Kita Hanya Singgah

Iwan mendapat tugas kantor selama beberapa tahun di Pekanbaru, Riau. Ia mengajak serta isteri dan anak-anaknya untuk tinggal bersama. Ada hal menarik yang ia ceritakan sebagai bagian dari pengalamannya tinggal di kota itu.

Ia mengaku tak ingin membeli berbagai perlengkapan hidupnya secara berlebihan. Maksudnya, ketika membeli tempat tidur misalnya, “yang harganya murah, tidak perlu besar. Jika perlu sekadar alas terpal pun sudah cukup.” Begitu pun saat membeli televisi, tak perlu besar, yang penting bisa ditonton. Barang-barang lainnya pun demikian, semua dibeli dengan satu pertimbangan; semua barang-barang ini tak akan dibawa pulang ke Jakarta jika tugasnya sudah selesai nanti.

Satu hal yang kerap rajin dilakukan Iwan dan isterinya adalah menabung, menyisihkan sebanyak-banyaknya uang hasil bekerja di Pekanbaru untuk bekal hidup di Jakarta nanti. Ia pun mengajarkan anak-anaknya untuk hidup sederhana, termasuk menabung untuk bekal masa depan.

Lain Iwan, lain Ranti. Ia gadis kelahiran Bandung yang mengenyam pendidikan strata satunya di Jogjakarta. Hanya empat tahun waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kuliahnya, dan setelah itu kembali ke kota kelahirannya untuk mengabdi.

Semasa di Jogjakarta, Ranti menyewa sebuah kamar kost tak jauh dari kampusnya. Barang-barang apa yang dimiliki Ranti di kamar kostnya? Ia hanya memerlukan sesuatu yang berhubungan langsung dengan urusan kuliahnya. Selain buku-buku penunjang pendidikan, ia membeli komputer, itupun bukan baru.

Bagaimana dengan barang-barang lainnya? Ia tidak membeli televisi, sebab ia masih bisa menumpang di kamar temannya jika menginginkan sedikit hiburan. Untuk menemani hari-hari sendirinya, ia memiliki radio kecil untuk menyimak berita atau mendengarkan lagu kesukaannya. Apakah Ranti tidak mendapat kiriman uang yang cukup dari orangtuanya di Bandung? Tidak juga. Justru lebih dari cukup. Namun Ranti banyak menyisihkan uang kiriman itu dan menyimpannya di tabungan.

Kelak ia akan merasakan manfaat besar dari semua uang yang ditabungnya. Salah satu yang ia rencanakan adalah, meraih gelar master di salah satu perguruan tinggi di Bandung.

***

Hidup ini hanyalah sebuah persinggahan sejenak. Seperti bis antar kota yang berhenti sesaat di sebuah tempat peristirahatan, mereka tidak akan lama berada di situ, untuk kemudian melanjutkan perjalanannya sampai tujuan akhir. Sama halnya dengan kehidupan ini, tak perlu mengumpulkan banyak harta di dunia karena sama sekali tidak akan dibawa ke akhirat.

Hidup ini hanya sebentar, bahkan sangat singkat. Yang perlu dilakukan hanya memperbanyak amal shalih sebagai bekal utama di kehidupan berikutnya. Di akhirat kelak, bolehlah kita tersenyum mengingat banyaknya bekal yang kita bawa. Ia berupa tabungan akhirat yang sangat membantu kita melangkah seringan awan di hari pembalasan. (Gaw)