehilangan semuanya. Sosok seorang Nabi, pemimpin umat, pembebas, dan sahabat terbaiknya.

Semasa Rasulullah SAW hidup, setiap hari Bilal mengumandangkan azan. Suaranya merdu. Mengalun di atas langit Madinah. Seakan mengetuk setiap pintu rumah. Mengajak orang untuk sujud bersama menghadap Rabbnya.

Cuma tiga hari Bilal sanggup mengumandangkan Azan setelah Rasulullah SAW wafat. Bilal selalu berhenti pada kalimat “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”.

Betapa sedihnya Bilal saat mengucapkan kalimat itu. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dia selalu menangis tersedu-sedu sebelum bisa menyelesaikan azan.

Bilal kemudian menghadap Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq. Dia meminta izin untuk tidak lagi mengumandangkan azan. Bilal tak sanggup menjadi muazin selain untuk salat yang diimami Rasulullah SAW.

Sejak saat itu, tak pernah lagi terdengar kumandang azan yang merdu dari Bilal bin Rabah.

Pindah ke Syam

Saat Umat Islam hendak merebut Syam. Bilal meminta izin Khalifah Umar bin Khattab untuk ikut dalam rombongan pasukan Muslim. Dengan berat hati Umar pun mengizinkan Bilal berangkat.

Dalam Buku Para Sahabat Nabi yang ditulis Dr Abdul Hamid as-Suhaibani dan diterbitkan Penerbit Darul Haq, disebutkan suatu ketika, Khalifah Umar mengunjungi Syam. Di sana dia bertemu Bilal kembali.

Para sahabat meminta Umar membujuk Bilal agar mau mengumandangkan azan walau hanya untuk satu kali salat di Syam. Maka Bilal kemudian memenuhi permintaan Sang Khalifah.

Dia naik ke atas menara dan mengalunlah azan dari muazin kesayangan Rasulullah itu di Syam.

Umar bin Khattab menangis tersedu-sedu. Begitu juga para sahabat dan orang-orang Muslim di sana tak kuasa menahan tangisnya mendengar suara Bilal yang begitu dirindukan. Mengingatkan mereka kembali ke zaman Rasulullah SAW yang sangat mereka cintai.