Memuliakan Tamu

Aku duduk seperti biasa di kursi kantor seperti biasa bila baru tiba di kantor, tapi hari ini mendadak sontak mengernyitkan dahi membaca berita yang sangat mengejutkan. Berita itu berbunyi penghentian sementara penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di wilayah Bogor pada hari Senin tanggal 20 November 2006. Aku termenung memikirkan negeri apakah ini demi hanya menyambut seorang tamu begitu banyak sekali yang harus dikorbankan, ya memang agama memerintahkan untuk menghormati tamu, aku setuju itu tapi apakah harus begitu banyak sekali yang harus dikorbankan, bahkan menurut teman kantorku familinya yang tinggal di jalan Juanda harus mengosongkan rumahnya sementara menginap di rumah familinya.

Begitu istimewakah tamu itu sehingga harus dilayani sedemikian rupa sehingga harus mengorbankan kepentingan banyak orang ataukah ini adalah negerinya orang-orang kampung kalau boleh aku menggunakan istilah itu, karena biasanya kalau orang kota datang ke kampung akan menjadi perhatian orang-orang kampung dari ujung rambut sampai ujung kaki sang tamu menjadi perhatian apalagi aksesoris dan kendaraannya super mewah dan pasti orang kampung itu bersedia menyediakan apa saja menjadi pelayan untuk menghormati orang kota yang kaya itu.

Bila dibandingkan dengan hari raya Idul Fitri yang baru saja lewat saat semua institusi pemerintah melakukan cuti bersama, Bank Indonesia dan bank-bank di Indonesia tidak libur SKNBI beroperasional seperti biasa, padahal menurut hitungan logika saat itu bisnis relatif sedang rilek karena banyak orang yang pulang kampung, Jakartapun begitu sepi, sunyi dan senyap terasa, transaksi kliringpun hanya satu dua transaksi, dari hitung-hitungan biaya yang dikeluarkan oleh bank pada saat cuti bersama Idul Fitri kemarin jelas biaya operasional tetap harus dikeluarkan, sementara pendapatan tak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan karena hanya dua tiga transaksi, tapi apa boleh buat Bank Indonesia mewajibkan bank-bank harus tetap beroperasional. Sementara pada hari bisnis tanggal 20 November 2006 bank malah diperintahkan untuk tidak melakukan transaksi kliring untuk di wilayah Bogor. Menurutku ini pola pikir yang terbalik dan cenderung salah kaprah dan irasional.

Tetapi apa mau dikata kebijakan telah dikeluarkan, demi menghormati tamu yang sangat istimewa, tuan rumah yang ramah menyiapkan segala sesuatunya dengan sangat berlebihan dan merugikan orang banyak bukan ratusan orang ini sudah ribuan orang. Mudah-mudahan bukan dalam upaya menyambut tamu di satu sisi, namun merendahkan derajat sang pemilik rumah.

Peristiwa ini paradoks dengan kisah sahabat Nabi Umar bin Khathab dalam menyambut tamu, beliau bertanya dahulu kepentingan pribadi atau dinas, bila kepentingan pribadi maka lampu yang menerangi ruangan dimatikan, begitulah sifat hati-hati beliau agar tidak menggunakan harta negara untuk kepentingan pribadinya dan sebagai tanggung jawab beliau kepada rakyatnya sebagai seorang pemimpin membawa sendiri bahan makanan untuk rakyatnya yang kelaparan.

Kami rindu pemimpin yang membela rakyatnya, kami ingin pemimpin yang bertanggung jawab atas segala yang telah dilakukan untuk melindungi dan memajukan rakyatnya, bersedia menyenangkan rakyatnya dengan keringat dan keimanannya, yang hanya takut kepada Illahi Sang pemilik alam jagat raya bukan pemimpin yang mengorbankan rakyatnya demi memulyakan tamunya.