Melestarikan Tradisi Ala TV Jepang

Semakin lama tinggal di Jepang, semakin terasa bahwa negeri ini sangat menjunjung tinggi dan melestarikan tradisi budaya bangsanya. Hal ini terjadi hampir di segala bidang, dan salah satunya dapat diamati dari berbagai tayangan TV di negeri matahari terbit ini.

Kejadiannya bermula dari keterbatasan kosa kata Bahasa Jepang, yang membuat acara jalan-jalan atau wisata pangan menjadi acara TV favorit. Acara semacam ini memang hanya melibatkan sedikit dialog dan teks yang harus dipahami. Dari berbagai acara tersebut, berikut ini ringkasan sebagian acara TV yang berkaitan dengan pelestarian tradisi budaya di Jepang.

1. Makanan

Acara talk show yang berkaitan dengan wisata pangan ini adalah acara yang paling banyak dijumpai di berbagai stasiun TV Jepang. Salah satu acara yang disukai adalah cerita perjalanan dua orang artis (seorang di antaranya adalah bintang tamu yang selalu berganti setiap minggunya) dari satu restoran ke restoran lainnya di area tertentu. Yang menarik adalah:

A) Restoran yang dikunjungi umumnya adalah restoran yang merupakan usaha keluarga turun-temurun (bahkan tak jarang di antaranya berumur lebih dari 100 tahun!).

B) Jenis makanan yang dihidangkan di sini biasanya merupakan resep tradisional Jepang, dan terkadang diuraikan pula sekilas tentang cara pembuatan masakan tersebut; dan

C) Di samping itu, mereka juga mengunjungi kios/warung kecil yang terletak sepanjang rute yang dilalui. Kios ini juga merupakan kios-kios kecil dan tua yang telah mengalami pergantian beberapa generasi, dengan mempertahankan jenis makanan khas toko tersebut sebagai bahan jualan sejak dulu.

Bahkan di episode kemarin, sang pembawa acara masuk ke kios keripik (dalam bahasa Jepang disebut senbe) yang sangat kecil dan sederhana, dan hanya menjual berbagai jenis keripik tradisional Jepang. Kios ini ternyata juga berusia sekitar 100 tahun, dan desainnya tetap dipertahankan seperti semula. Acara ini membantu para pemilik kios/warung kecil tersebut untuk mempromosikan tempat usahanya secara gratis.

Selain itu, ada juga acara yang membahas tentang berbagai makanan tradisional Jepang, dikaitkan dengan kesehatan. Acara ini biasanya dilanjutkan dengan cara memasak makanan tersebut dengan komposisi/teknik memasak yang lebih sehat (misalnya yang mengurangi kandungan kolesterol dalam makanan itu, ataupun membuat kandungan gizi dalam masakan lebih tinggi).

Hal lain yang tidak kalah menarik, adalah dikunjunginya tempat berbelanja bahan makanan dari restoran tersebut, serta kiat-kiat untuk memilih, membeli, dan mengolah bahan makanan yang baik, sehat, dan murah (soal rasa, terus terang masakan Indonesia kekayaan rasanya tidak ada yang mengalahkan!).

2. Tempat Wisata

Di samping menampilkan tempat wisata yang terkenal, beberapa acara juga menampilkan daerah terpencil, yang mempunyai potensi wisata tinggi. Misalnya mengunjungi air terjun ataupun hiking di rute yang tidak begitu populer, karena tempatnya yang memang belum diolah sebagai daerah wisata.

Terkadang si pembawa acara mengunjungi pula daerah terpencil di puncak gunung dan tinggal bersama penduduk setempat selama beberapa hari, untuk menyelami kehidupan masyarakat di sana, serta menginformasikan daerah-daerah yang dapat dikunjungi sebagai objek wisata di sekitar daerah tersebut.

Tak jarang si pembawa acara membawa anaknya (yang biasanya masih duduk di bangku SD), untuk memperkenalkan wisata alam dan menumbuhkan rasa cinta tanah air tersebut sejak dini, tanpa berkesan menggurui. Acara ini juga mengajarkan cara bertahan di alam bagi anak-anak, mulai dari mendirikan tenda, pengenalan tumbuhan dan hewan di hutan sekitar yang dapat dimakan serta khasiatnya, sampai dengan cara memasak di alam terbuka.

3. Budaya

Pernah melihat Sumo? Olahraga tradisional ini disiarkan setiap hari di NHK. Inilah sebuah contoh tentang tayangan budaya di TV Jepang. Di samping pertandingan sumo ini, pernah juga ditayangkan acara mengenai pesumo cilik, yang menampilkan para siswa SD sedang belajar kepada para pesumo yunior, sebagai salah satu bentuk pengenalan sumo kepada anak-anak.

Acara lainnya adalah penayangan festival di berbagai kota, yang diperingati pada waktu dan di area tertentu. Di acara ini juga tak jarang terlihat anak-anak ikut serta, baik sebagai penari, penabuh drum, ataupun pengangkat usungan (yang lazim dilihat pada setiap perayaan festival di Jepang).

Hal yang menarik di sini adalah tayangan iklan pun senantiasa menonjolkan ciri budaya Jepang. Tidak hanya untuk iklan kosmetik, ataupun makanan, bahkan iklan alat elektronik seperti iklan salah satu TV buatan Jepang, menunjukkan tingginya apresiasi masyarakat Jepang terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan budayanya.

Ada satu acara yang mengingatkan pada pencerita dari Aceh. Di acara ini, si pencerita duduk sendirian di atas panggung, kemudian bercerita (seperti pendongeng zaman dulu). Tradisi ini sebetulnya sudah lama sekali, namun tetap dilestarikan. Setelah para pencerita (yang umumnya pria) itu selesai, kemudian anak-anak dilatih untuk mencoba, dengan kostum dan teknik bercerita yang telah ditentukan.
Dari berbagai tayangan tadi, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa pelestarian budaya itu dapat dilakukan dengan acara-acara yang menarik dan tidak membosankan, serta dengan melibatkan anak-anak secara aktif sejak dini. Sebagai generasi penerus, hanya merekalah yang kelak akan menjaga dan melestarikan tradisi bangsa kita.

Dulu sering ditayangkan acara wayang wong cilik, dalang cilik, dan sejenisnya di TVRI, namun sekarang entahlah, apakah acara semacam ini masih ada? Mungkin daripada berlomba-lomba menjadi artis film atau penyanyi karbitan dengan modal dukungan SMS (yang cenderung menjadi ajang pengundian nasib), ada baiknya kita mengadakan acara pencarian bakat untuk penari tradisional cilik, dalang cilik, pesinden, pelenong, ataupun pencerita cilik; dan memberikan hadiah bagi para anak berbakat ini untuk melanjutkan pendidikan budayanya, mengingat mahalnya biaya pendidikan di berbagai bidang saat ini.

Ini sekedar usul, karena jika bukan kita yang melestarikan budaya bangsa Indonesia, siapa lagi?

***

Matsudo, 8 Januari 2007 (16.53 JST)