Leader Syndrome

Pernah dengar istilah ini? Mungkin tidak sering, ya. Saya terinspirasi oleh seseorang yang mengalami hal ini, setidaknya menurut penilaian pribadi saya. Seseorang yang terkena "Leader Syndrome" tampaknya tak jauh beda dengan orang-orang lain yang terkena misalnya "Star Syndrome", "Post Power Syndrome", dan sindroma lainnya yang mungkin ada. Bagi orang lain, seseorang ini bisa jadi berubah menjadi sosok yang sedikit menyebalkan, mengganggu, egois, dan sebagainya. Penelitian ilmiah? Belum pernah saya temukan. Yah, sebut saja ini bagian dari gejala yang saya temukan baru-baru ini.

Dalam berbagai teori, ciri kepemimpinan seseorang bisa dikategorikan macam-macam. Bagi yang pernah atau sedang mempelajari ilmu-ilmu sosial, tentu hal ini bukan barang baru. Bagi seseorang yang awam akan istilah-istilah macam itu, mungkin hanya akan menyebutkannya dengan sifat-sifat tertentu yang ada pada diri manusia.

Bagaimanakah tipikal pemimpin yang pernah Anda temui?

Saya pernah menemukan sosok-sosok pemimpin yang secara kasat mata sangat ideal sekali bagi saya. Dan saya pernah menuliskan tentang hal ini dalam sebuah artikel saya yang kemudian diterbitkan oleh Pro U Media dalam buku Bercermin pada Hatimu. Mereka sangat komunikatif, terbuka dalam menerima kritikan, tahu bagaimana cara menyemangati anak buah yang sedang ‘loyo’, cakap dalam memimpin organisasi, dan lain-lain. Sesuatu yang sepertinya didambakan seseorang dari sosok seorang pemimpin. Tetapi, pada akhirnya, ada satu-dua hal yang menyadarkan saya bahwa mereka hanyalah seorang manusia saja. Yang cacatnya pasti ada, dan cacat itu seolah baru akan menyadarkan setiap orang yang mengenalnya bahwa seorang pemimpin siapapun dia tak akan pernah menjadi seorang malaikat. Manusia hanyalah manusia yang memiliki sisi buruk dan baik.

Dan saat ini, saya menemukan sosok pemimpin yang bisa dibilang di luar dari bayangan ideal seorang pemimpin bagi diri saya. Ia tak suka dikritik, jika diberi masukan maka jawabannya sangat pedas, tak pandai memperhatikan kebutuhan anggotanya, sulit berkoordinasi dengan yang lain, arogan dalam berbicara, dan otoriter dalam memberikan perintah. Ia secara tersirat dan tersurat sering menyatakan: "Jika ada saya semua beres." Di luar pengetahuannya (atau mungkin ia sudah tahu atau tidak menyadari sama sekali) banyak yang tidak menyukai dirinya.

Dua tipikal pemimpin yang sangat berbeda memang. Masing-masing pasti ada lebih dan kurangnya. Saya hanya berpikir ulang, bahwa mungkin sindroma macam ini tak akan menimpa orang-orang yang berkepribadian lebih baik dari contoh pemimpin yang kedua yang saya paparkan di atas. Seseorang yang matang dalam kepribadian, memiliki ketulusan hati, kerendahan hati, tak sombong dan menyadari bahwa menjadi bagian dari orang-orang yang memegang tampuk kepemimpinan seharusnya menjadi yang paling pertama merendahkan diri di hadapan Allah karena tanggung jawab yang begitu besar. Menjadi yang paling bersabar dan bersahabat di antara manusia karena mereka adalah bagian dari tanggung jawabnya, kebaikan dan keburukan yang terjadi pada anggota-anggotanya adalah juga harus ia pedulikan, dan menjadi yang paling bersyukur apabila ada yang mengkritiknya sebab manusia selalu harus mengkoreksi diri dan memperbaiki.

Masya Allah …

Semoga Allah senantiasa mengkaruniakan saya dan mereka petunjuk, kelapangan hati, dan kebesaran jiwa untuk saling mengingatkan, dan keteguhan hati untuk tidak lari dan menjauhkan diri. Sebab ketidakpuasan bisa berakibat terpecah-belahnya sebuah jamaah. Dan ketidakpuasan berakibat fatal apabila yang mengalami tidak siap untuk menjadi seorang ‘jundi’ yang lebih takut kepada Allah daripada kepada pemimpin yang zalim.

DH Devita

Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Sengata

[email protected]