Membuat Cinta

Pagi ini hari Jum’at. Hari spesial bagi saya untuk menyambung silaturahmi semampu yang saya bisa. Jam 7 pagi ini saya punya jadwal akan berkunjung ke kantor lama untuk bertemu dengan teman. Sebelum berangkat, saya menyempatkan menelepon seorang teman lainnya yang hampir 2 tahun tidak bertemu.

Jam 06:15 saya berangkat dari rumah. Sebelumnya saya mampir dulu ke warung penjual makanan. Saya membeli beberapa potong kue lupis dan makanan gorengan yang akan saya berikan untuk teman–teman yang tidak sempat saya temui nanti. Biar saja kiriman ini sebagai tanda bahwa saya masih ingat mereka dan saya juga masih ingat makanan kesukaan mereka.

Semua berjalan lancar. Pertemuan yang sebentar, perbincangan yang singkat sambil sarapan pagi di warung tempat kami biasa makan seolah makin merekatkan kedekatan saya dengan dia sebagai seorang teman. Walaupun saya tidak sempat bertemu dengan yang lainnya, tapi pagi ini saya bahagia telah menitipkan makanan kesukaan mereka.
Jam 09:30 saya tiba di kantor. Inbox di handphone berisi beberapa pesan baru.
“Mbak masih ingat aku, kan? Aku Intan. Mbak gimana kabarnya? Semoga sehat ya. Duh, makasih banyak kirimannya, aku bingung bagaimana bisa membalasnya?”

Itu SMS dari Intan. Teman dari divisi Legal. Saya masih ingat dengan semangatnya yang sangat antusias mengikuti setiap kajian Islam yang rutin diadakan di kantor kami. Pertanyaannya yang sangat mendasar dan mengena mengenai Islam sungguh membuat saya takjub. Dia mendengarkan setiap penjelasan mentor dengan seksama.
Masih lekat juga dalam ingatan ketika pada saat Ramadhan dia mulai belajar membaca Iqro. Duh, saat itu saya sungguh malu dengan semangatnya itu. Beberapa saat setelah saya tidak bekerja di sana, saya mendengar kabar gembira bahwa dia sudah mengenakan busana muslim. Alhamdulillah, begitu mudah Allah memberikan hidayah pada setiap orang yang mau mencarinya.

Inbox berikutnya:
“Mba, makanan sudah saya kirimkan ke teman–teman. Terimakasih buanyaak. Kapan bisa ketemu?”

Itu dari Riska, divisi Audit. Bisa saya katakana bahwa dia adalah motor nyata untuk majelis. Rajin mengajak teman yang lain untuk mengikuti kajian.

Kemudian, tidak berapa lama berselang, handphone berdering. Alvin menghubungi saya.
“Mba, makasih banyak, kirain mba datang, gak taunya Cuma nitip doang ya? Makasih, mba, aku sudah lama nggak makan kue seperti itu.”

Waduh, saya terkesima dengan reaksi teman–teman yang tidak saya duga sebelumnya. Sungguh, maha besar Allah yang telah merekatkan hati manusia pada muara persaudaraan yang tiada batas. Yang menggerakan fitrah masing–masing hati dengan cinta dan rindu akan makna silaturahmi. Titik usahanya adalah maukah kita sedikit memberikan perhatian yang sering terlewatkan pada setiap kesempatan yang kita mampu?

Saya tengah belajar untuk terus menyambungkan hati–hati yang sempat saya kenal dan yang sempat mengenal saya. Agar hati saya tidak mengeras dan berkarat. Sekecil apapun rasa cinta yang kita berikan pada sesama jika tidak mengharap balas akan menyentuh hati dan menjadikan semuanya terasa indah, nyaman dan damai.

Jika buku–buku manajemen pengembangan diri selalu menulis: “Jika anda ingin berhasil maka bangun jaringan, ikuti kegiatan organisasi, masuklah pada network tertentu sesuai dengan latar belakang keahlian kita. Catat nama, alamat, ciri khusus, keahlian orang–orang yang kita temui. Buatlah file yang terorganisasi untuk memudahkan kita menghubungi mereka…dst..dst.”

Islam mengajarkan lebih dari sekadar itu, lebih dari sekadar membangun jaringan yang senantiasa berkonotrasi dan berorientasi pada keuntungan semata. Islam memandu kita, mengajarkan makna pertemanan lebih dari sekadar kebutuhan. Ada iman, ikhlas, cinta, hati dan niat yang bersih untuk membangun pertemanan yang sarat dengan cinta.

Mereka, teman–teman saya itu bukan tidak sanggup untuk membeli makanan yang mereka sukai dan mahal sekalipun. Namun mereka dengan senang hati menerima makanan ‘biasa’ dengan penerimaan yang luar biasa. Saya bisa merasakan respons mereka bukan kepura–puraan, kami bisa merasakannya.

Cinta bisa kita buat dan tebarkan pada wadah yang tepat berupa persaudaraan Islami yang lintas batas dan tiada berbatas. Asal semua tetap dalam koridor dan aturan Allah SWT, maka kita akan menuai energi perhatian yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Ya, kita bisa membuat Cinta..

[email protected]