La Tahzan Ukhti !

air mata 22Oleh : Ummu Ghiyas Faris

Bunyi suara WhatsApp memecah keheningan malam, baru saja aku hendak tidur setelah beraktivitas seharian dengan berbagai agenda dakwah. Kuraih handphone yang tergeletak di atas meja, kubuka dengan mata yang sudah lima watt.. pelan-pelan aku membacanya..

“ Mbak, afwan besok aku ndak ikut kajian ya ..”

Belum sempat aku bertanya alasannya, masuk lagi pesan berikutnya..

“ Mbak, aku pendarahan !’’

“ Ko bisa Ukhti ? Apa yang terjadi ?”

“Selepas maghrib aku pendarahan mbak!” Jawabnya dengan tanda emoticon sedih

“Masya Allah, sudah telepon suamimu ?” tanyaku penuh kecemasan

“Sudah mbak, tapi beliau belum bisa pulang.” Jawabnya dengan emoticon yang tak kalah sedihnya

“Astagfirullah..!’’hanya itu yang bisa aku jawab dengan nada bercampur sedih, bingung, dan entah bayangan-bayangan yang ada dalam benak ini.

Secepat kilat aku mencari kontak saudariku yang dekat dengan rumahnya untuk memberi pertolongan pertama membawanya ke rumah sakit terdekat. Ingin rasanya aku terbang membawa adikku ini, tapi aku sendiri bingung di rumah sendiri, anggota keluargaku belum pulang karena ada urusan pekerjaan yang memaksanya harus pulang larut.

Segera aku hubungi saudariku untuk memintanya datang ke rumah adik kajianku ini. Alhamdulilah segera direspon dan akan membawanya ke rumah sakit. Hatiku sedikit lega, minimal ada pertolongan pertama untuk segera mendapatkan solusi medis.

Paginya aku menerima kabar dari saudariku bahwa akhirnya adikku ini harus rawat inap, karena kondisi yang drop. Alhamdulillah kandungannya bisa diselamatkan walaupun dengan kondisi yang harus super extra menjaganya.

Siangnya aku langsung menjenguknya ke rumah sakit, dengan berbaring seulas senyum menyambut kedatanganku. Ah hati ini bergetar melihatnya, gurat lelah dan mata yang sembab terlihat begitu nampak. Aku dekati dan kupegang tangannya..dia berkata lirih , “Mbak.. aku kehilangan kantung janinku, hanya tinggal satu kantong lagi. Andai saja kantung itu tidak pecah mungkin calon bayiku adalah kembar“, ujarnya menahan tangis..

“Dokter mengatakan bahwa kantung yang tinggal satu ini kecil kemungkinan untuk dipertahankan”

Pecahlah tangisnya..

“Ukhti…bersabarlah, jangan menangis! Apapun yang terjadi sudah atas kehendak-Nya. Apa yang disampaikan dokter agar kita lebih banyak berdoa, karena dokter hanyalah wasilah untuk menolong, tapi yang menentukan adalah Allah SWT.”

Keesokan harinya ba’da kajian bersama teman-teman yang lain menengok teman seperjuangan dalam dakwah ke rumah sakit. Sahabat seperjuangan ini adalah seorang dokter umum dan sudah lama terbaring lemah di rumah sakit. Bahkan sudah 3 kali dirawat di rumah sakit yang berbeda. Beliau sakit dikarenakan zat antibodi yang menyerang badannya, lebih parahnya yang pertama kali diserang adalah syarafnya, aku sendiri kurang paham nama penyakitnya dalam dunia kedokteran.

Tak terasa bulir-bulir air mata ini menetes melihat saudariku ini, beliau sudah tak bisa berbicara hanya tatapan mata yang menjadi penanda bahwa Ukhti ini memahami apa yang kami bicarakan. Aku lihat sekeliling ruang ICU, tak kuasa melihat saudari-saudari yang lain sedang merasakan ujian sakit. Entah apa sakit yang mereka derita, yang jelas ruang ICU adalah penanda bahwa sakit yang mereka derita cukup parah.

“Ya Allah ..kuatkanlah saudariku, teman seperjuanganku untuk tetap sabar dan kuat menghadapi dan menjalani ujianmu” hanya itu doa yang mampu aku katakan.

Kedua Ibrah ini menjadikan kita lebih memahami perjuangan seorang ibu dan betapa bersyukurnya kita diberikan kesehatan. Adapun dalam perjalanannya kuasa Allah yang lebih berperan. Allah sang pemilik jiwa hambanya. Melepas orang-orang yang kita sayang amatlah terasa berat, terlebih itu adalah buah hati kita. Hanya ikhlas dan berserah diri yang bisa kita lakukan menerima kehendakNya.

Setiap kejadian akan ada hikmah yang berharga, insya Allah hikmah itu menjadikan kita sebagai hambaNya yang tetap berjalan di jalanNya walaupun ujian dan cobaan datang silih berganti menghampiri kita.

La Tahzan ukhti…, kami disini berdoa untuk kesembuhan kalian agar kita bisa bersama-sama lagi dalam dakwah…

——–