Membaca Teman

Teman adalah seorang yang biasa tempat kita berbincang. Baik mengenai sesuatu hal yang kita sukai atau pun tidak. Teman yang membuat kita ingin selalu dekat padanya. Karena mempunyai seorang teman atau lebih adalah sebuah kebutuhan.

Teman yang di mata kita merupakan orang yang mampu memahami maupun mengerti apa yang kita sukai. Mungkin juga pada teman tersebut ada sebuah nilai berkilau yang dipunyainya. Atau mungkin pula kita merasa punya pemahaman yang sama pada sebuah hal.

Teman merupakan tempat berbagi suka dan suka, adalah merupakan teman yang spesial. Yang biasa disebut dengan sahabat. Biasanya kita tidak akan segan untuk membagi dunia kita kepadanya, tentang apa yang menurut kita indah. Begitu pula saat mendung menerpa hati, maka sahabatlah tempat kita membuang semuanya.

Saat kita bicara teman maupun sahabat, maka yang terlintas di pikiran kita adalah yang baik-baik saja. Karena kita memang punya kecendrungan untuk berkomunikasi mendekatkan hati pada seseorang yang memang “baik”. Kadang bila kita menemukan “kekurangan” atau hal minus pada dirinya, kita akan membuat sebuah penarikan diri atau lebih parah lagi kita akan terikat dengan sebuah pikiran negatif tentang dirinya.

Rasulullah menganjurkan kita untuk memilih teman. Seperti hadits beliau: “Bila berteman dengan seorang pandai besi, maka kita akan ikut terbakar. Bila kita berteman dengan seorang penjual minyak wangi, maka kita pun akan tertular dengan keharumannya.”

Tentu saja hadists tersebut untuk mengingatkan kita. Agar kita berhati-hati untuk memilih teman. Karena memang ada teman yang boleh dijadikan sahabat dan ada juga tidak layak menjadi orang terdekat kita. Tapi sepanjang kita bisa "kuat" dalam prinsip maka seorang teman bagi kita adalah ladang yang "hijau" baik sebagai tempat dakwah maupun tempat "inspirasi" untuk berolah rasa.

Tapi bila kita hanya punya pegangan, bahwa seorang teman harus selalu “baik” di mata kita, maka tentu lambat laun kita akan kehilangan seorang bahkan banyak teman. Karena pada dasarnya seorang teman punya keistimewaan masing-masing. Teman kita hanyalah seorang manusia biasa, seperti kita juga. Yang penuh dengan kelebihan maupun kekurangan.

Bagaimana pun berkilaunya kebaikan seseorang, pastilah ada kekurangannya. Begitu pula bila kita balik lagi, bahwa tidak semua orang yang “jelek” hanya penuh kejelekan. Pasti ada hal plus yang dia punyai.

Semua yang diciptakan Allah SWT dimuka bumi ini pastilah ada hikmahnya. Bila kita menemukan “keindahan” akhlak seseorang, dan membuat kita nyaman dengannya maka apa yang dia punyai merupakan pelajaran bagi kita. Yaitu sebuah pelajaran agar kita bisa mengikutinya. Misalnya, saat saya datang ke sebuah tempat atau rumah, kemudian sang teman menyambut dengan ramah dan penuh kehangatan. Saya merasakan penerimaan penuh darinya. Maka bila seorang teman berkunjung ke rumah, maka saya akan berusaha meniru apa yang telah saya terima. Tentu dengan kemampuan saya.

Saat ada seorang teman, bila saya bercerita dan dia menanggapinya dengan “sangat baik” maka saya pun berusaha dapat melakukan hal tersebut. Begitu pula saat ada sebuah kata-kata yang menyejukkan hati, maka saya berusaha menyimpannya untuk saya bagi kepada orang lain. Tapi tidak semua yang baik dimata kita dapat kita lakukan. Karena pada dasarnya, kita harus tahu pula bahwa setiap yang baik dimata kita belum tentu sama pada pandangan orang lain.

Saat ada seorang teman yang diberi julukan “perhitungan”, maka saya pun sedikit terpengaruh. Otak pun mencatatnya “minus”. Atau saat ada orang yang terlihat “garang”, maka memori pun terpahat tentang orang tersebut. Ketemu seseorang yang terlihat sombong, membuat saya sedikit menarik diri.

Ternyata apa yang semuanya tidak mengenakkan perasaanku, ternyata itu pun punya hikmah. Saya bisa mengambil pelajaran bahwa apa yang dilakukannya padaku atau kepada orang lain, ternyata tidak memberi goresan kebaikan. Seperti bagaimana saya berusaha untuk me-input kebaikan orang maka saya pun ternyata harus pula berusaha menuliskan kekurangan orang lain sebagai bahan referensi untuk tidak melakukannya pula. Tapi itulah kekurangan kita, walau punya tekat yang baik, ternyata mengubah kebiasaan itu ternyata sangat sulit. Memang diperlukan kemauan sekuat karang, agar secara perlahan kita bisa mencapai sebuah kebaikan seperti yang kita inginkan.

Jika sesekali kita salah, maka hal wajar, karena sesungguhnya kita memang sedang berproses. Bukankah Allah lebih menyukai kebaikan yang sedikit, tapi dilakukan secara istiqomah? JIka pun kita terjatuh, maka bangkit adalah hal yang harus kita lakukan. Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Yang ada hanyalah orang-orang yang tekun dan “ikhlas” memperbaiki dirinya guna mencapai tujuan mulia ( syurga ).

Keburukan teman merupakan cermin kita untuk berprilaku. Begitu kita melihat keburukannya, maka pastilah ada nilai lebih yang mereka punyai. Saat saya menemui seorang yang terlihat judes, ternyata dia punya sifat tegas untuk sebuah kebaikan. Atau saat saya melihat orang yang terlihat sangat “menggenggam tanganya” ternyata punya tujuan mulia, yang tidak dikaorkannya.

Begitu pun saat seseorang yang terlihat “tanpa ekspresi” maka biasanya orang menilainya tak punya perhatian. Ternyata apa yang aku dapatkan? Dia ternyata seorang yang sangat berhati-hati dalam bersikap. Hingga terkesan kurang bergairah bila kita berjumpa dengannya. Atau saat saya dekat pada seseorang yang “sombong” ternyata dia bingung untuk bersikap pada seorang asing, yang menunjukkan PD nya sangat kurang. Ternyata yang tampak tidaklah sama dengan yang sebenarnya.

Saya bersyukur kepada Allah SWT, karena ternyata banyak pembelajaran yang bisa dipetik dari teman-temanku. Belajar dari lingkungan khususnya dari seorang teman sungguh sebuah kenikmatan. Karena memang semua hal di dunia ini penuh dengan mutiara kehidupan. Maka benarlah bila Allah berfirman ; “Bacalah!”

Sengata, 29 Januari 2010

Halimah Taslima

Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata

[email protected]