Memaknai Musibah Sebagai Sarana Muhasabah

alam2Oleh : Syarifah, S.Pd

Alumnus IAIN Antasari Banjarmasin 2010

Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris

 

Hari berganti hari, masa berganti masa detik berganti detik. Hidup adalah sebuah ketidak pastian, namun perpindahan adalah suatu hal yang pasti. Cobaan datang mendera bertubi tubi, entah itu nikmat atau musibah. Semua adalah sepaket ujian yang telah Allah siapkan untuk kita sebagai fitrah kita manusia. Bila dianalogikan layaknya sebuah baja. Agar menjadi baja yang bagus dan bernilai pun harus ditempa dan di panaskan berkali kali agar menjadi besi yang amat berharga dan bernilai jual. Begitu pula kita, manusia, perlu di uji berkali kali agar mental menjadi lebih  kuat dan derajat kita semakin meningkat di sisi Allah SWT. Mukmin yang kuat, tak akan terpental hanya karena pukulan badai hidup yang menyerangnya. Ia akan segera bangkit dari keterpurukan nya dan belajar untuk memperbaiki dan belajar dari kesalahan yang di alaminya.

Kasih sayang Allah tidak selalu berwujud kesenangan, melimpahnya harta, tercapainya segala keinginan, dan jauh dari berbagai musibah. Justru bisa jadi sebaliknya. Orang yang mendapatkan berbagai kesenangan itulah yang tidak dicintai-Nya. Orang tersebut dibiarkan tenggelam dalam kesenangan dunia sampai tiba ajalnya. Pada saat itu semua kesenangan dicabut dan diganti dengan berbagai siksa yang mengerikan, baik ketika di kubur, di padang mahsyar, maupun di neraka.

Jangan mengira pula bahwa nikmat yang di peroleh para pelaku maksiat yang  terus menerus tanpa musibah itu adalah rahmat dari Allah, bisa jadi itu tipu daya Allah. Bisa jadi itu istidraj, dimana Allah membiarkan hambanya memperoleh segala yang ia kehendaki sementara adzab yang nyata telah menanti di akhirat kelak. Sungguh celaka orang yang bermain main dengan larangan Allah. Ia larut dan terlena oleh nikmat dunia yang menipu lagi menjerumuskan. Sungguh beruntunglah orang orang yang bersabar menerima musibah dan memahami hakikat bahwa musibah itu pada dasarnya adalah sebuah proses untuk menghapuskan dosa dosanya.

“Apabila Allah menghendaki hamba-Nya mendapatkan kebaikan maka Allah segerakan baginya hukuman di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan untuknya maka Allah akan menahan hukumannya sampai akan disempurnakan balasannya kelak di hari kiamat.” (Terjemah hadits riwayat Muslim)

Setiap musibah sudah digariskan dan ditentukan oleh sang Pencipta yaitu Allah SWT. Manusia tidak akan pernah tahu kapan ajal akan menjemput karena itu merupakan sebuah ketetapan dari Allah yang tiada mengetahui kecuali Allah semata.

Adakalanya musibah merupakan sebuah ujian dari Allah SWT dan adakalanya pula musibah tersebut merupakan teguran atau bahkan laknat/adzab dari Allah SWT. Musibah bisa menjadi peluang koreksi batin. Boleh jadi kesulitan itu bersumber dari diri sendiri. Kita sendiri yang mengundang permasalahan. Dosa-dosa menutup kita dari kasih sayang Allah. Kesalahan-kesalahan yang kita perbuat baik terhadap Allah maupun terhadap manusia.

Musibah kadang datang untuk memperingatkan kita, sedikit mencubit kita, agar segera tersadar dan kembali ke jalan Allah setelah beberapa waktu tersesat. Awalnya hanya cubitan kecil. Jika kita tidak juga merasa, kemudian diingatkan dengan dipukul sedikit keras. Jika tidak terasa juga kemudian dipukul dengan tenaga yang lebih besar. Bukankah kadang seseorang harus disentak atau ditendang agar tidak terperosok ke dalam jurang yang dalam. Karena toh sakit akibat jatuh ke dalam jurang jauh lebih fatal dibanding sakit akibat ditendang atau disentak untuk mengingatkan, membuat kita bertafakkur, mengistirahatkan hati sejenak dan merenungi dimana kah letak kesalahan kita.

Sebagaimana terdapat dalam firman Allah surah an-nisa ayat 79 yang artinya:

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah,dan apa saja bencana yang menimpamu,maka dari (kesalahan)dirimu sendiri…(QS An-Nisaa :79)

Kala musibah sebagai ujian yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya maka setiap ujian ini akan disesuaikan dengan tingkat ketakwaan seorang hamba tersebut. Sudah barang tentu manusia yang paling bertakwa akan diuji dengan ujian yang semakin berat sesuai dengan tingkatan dan kadar iman serta takwanya kepada sang Kholiq Robbul ‘Izzati. Seperti halnya seorang yang masih dalam bangku sekolah setiap level atau jenjang pendidikan memiliki instrumen ujian yang berbeda berdasarkan tingkatan jenjang pendidikan tersebut. Ujian siswa anak Sekolah Dasar (SD) akan berbeda tingkat kesukarannya dengan ujian siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), demikian halnya dengan ujian dalam kehidupan ini pasti ada tingkatan atau level. Selain sebagai sebuah ujian, terkadang musibah merupakan suatu teguran dari Allah SWT atas perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang cenderung melakukan hal-hal yang menjurus pada sebuah kemaksiatan atau kemungkaran. Bahkan yang lebih mengerikan lagi apabila musibah tersebut merupakan suatu adzab yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang tentunya adalah hamba yang ingkar, kufur, dan melanggar perintah agama.

Terkait dengan hal tersebut wajib percaya bahwa segala sesuatu yang telah terjadi dan yang akan terjadi, semuanya itu, menurut apa yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh Tuhan Allah, sejak sebelumnya (zaman azali). Jadi segala sesuatu itu (nasib baik dan buruk) sudah diatur dengan rencana-rencana tertulis atau batasan-batasan yang tertentu. Tetapi kita tidak dapat mengetahuinya sebelum terjadi. Rencana sebelumnya itu Qadar atau Takdir. Namun kalau kita bisa menerima dengan ikhlas atas ketetapan-Nya,Insya Allah kita akan terhindar dari perasaan frustasi dan putus asa karena seseorang yang putus asa akan sendirian di dunia ini dan tidak mempunyai jalan keluar. Sungguh tidak pantas lagi jika ada musibah yang sebenarnya akan meninggikan kita, justru kita menghujat Allah, mengeluhkannya, membenci Allah. Mulai sekarang mari kita rubah persepsi kita. Apakah yang akan menimpa kita, entah nikmat atau musibah, kita hadapi dengan ikhlas, ridha karena semuanya adalah kasih sayang dari Allah untuk meninggikan kita. Dan mari kita syukuri dengan sikap sabar dan syukur. Bersyukur dengan semua potensi di jasad dan jiwa kita yang Allah karuniakan, dengan mengabdi sebaik-baiknya, bertaqwa kepada Allah dengan taqwa yang sebenarnya, menjalankan Islam secara kaaffah. Insya Allah.

“….Boleh jadi kamu membenci sesuatu,padahal ia amat baik bagimu,dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,padahal ia amat buruk bagimu,Allah mengetahui,sedang kamu tidak mengetahui.”(QS Al-Baqarah:216)